Quran Journaling Day 22 & 23 Bersama SAHAL: Menyadari Allah Sebagai The Best Provider Melalui Tadabbur Surat An Nahl Ayat 18 dan Luqman Ayat 27
Published by: Aryanty | Date: 5 February 2025
Insecure lihat orang-orang punya hidup yang lebih mudah, lebih bahagia, lebih segalanya? Pas lihat media sosial, makin terasa kalau kita kurang ini dan itu. Please stop, coba deh, kita tarik napas sebentar… lalu ingat: berapa banyak nikmat Allah yang sebenarnya sudah kita punya?
Kadang kita sibuk mencari kebahagiaan di luar sana, padahal kebahagiaan itu lahir dari hati yang bersyukur. Maha Kaya Allah yang sudah mengingatkan kita dalam An-Nahl ayat 18 bahwa nikmat-Nya itu tak akan bisa kita hitung. Artinya, kalau kita terus mencari-cari apa yang kurang, kita nggak akan pernah puas. Tapi kalau kita fokus pada yang sudah ada, hati kita jadi lebih ringan, lebih damai—dan ini salah satu kunci self-healing yang sering kita abaikan.
Nah, pas masuk ke Luqman ayat 27, kita makin merenung lebih dalam deh. Betapa luasnya ilmu Allah yang Maha Bijaksana, sampai seandainya semua lautan di dunia ini jadi tinta, tetap nggak akan cukup untuk menuliskannya! Ini tamparan lembut buat kita yang kadang merasa paling tahu atau sulit menerima nasihat. Kalau kita bisa rendah hati dalam belajar dan sadar bahwa ilmu kita hanyalah setitik kecil dari kebesaran Allah, keluarga kita pun akan lebih harmonis. Bayangkan kalau dalam rumah tangga, semua saling menghargai ilmu dan pengalaman satu sama lain—bukankah itu awal dari family sustainability yang sesungguhnya?
Di dua hari Quran Journaling ini, yuk kita belajar menemukan kebahagiaan dalam syukur dan menjaga hati tetap rendah di hadapan ilmu Allah.
Quote the Ayat
وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS An Nahl 18)
وَلَوْ اَنَّ مَا فِى الْاَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ اَقْلَامٌ وَّالْبَحْرُ يَمُدُّهٗ مِنْۢ بَعْدِهٖ سَبْعَةُ اَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمٰتُ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta) ditambah tujuh lautan lagi setelah (kering)-nya, niscaya tidak akan pernah habis kalimatullah (ditulis dengannya). Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS Luqman 27)
Understand the Context & Tafsir
Asbabun Nuzul Surat An Nahl 18
Ayat ini turun sebagai peringatan kepada manusia bahwa nikmat Allah begitu banyak dan tidak terhitung. Menurut beberapa riwayat, ayat ini turun sebagai respons terhadap kesombongan kaum musyrik Mekah yang tidak bersyukur atas karunia Allah, bahkan mereka menganggap bahwa keberhasilan mereka berasal dari usaha sendiri. Allah menegaskan bahwa nikmat-Nya tak terbatas, dan manusia tidak akan mampu menghitungnya. Bahkan dengan segala kekurangan manusia dalam bersyukur, Allah tetap Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Asbabun Nuzul Surat Luqman 27
Menurut Ibnu Abbas, ayat ini turun sebagai jawaban atas pertanyaan orang-orang Yahudi kepada Rasulullah di Madinah. Mereka berkata:
“Wahai Muhammad, engkau mengatakan bahwa ilmu yang diberikan kepada manusia sangat sedikit. Apakah yang kau maksudkan itu kami, atau kaummu?”
Rasulullah menjawab: “Keduanya.”
Mereka membantah: “Tapi di dalam Taurat kami terdapat ilmu yang sangat banyak!”
Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menegaskan bahwa ilmu Allah tidak terbatas, sementara ilmu yang diberikan kepada manusia, termasuk yang ada dalam Taurat, tetap sangat kecil dibandingkan dengan ilmu-Nya.
Tafsir Singkat Kata Istimewa dari Surah An-Nahl 18 & Luqman 27
- Surah An-Nahl 18: “لَا تُحْصُوهَا” (lā tuḥṣūhā)
Kata “لَا تُحْصُوهَا” berarti “kalian tidak akan mampu menghitungnya.” Dalam tafsirnya, para ulama menjelaskan bahwa nikmat Allah begitu luas, tak terbatas, dan terus mengalir tanpa henti. Bahkan jika manusia mencoba mencatat satu per satu, mereka tetap akan gagal karena setiap detik kehidupan dipenuhi dengan karunia yang sering tak disadari. Kata ini menunjukkan betapa lemahnya manusia dalam menyadari dan mensyukuri nikmat-Nya. - Surah Luqman 27: “بِكَلِمَاتِ اللَّهِ” (bikalimātillāh)
Kata “بِكَلِمَاتِ اللَّهِ” berarti “kalimat-kalimat Allah.” Dalam tafsirnya, ini mencakup ilmu, hikmah, dan firman Allah yang tak terbatas. Dikatakan bahwa jika seluruh lautan dijadikan tinta dan seluruh pohon menjadi pena, tetap saja tak akan mampu menuliskan ilmu dan kebijaksanaan Allah yang Maha Luas. Kata ini menegaskan bahwa keterbatasan manusia tak sebanding dengan keluasan ilmu Allah, mengajarkan kita untuk rendah hati dan terus belajar dari kebijaksanaan-Nya.
Ringkasan Tafsir An-Nahl Ayat 18
Surah An-Nahl ayat 18 menegaskan bahwa nikmat Allah begitu luas dan tak terhitung jumlahnya. Ayat ini juga menunjukkan betapa Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, karena manusia sering lalai dalam mensyukuri nikmat-Nya, namun Allah tetap mencurahkan kasih sayang-Nya tanpa henti.
- Nikmat Allah Tak Terhitung
- Allah memberikan begitu banyak nikmat kepada manusia, baik yang tampak maupun tersembunyi, di langit, darat, air, dan dalam diri mereka sendiri. Bahkan jika manusia menggunakan alat tercanggih sekalipun, mereka tidak akan mampu menghitung nikmat Allah. (Tafsir Kemenag, Tafsir Al-Muyassar, Tafsir As-Sa’di)
- Allah Maha Pengampun atas Kelalaian Manusia
- Manusia sering lalai dalam bersyukur, namun Allah tetap mengampuni mereka. Allah tidak serta-merta menghukum manusia atas kekurangannya dalam mensyukuri nikmat. (Tafsir Al-Muyassar, Zubdatut Tafsir, Tafsir Ibnu Katsir)
- Kewajiban Bersyukur
- Manusia seharusnya bersyukur atas nikmat yang mereka terima dan menggunakannya sesuai dengan tuntunan Allah. Namun, Allah tetap menerima rasa syukur yang sedikit sekalipun. (Tafsir Kemenag, Tafsir As-Sa’di)
- Kasih Sayang Allah yang Tak Terbatas
- Allah tidak segera menghukum manusia atas keingkaran mereka terhadap nikmat-Nya, melainkan tetap memberi mereka kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag)
Ringkasan Tafsir Surah Luqman ayat 27
- Ayat ini menjelaskan keluasan ilmu Allah. Seandainya seluruh pohon dijadikan pena dan lautan sebagai tintanya, ditambah tujuh lautan lagi, maka kalimat-kalimat Allah tidak akan habis tertulis.
- “Kalimat Allah” mencakup kekuasaan, ilmu, ketentuan, ciptaan-Nya, dan hakikat segala sesuatu.
- Allah Mahakeras dalam tuntutan-Nya dan Mahabijaksana dalam segala tindakan-Nya.
- Ayat ini diturunkan sebagai jawaban terhadap kaum Yahudi yang mempertanyakan pernyataan bahwa manusia hanya diberi sedikit ilmu (QS. Al-Isra: 85).
- Ayat ini menggambarkan keagungan, kebesaran, dan keluasan ilmu Allah yang tidak dapat dihitung atau dijangkau manusia.
- Penyebutan “tujuh lautan” adalah ungkapan hiperbolis (mubalagah) untuk menunjukkan bahwa ilmu Allah tidak terbatas.
- Orang-orang musyrik dahulu mengatakan kalam Allah akan habis, maka Allah menurunkan ayat ini sebagai bantahan.
- Orang-orang Yahudi juga bertanya kepada Rasulullah tentang ilmu, mengklaim bahwa Taurat mencakup segala sesuatu. Allah menjawab bahwa ilmu dalam Taurat pun sedikit dibandingkan ilmu Allah.
- Allah Mahaperkasa (tidak ada yang bisa menentang-Nya) dan Mahabijaksana (dalam semua ciptaan dan hukum-Nya).
- Jika seluruh pohon menjadi pena dan lautan menjadi tinta, ditambah tujuh lautan lagi, maka tetap tidak cukup untuk menuliskan ilmu dan kalimat-kalimat Allah.
- Allah Mahaperkasa dalam menghukum orang-orang musyrik dan Mahabijaksana dalam menciptakan serta mengatur makhluk-Nya.
- Ayat ini menetapkan sifat “kalam” (berfirman) bagi Allah secara hakiki, sesuai dengan keagungan dan kesempurnaan-Nya.
- “Kalimat Allah” adalah segala sesuatu yang difirmankan-Nya, termasuk ilmu dan hukum-hukum-Nya.
- Ketika turun ayat “dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (Al-Isra: 85), orang Yahudi membantah karena merasa memiliki Taurat yang berisi ilmu. Maka ayat ini turun sebagai jawaban bahwa ilmu manusia sangat terbatas dibandingkan ilmu Allah.
- Allah Mahaperkasa (tak terkalahkan) dan Mahabijaksana (semua makhluk-Nya berada dalam ilmu-Nya).
Sumber: Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir
- Ayat ini menunjukkan luasnya firman dan ilmu Allah yang tak terbatas, sehingga mustahil manusia bisa mencatat semuanya.
- Allah tidak memiliki awal dan akhir, sehingga firman-Nya pun tidak akan pernah habis.
- Akal manusia tidak bisa memahami secara keseluruhan sifat Allah, tetapi Allah memberikan petunjuk agar manusia bisa mengenal-Nya sebatas kemampuan mereka.
- Allah Mahaperkasa (menguasai segala sesuatu) dan Mahabijaksana (segala ciptaan dan hukum-Nya memiliki hikmah).
Sumber: Hidayatul Insan Bi Tafsiril Quran
Reflection
Berikut beberapa pertanyaan refleksi yang bisa kita renungkan saat membaca Surat An Nahl ayat 18 dan Luqman ayat 27.
- Dalam kehidupan sehari-hari, nikmat Allah begitu banyak, tetapi sering kali kita hanya fokus pada apa yang belum kita miliki. Apa satu nikmat Allah yang selama ini jarang kita syukuri, padahal sangat berharga?
- Seberapa sering kita menyadari bahwa kesehatan, keluarga, dan kesempatan untuk beribadah adalah nikmat yang luar biasa? Bagaimana cara kita meningkatkan rasa syukur terhadapnya?
- Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, bahkan ketika kita kurang bersyukur. Pernahkah kita merasa kurang bersyukur, dan bagaimana kita bisa memperbaikinya?
- Bagaimana cara kita mengubah pola pikir dari ‘ingin lebih’ menjadi ‘bersyukur atas yang ada’ dalam kehidupan finansial dan pekerjaan?
- Apa langkah kecil yang bisa kita lakukan setiap hari agar lebih sadar dan bersyukur atas nikmat Allah?
- Allah menggambarkan ilmu-Nya yang tak terbatas dengan perumpamaan pena dan lautan tinta. Bagaimana pemahaman ini mengubah cara kita dalam mencari ilmu dan menghadapi keterbatasan diri?
- Sebagai manusia, kita sering merasa ‘sudah cukup tahu’ dalam banyak hal. Bagaimana kita bisa menjaga sikap rendah hati dalam belajar, baik dalam ilmu agama maupun ilmu dunia?
- Seberapa sering kita mengandalkan pemahaman dan logika pribadi tanpa mencari ilmu dari sumber yang benar? Bagaimana cara kita lebih banyak merujuk kepada ilmu Allah dalam mengambil keputusan hidup?
- Di era informasi digital ini, kita memiliki akses ke begitu banyak ilmu. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa ilmu yang kita pelajari membawa manfaat dan mendekatkan diri kepada Allah?
- Jika ilmu Allah begitu luas dan kita hanya diberi sedikit bagian darinya, bagaimana cara kita menggunakan ilmu yang sedikit ini dengan sebaik-baiknya untuk kehidupan dunia dan akhirat?
Apply in Life
Setelah merefleksikan kandungan surat An Nahl ayat 18 dan Luqman ayat 27, kita dapat mengaplikasikannya dalam keseharian secara praktis.
1. Melatih Kebiasaan Bersyukur
Mulai hari dengan mengingat dan menyebutkan tiga nikmat Allah yang kita rasakan, baik itu kesehatan, keluarga, atau kesempatan untuk beribadah (syukr journaling).
2. Menghindari Keluhan Berlebihan
Alih-alih mengeluh tentang kekurangan, kita bisa mengganti perspektif dengan melihat sisi positif dari setiap keadaan.
3. Menggunakan Nikmat dengan Bijak
Menjaga kesehatan, menggunakan waktu dengan produktif, dan mengelola harta dengan baik adalah bentuk syukur atas nikmat yang diberikan.
4. Menunjukkan Rasa Syukur dengan Berbagi
Membantu orang lain dengan sedekah, ilmu, atau tenaga sebagai wujud syukur atas apa yang telah kita miliki.
5. Meningkatkan Kualitas Ibadah
Shalat lebih khusyuk, membaca Al-Qur’an lebih sering, dan memperbaiki akhlak sebagai cara bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya.
6. Menjaga Sikap Rendah Hati dalam Ilmu
Tidak merasa paling tahu, selalu terbuka untuk belajar dari siapa saja, termasuk dari pengalaman hidup orang lain.
7. Memprioritaskan Ilmu yang Bermanfaat
Menggunakan waktu untuk mempelajari ilmu agama dan keterampilan dunia yang bisa meningkatkan kualitas hidup dan ibadah.
8. Meningkatkan Kualitas Diri Melalui Ilmu
Memperdalam pemahaman tentang Al-Qur’an dan hadits serta mengasah keterampilan yang bermanfaat untuk pekerjaan dan kehidupan sosial.
9. Menjaga Keimanan di Era Informasi
Menyaring informasi sebelum menerimanya, menghindari hoaks, dan memastikan ilmu yang diperoleh sesuai dengan ajaran Islam.
10. Menggunakan Ilmu untuk Kebaikan
Mengajarkan orang lain, mendidik anak dengan pemahaman yang benar, dan menggunakan ilmu untuk menyebarkan manfaat bagi masyarakat.
Next Ayah
Setelah menyadari betapa tak terhitungnya nikmat Allah yang Maha Kaya (An-Nahl: 18) dan betapa luasnya ilmu Allah yang Maha Bijaksana (Luqman: 27), kita akan melangkah lebih jauh dalam menjaga logika agar tetap sesuai fitrah.
Emang sih, kadang, kita merasa lelah berjuang, bertanya-tanya apakah usaha kita benar-benar bernilai di hadapan Allah. Di quran journaling day 24 & 25 lah Surah Muhammad ayat 7 memberi kita kepastian: jika kita menolong agama Allah, maka Allah akan menolong kita dan meneguhkan kedudukan kita. Lalu, bagaimana jika kita merasa kehidupan ini tak adil? Ali Imran ayat 26 mengingatkan bahwa semua kekuasaan ada di tangan Allah, dan Dialah yang memberi serta mencabut kekuasaan sesuai kehendak-Nya. Artinya, kita tak perlu khawatir berlebihan—Allah Maha Pemurah dan Maha Kuasa. Mari kita tadabburi dua ayat ini agar hati kita semakin mantap dalam menggantungkan harapan hanya kepada-Nya.
Kesimpulan
Dari An-Nahl ayat 18, kita belajar bahwa syukur adalah kunci ketenangan dan kebahagiaan. Nikmat Allah begitu banyak hingga tak bisa kita hitung, dan ketika kita mulai menyadari serta menghargainya, hati kita akan lebih ringan. Syukur bukan hanya tentang mengucapkan “Alhamdulillah,” tetapi juga tentang cara kita memandang hidup; apakah kita fokus pada apa yang kita miliki atau terus mengejar yang belum ada?
Sementara itu, Luqman ayat 27 mengingatkan kita bahwa ilmu Allah tak terbatas, sedangkan ilmu kita sangat kecil. Kesadaran ini seharusnya membuat kita lebih humble, lebih mau belajar, dan lebih terbuka dalam menerima nasihat, terutama dalam keluarga. Dalam rumah tangga yang harmonis, tidak ada yang merasa paling benar, tetapi semua saling mendukung dan belajar bersama.
Jadi, jika ingin membangun self-healing yang kuat dan keluarga yang berkelanjutan (family sustainability), kita perlu mengimani Allah yang Maha Kaya lagi Maha Bijaksana, dengan hati yang selalu bersyukur dan pikiran yang selalu rendah hati dalam belajar. Dengan begitu, hidup kita akan lebih tenang, penuh makna, dan jauh dari beban yang sebenarnya tak perlu kita pikul.
Referensi
- Tafsir Kemenag An Nahl 18 dan Luqman 27
- Tafsir Ibnu Katsir An Nahl 18 dan Luqman 27
- Tafsir Al Muyassar An Nahl 18 dan Luqman 27
- Tafsir As Sa’di An Nahl 18 dan Luqman 27
- Tafsir Web An Nahl 18 dan Luqman 27