Mensyukuri Nikmat yang Tak Terhitung, Mentakjubi Ilmu yang Tak Terbilang: Self Healing Lewat Tadabbur Surat An Nahl 18 dan Luqman 27

Quran Journaling Day 22 & 23 Bersama SAHAL: Menyadari Allah Sebagai The Best Provider Melalui Tadabbur Surat An Nahl Ayat 18 dan Luqman Ayat 27

Published by: Aryanty | Date: 5 February 2025

Insecure lihat orang-orang punya hidup yang lebih mudah, lebih bahagia, lebih segalanya? Pas lihat media sosial, makin terasa kalau kita kurang ini dan itu. Please stop, coba deh, kita tarik napas sebentar… lalu ingat: berapa banyak nikmat Allah yang sebenarnya sudah kita punya?

Kadang kita sibuk mencari kebahagiaan di luar sana, padahal kebahagiaan itu lahir dari hati yang bersyukur. Maha Kaya Allah yang sudah mengingatkan kita dalam An-Nahl ayat 18 bahwa nikmat-Nya itu tak akan bisa kita hitung. Artinya, kalau kita terus mencari-cari apa yang kurang, kita nggak akan pernah puas. Tapi kalau kita fokus pada yang sudah ada, hati kita jadi lebih ringan, lebih damai—dan ini salah satu kunci self-healing yang sering kita abaikan.

Nah, pas masuk ke Luqman ayat 27, kita makin merenung lebih dalam deh. Betapa luasnya ilmu Allah yang Maha Bijaksana, sampai seandainya semua lautan di dunia ini jadi tinta, tetap nggak akan cukup untuk menuliskannya! Ini tamparan lembut buat kita yang kadang merasa paling tahu atau sulit menerima nasihat. Kalau kita bisa rendah hati dalam belajar dan sadar bahwa ilmu kita hanyalah setitik kecil dari kebesaran Allah, keluarga kita pun akan lebih harmonis. Bayangkan kalau dalam rumah tangga, semua saling menghargai ilmu dan pengalaman satu sama lain—bukankah itu awal dari family sustainability yang sesungguhnya?

Di dua hari Quran Journaling ini, yuk kita belajar menemukan kebahagiaan dalam syukur dan menjaga hati tetap rendah di hadapan ilmu Allah.

Quote the Ayat

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS An Nahl 18)

 

وَلَوْ اَنَّ مَا فِى الْاَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ اَقْلَامٌ وَّالْبَحْرُ يَمُدُّهٗ مِنْۢ بَعْدِهٖ سَبْعَةُ اَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمٰتُ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta) ditambah tujuh lautan lagi setelah (kering)-nya, niscaya tidak akan pernah habis kalimatullah (ditulis dengannya). Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS Luqman 27)

 

Understand the Context & Tafsir

Asbabun Nuzul Surat An Nahl 18

Ayat ini turun sebagai peringatan kepada manusia bahwa nikmat Allah begitu banyak dan tidak terhitung. Menurut beberapa riwayat, ayat ini turun sebagai respons terhadap kesombongan kaum musyrik Mekah yang tidak bersyukur atas karunia Allah, bahkan mereka menganggap bahwa keberhasilan mereka berasal dari usaha sendiri. Allah menegaskan bahwa nikmat-Nya tak terbatas, dan manusia tidak akan mampu menghitungnya. Bahkan dengan segala kekurangan manusia dalam bersyukur, Allah tetap Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Asbabun Nuzul Surat Luqman 27

Menurut Ibnu Abbas, ayat ini turun sebagai jawaban atas pertanyaan orang-orang Yahudi kepada Rasulullah di Madinah. Mereka berkata:

“Wahai Muhammad, engkau mengatakan bahwa ilmu yang diberikan kepada manusia sangat sedikit. Apakah yang kau maksudkan itu kami, atau kaummu?”

Rasulullah menjawab: “Keduanya.”
Mereka membantah: “Tapi di dalam Taurat kami terdapat ilmu yang sangat banyak!”

Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menegaskan bahwa ilmu Allah tidak terbatas, sementara ilmu yang diberikan kepada manusia, termasuk yang ada dalam Taurat, tetap sangat kecil dibandingkan dengan ilmu-Nya.

Tafsir Singkat Kata Istimewa dari Surah An-Nahl 18 & Luqman 27

  1. Surah An-Nahl 18: “لَا تُحْصُوهَا” (lā tuḥṣūhā)
    Kata “لَا تُحْصُوهَا” berarti “kalian tidak akan mampu menghitungnya.” Dalam tafsirnya, para ulama menjelaskan bahwa nikmat Allah begitu luas, tak terbatas, dan terus mengalir tanpa henti. Bahkan jika manusia mencoba mencatat satu per satu, mereka tetap akan gagal karena setiap detik kehidupan dipenuhi dengan karunia yang sering tak disadari. Kata ini menunjukkan betapa lemahnya manusia dalam menyadari dan mensyukuri nikmat-Nya.
  2. Surah Luqman 27: “بِكَلِمَاتِ اللَّهِ” (bikalimātillāh)
    Kata “بِكَلِمَاتِ اللَّهِ” berarti “kalimat-kalimat Allah.” Dalam tafsirnya, ini mencakup ilmu, hikmah, dan firman Allah yang tak terbatas. Dikatakan bahwa jika seluruh lautan dijadikan tinta dan seluruh pohon menjadi pena, tetap saja tak akan mampu menuliskan ilmu dan kebijaksanaan Allah yang Maha Luas. Kata ini menegaskan bahwa keterbatasan manusia tak sebanding dengan keluasan ilmu Allah, mengajarkan kita untuk rendah hati dan terus belajar dari kebijaksanaan-Nya.

Ringkasan Tafsir An-Nahl Ayat 18

Surah An-Nahl ayat 18 menegaskan bahwa nikmat Allah begitu luas dan tak terhitung jumlahnya. Ayat ini juga menunjukkan betapa Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, karena manusia sering lalai dalam mensyukuri nikmat-Nya, namun Allah tetap mencurahkan kasih sayang-Nya tanpa henti.

  1. Nikmat Allah Tak Terhitung
    • Allah memberikan begitu banyak nikmat kepada manusia, baik yang tampak maupun tersembunyi, di langit, darat, air, dan dalam diri mereka sendiri. Bahkan jika manusia menggunakan alat tercanggih sekalipun, mereka tidak akan mampu menghitung nikmat Allah. (Tafsir Kemenag, Tafsir Al-Muyassar, Tafsir As-Sa’di)
  2. Allah Maha Pengampun atas Kelalaian Manusia
    • Manusia sering lalai dalam bersyukur, namun Allah tetap mengampuni mereka. Allah tidak serta-merta menghukum manusia atas kekurangannya dalam mensyukuri nikmat. (Tafsir Al-Muyassar, Zubdatut Tafsir, Tafsir Ibnu Katsir)
  3. Kewajiban Bersyukur
    • Manusia seharusnya bersyukur atas nikmat yang mereka terima dan menggunakannya sesuai dengan tuntunan Allah. Namun, Allah tetap menerima rasa syukur yang sedikit sekalipun. (Tafsir Kemenag, Tafsir As-Sa’di)
  4. Kasih Sayang Allah yang Tak Terbatas
    • Allah tidak segera menghukum manusia atas keingkaran mereka terhadap nikmat-Nya, melainkan tetap memberi mereka kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag)

Ringkasan Tafsir Surah Luqman ayat 27

  • Ayat ini menjelaskan keluasan ilmu Allah. Seandainya seluruh pohon dijadikan pena dan lautan sebagai tintanya, ditambah tujuh lautan lagi, maka kalimat-kalimat Allah tidak akan habis tertulis.
  • “Kalimat Allah” mencakup kekuasaan, ilmu, ketentuan, ciptaan-Nya, dan hakikat segala sesuatu.
  • Allah Mahakeras dalam tuntutan-Nya dan Mahabijaksana dalam segala tindakan-Nya.
  • Ayat ini diturunkan sebagai jawaban terhadap kaum Yahudi yang mempertanyakan pernyataan bahwa manusia hanya diberi sedikit ilmu (QS. Al-Isra: 85).

Sumber: Tafsir Kemenag

  • Ayat ini menggambarkan keagungan, kebesaran, dan keluasan ilmu Allah yang tidak dapat dihitung atau dijangkau manusia.
  • Penyebutan “tujuh lautan” adalah ungkapan hiperbolis (mubalagah) untuk menunjukkan bahwa ilmu Allah tidak terbatas.
  • Orang-orang musyrik dahulu mengatakan kalam Allah akan habis, maka Allah menurunkan ayat ini sebagai bantahan.
  • Orang-orang Yahudi juga bertanya kepada Rasulullah tentang ilmu, mengklaim bahwa Taurat mencakup segala sesuatu. Allah menjawab bahwa ilmu dalam Taurat pun sedikit dibandingkan ilmu Allah.
  • Allah Mahaperkasa (tidak ada yang bisa menentang-Nya) dan Mahabijaksana (dalam semua ciptaan dan hukum-Nya).

Sumber: Tafsir Ibnu Katsir

  • Jika seluruh pohon menjadi pena dan lautan menjadi tinta, ditambah tujuh lautan lagi, maka tetap tidak cukup untuk menuliskan ilmu dan kalimat-kalimat Allah.
  • Allah Mahaperkasa dalam menghukum orang-orang musyrik dan Mahabijaksana dalam menciptakan serta mengatur makhluk-Nya.
  • Ayat ini menetapkan sifat “kalam” (berfirman) bagi Allah secara hakiki, sesuai dengan keagungan dan kesempurnaan-Nya.

Sumber: Tafsir Al-Muyassar

  • “Kalimat Allah” adalah segala sesuatu yang difirmankan-Nya, termasuk ilmu dan hukum-hukum-Nya.
  • Ketika turun ayat “dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (Al-Isra: 85), orang Yahudi membantah karena merasa memiliki Taurat yang berisi ilmu. Maka ayat ini turun sebagai jawaban bahwa ilmu manusia sangat terbatas dibandingkan ilmu Allah.
  • Allah Mahaperkasa (tak terkalahkan) dan Mahabijaksana (semua makhluk-Nya berada dalam ilmu-Nya).

Sumber: Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir

  • Ayat ini menunjukkan luasnya firman dan ilmu Allah yang tak terbatas, sehingga mustahil manusia bisa mencatat semuanya.
  • Allah tidak memiliki awal dan akhir, sehingga firman-Nya pun tidak akan pernah habis.
  • Akal manusia tidak bisa memahami secara keseluruhan sifat Allah, tetapi Allah memberikan petunjuk agar manusia bisa mengenal-Nya sebatas kemampuan mereka.
  • Allah Mahaperkasa (menguasai segala sesuatu) dan Mahabijaksana (segala ciptaan dan hukum-Nya memiliki hikmah).

Sumber: Hidayatul Insan Bi Tafsiril Quran

Reflection

Berikut beberapa pertanyaan refleksi yang bisa kita renungkan saat membaca Surat An Nahl ayat 18 dan Luqman ayat 27.

  1. Dalam kehidupan sehari-hari, nikmat Allah begitu banyak, tetapi sering kali kita hanya fokus pada apa yang belum kita miliki. Apa satu nikmat Allah yang selama ini jarang kita syukuri, padahal sangat berharga?
  2. Seberapa sering kita menyadari bahwa kesehatan, keluarga, dan kesempatan untuk beribadah adalah nikmat yang luar biasa? Bagaimana cara kita meningkatkan rasa syukur terhadapnya?
  3. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, bahkan ketika kita kurang bersyukur. Pernahkah kita merasa kurang bersyukur, dan bagaimana kita bisa memperbaikinya?
  4. Bagaimana cara kita mengubah pola pikir dari ‘ingin lebih’ menjadi ‘bersyukur atas yang ada’ dalam kehidupan finansial dan pekerjaan?
  5. Apa langkah kecil yang bisa kita lakukan setiap hari agar lebih sadar dan bersyukur atas nikmat Allah?
  6. Allah menggambarkan ilmu-Nya yang tak terbatas dengan perumpamaan pena dan lautan tinta. Bagaimana pemahaman ini mengubah cara kita dalam mencari ilmu dan menghadapi keterbatasan diri?
  7. Sebagai manusia, kita sering merasa ‘sudah cukup tahu’ dalam banyak hal. Bagaimana kita bisa menjaga sikap rendah hati dalam belajar, baik dalam ilmu agama maupun ilmu dunia?
  8. Seberapa sering kita mengandalkan pemahaman dan logika pribadi tanpa mencari ilmu dari sumber yang benar? Bagaimana cara kita lebih banyak merujuk kepada ilmu Allah dalam mengambil keputusan hidup?
  9. Di era informasi digital ini, kita memiliki akses ke begitu banyak ilmu. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa ilmu yang kita pelajari membawa manfaat dan mendekatkan diri kepada Allah?
  10. Jika ilmu Allah begitu luas dan kita hanya diberi sedikit bagian darinya, bagaimana cara kita menggunakan ilmu yang sedikit ini dengan sebaik-baiknya untuk kehidupan dunia dan akhirat?

Apply in Life

Setelah merefleksikan kandungan surat An Nahl ayat 18 dan Luqman ayat 27, kita dapat mengaplikasikannya dalam keseharian secara praktis.

1. Melatih Kebiasaan Bersyukur

Mulai hari dengan mengingat dan menyebutkan tiga nikmat Allah yang kita rasakan, baik itu kesehatan, keluarga, atau kesempatan untuk beribadah (syukr journaling).

2. Menghindari Keluhan Berlebihan

Alih-alih mengeluh tentang kekurangan, kita bisa mengganti perspektif dengan melihat sisi positif dari setiap keadaan.

3. Menggunakan Nikmat dengan Bijak

Menjaga kesehatan, menggunakan waktu dengan produktif, dan mengelola harta dengan baik adalah bentuk syukur atas nikmat yang diberikan.

4. Menunjukkan Rasa Syukur dengan Berbagi

Membantu orang lain dengan sedekah, ilmu, atau tenaga sebagai wujud syukur atas apa yang telah kita miliki.

5. Meningkatkan Kualitas Ibadah

Shalat lebih khusyuk, membaca Al-Qur’an lebih sering, dan memperbaiki akhlak sebagai cara bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya.

6. Menjaga Sikap Rendah Hati dalam Ilmu

Tidak merasa paling tahu, selalu terbuka untuk belajar dari siapa saja, termasuk dari pengalaman hidup orang lain.

7. Memprioritaskan Ilmu yang Bermanfaat

Menggunakan waktu untuk mempelajari ilmu agama dan keterampilan dunia yang bisa meningkatkan kualitas hidup dan ibadah.

8. Meningkatkan Kualitas Diri Melalui Ilmu

Memperdalam pemahaman tentang Al-Qur’an dan hadits serta mengasah keterampilan yang bermanfaat untuk pekerjaan dan kehidupan sosial.

9. Menjaga Keimanan di Era Informasi

Menyaring informasi sebelum menerimanya, menghindari hoaks, dan memastikan ilmu yang diperoleh sesuai dengan ajaran Islam.

10. Menggunakan Ilmu untuk Kebaikan

Mengajarkan orang lain, mendidik anak dengan pemahaman yang benar, dan menggunakan ilmu untuk menyebarkan manfaat bagi masyarakat.

Next Ayah

Setelah menyadari betapa tak terhitungnya nikmat Allah yang Maha Kaya (An-Nahl: 18) dan betapa luasnya ilmu Allah yang Maha Bijaksana (Luqman: 27), kita akan melangkah lebih jauh dalam menjaga logika agar tetap sesuai fitrah.

Emang sih, kadang, kita merasa lelah berjuang, bertanya-tanya apakah usaha kita benar-benar bernilai di hadapan Allah. Di quran journaling day 24 & 25 lah Surah Muhammad ayat 7 memberi kita kepastian: jika kita menolong agama Allah, maka Allah akan menolong kita dan meneguhkan kedudukan kita. Lalu, bagaimana jika kita merasa kehidupan ini tak adil? Ali Imran ayat 26 mengingatkan bahwa semua kekuasaan ada di tangan Allah, dan Dialah yang memberi serta mencabut kekuasaan sesuai kehendak-Nya. Artinya, kita tak perlu khawatir berlebihan—Allah Maha Pemurah dan Maha Kuasa. Mari kita tadabburi dua ayat ini agar hati kita semakin mantap dalam menggantungkan harapan hanya kepada-Nya.

Kesimpulan

Dari An-Nahl ayat 18, kita belajar bahwa syukur adalah kunci ketenangan dan kebahagiaan. Nikmat Allah begitu banyak hingga tak bisa kita hitung, dan ketika kita mulai menyadari serta menghargainya, hati kita akan lebih ringan. Syukur bukan hanya tentang mengucapkan “Alhamdulillah,” tetapi juga tentang cara kita memandang hidup; apakah kita fokus pada apa yang kita miliki atau terus mengejar yang belum ada?

Sementara itu, Luqman ayat 27 mengingatkan kita bahwa ilmu Allah tak terbatas, sedangkan ilmu kita sangat kecil. Kesadaran ini seharusnya membuat kita lebih humble, lebih mau belajar, dan lebih terbuka dalam menerima nasihat, terutama dalam keluarga. Dalam rumah tangga yang harmonis, tidak ada yang merasa paling benar, tetapi semua saling mendukung dan belajar bersama.

Jadi, jika ingin membangun self-healing yang kuat dan keluarga yang berkelanjutan (family sustainability), kita perlu mengimani Allah yang Maha Kaya lagi Maha Bijaksana, dengan hati yang selalu bersyukur dan pikiran yang selalu rendah hati dalam belajar. Dengan begitu, hidup kita akan lebih tenang, penuh makna, dan jauh dari beban yang sebenarnya tak perlu kita pikul.

Referensi

  • Tafsir Kemenag An Nahl 18 dan Luqman 27
  • Tafsir Ibnu Katsir An Nahl 18 dan Luqman 27
  • Tafsir Al Muyassar An Nahl 18 dan Luqman 27
  • Tafsir As Sa’di An Nahl 18 dan Luqman 27
  • Tafsir Web An Nahl 18 dan Luqman 27

Let Go and Trust Allah: Seni Melepas Kekhawatiran dan Percaya Penuh pada Rencana Allah Seperti Ibunda Musa AS

Quran Journaling Day 20 & 21 Bersama SAHAL: Menyadari Allah Sebagai Devine Support System Melalui Tadabbur Surat Al Qasas Ayat 7 dan Fatir Ayat 15

Published by: Aryanty | Date: 4 February 2025

Kalian gini juga, gak sih? Merasa sudah merencanakan semuanya dengan matang, tapi tetap ada hal-hal di luar kendali yang bikin cemas. Kayak kita terlalu sibuk mengatur segalanya sendiri, sampai lupa kalau ada Dzat yang Maha Mengatur segalanya dengan cara terbaik. Kalau kita samaan, di Quran Journaling kali ini, kita sama-sama belajar dari Surat Al Qasas ayat 7 tentang bagaimana Allah sebagai Perencana Terbaik, bahkan dalam situasi paling sulit sekalipun.

Terusss, kita juga merenungi Surat Fatir ayat 15, yang mengingatkan bahwa Allah itu Maha Kaya dan Maha Perkasa. Supaya apa? Biar kita gak merasa kurang melulu, takut masa depan, sulit melepaskan, atau terlalu bergantung pada manusia, sebab kita sadar bahwa the devine support system adalah Allah Ta’ala. Yuk, kita renungkan bareng, biar hati lebih tenang dan semakin yakin bahwa Allah selalu mencukupi segalanya untuk kita!

Quote the Ayat

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِۚ فَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْۚ اِنَّا رَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ
Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul.” (QS Al Qasas: 7)

Terjemah perkata Al Qasas ayat 7

 

۞ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اَنْتُمُ الْفُقَرَاۤءُ اِلَى اللّٰهِۚ وَاللّٰهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ
Wahai manusia, kamulah yang memerlukan Allah. Hanya Allah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji. (QS Fatir: 15)

Terjemah perkata Fatir ayat 15

Understand the Context & Tafsir

Asbabun Nuzul Surat Al Qasas Ayat 7

Ayat ini berkaitan dengan perintah Allah kepada ibunda Nabi Musa ‘alaihi salaam saat Fir’aun memerintahkan pembunuhan bayi laki-laki Bani Israil. Dalam kondisi penuh ketakutan, Allah mewahyukan kepada ibu Musa untuk tetap menyusui anaknya dan jika situasi semakin berbahaya, meletakkannya di sungai dengan keyakinan bahwa Allah akan mengembalikannya. Peristiwa ini menunjukkan bahwa Allah adalah Perencana Terbaik dalam setiap kejadian hidup, bahkan dalam situasi yang tampak mustahil.

Asbabun Nuzul Surat Fatir Ayat 15

Ayat ini tidak memiliki asbabun nuzul khusus, tetapi secara umum turun sebagai pengingat bagi manusia agar tidak sombong dan menyadari ketergantungan mereka kepada Allah. Dalam kehidupan, sering kali manusia merasa mampu berdiri sendiri tanpa Allah, padahal sesungguhnya kita sangat membutuhkan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Ayat ini menegaskan bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kaya dan Maha Perkasa, sementara manusia selalu dalam keadaan membutuhkan pertolongan-Nya.

Tafsiran Kata Istimewa dari Al Qasas Ayat 7 dan Fatir Ayat 15

1. Surat Al Qasas Ayat 7

Kata “وَلَا تَحْزَنِي” (Wa Laa Tahzani – Jangan Bersedih)
Allah langsung menghibur dan menenangkan hati ibu Musa dengan firman-Nya. Larangan bersedih ini bukan sekadar instruksi, tetapi bukti kasih sayang Allah yang memahami betul kecemasan seorang ibu. Ini mengajarkan bahwa dalam situasi paling sulit sekalipun, Allah hadir dengan janji pertolongan. Dalam kehidupan, siapa pun yang sedang mengalami kegelisahan dan ketakutan, hendaknya yakin bahwa Allah memiliki rencana terbaik dan menghibur hati hamba-Nya.

2. Surat Fatir Ayat 15 

Kata “ٱلْفُقَرَآءُ” (Al-Fuqaraa’ – Orang-orang Fakir/Memerlukan Allah)
Kata ini menunjukkan ketergantungan mutlak manusia kepada Allah dalam segala aspek kehidupan. Manusia tidak memiliki daya dan kekuatan tanpa izin-Nya, bahkan dalam perkara sekecil bernapas sekalipun. Ini menjadi pengingat bahwa saat merasa kuat, sukses, atau cukup, tetap harus menyadari bahwa semua itu datang dari Allah. Sebaliknya, saat merasa lemah dan tak berdaya, mengakui kefakiran di hadapan Allah adalah kunci mendapatkan pertolongan dan keberkahan-Nya.

Kedua kata ini mengajarkan ketenangan hati dan kesadaran Tauhid bahwa hanya Allah yang selalu membersamai hamba-Nya, baik dalam ujian maupun kebutuhannya.

Reflection

Berikut beberapa pertanyaan refleksi yang bisa kita renungkan saat membaca Surat Al Qasas ayat 7 dan Fatir ayat 15.

  1. Seberapa besar kepercayaanku kepada Allah dalam menghadapi ujian hidup yang berat?
  2. Apakah aku lebih sering mengikuti logika manusia atau bertawakal kepada ketetapan Allah?
  3. Dalam peranku sebagai orang tua, pasangan, atau anak, bagaimana aku bisa lebih yakin bahwa kepatuhan kepada Allah pasti membawa kebaikan?
  4. Pernahkah aku mengalami situasi di mana aku harus melepaskan sesuatu demi kebaikan yang lebih besar? Bagaimana aku menyikapinya?
  5. Dalam kesibukan pekerjaanku dan urusan dunia, apakah aku masih merasa bergantung sepenuhnya kepada Allah?
  6. Seberapa sering aku merasa cukup dengan usahaku sendiri tanpa menyadari bahwa semua itu dari Allah?
  7. Bagaimana aku bisa lebih banyak bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi?
  8. Jika aku sadar bahwa aku selalu membutuhkan Allah, bagaimana aku bisa meningkatkan hubungan dan komunikasi dengan-Nya setiap hari?

Apply in Life

Setelah merefleksikan kandungan surat Al Qasas ayat 7 dan Fatir ayat 15, kita dapat mengaplikasikannya dalam keseharian secara praktis.

  • Berani mengambil keputusan besar (kuliah, karier, menikah) dengan tetap bertawakal kepada Allah.
  • Mengasuh anak dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan menjaga mereka, meskipun ada kekhawatiran masa depan.
  • Melepas anak-anak yang mulai mandiri dengan doa dan kepercayaan bahwa Allah adalah sebaik-baik penjaga.
  • Tidak sombong dengan pencapaian akademik/karier, tetap konsisten meminta bimbingan Allah.
  • Menyadari bahwa rezeki, kesehatan, dan kebahagiaan keluarga adalah anugerah Allah, bukan sekadar hasil kerja keras sendiri.
  • Lebih banyak bersyukur, beribadah, dan berbagi dengan orang lain, karena semakin sadar bahwa segala sesuatu berasal dari Allah.

Next Ayah

Setelah merenungi betapa manusia sangat membutuhkan Allah sebagai the devine support system dalam setiap aspek kehidupan, pada quran journaling day 22 & 23, kita akan mendalami betapa besar kasih sayang-Nya. Surat An-Nahl ayat 18 mengingatkan bahwa nikmat Allah begitu luas hingga tak terhitung. Kemudian kita akan merenungi surat Luqman ayat 27 yang menegaskan kebijaksanaan-Nya yang tak terhingga. Segala ketetapan-Nya dalam hidup kita, baik yang kita pahami maupun yang terasa sulit, semuanya penuh hikmah.

Kesimpulan

Dalam perjalanan self-healing, Al Qasas ayat 7 mengajarkan kita untuk percaya pada rencana Allah meski sulit dipahami. Seperti ibunda Musa ‘alaihi salaam yang diperintahkan untuk melepaskan anaknya, ada kalanya kita harus melepaskan sesuatu dengan keyakinan bahwa Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik.

Sementara itu, Fatir ayat 15 mengingatkan bahwa kita sepenuhnya bergantung kepada Allah. Kesadaran ini membantu kita berhenti mencari validasi dari manusia dan lebih fokus meminta kekuatan kepada-Nya sebagai support system sejati. Ketika kita menyadari bahwa hanya Allah yang benar-benar mampu menolong, hati menjadi lebih ringan, lebih berserah, dan proses penyembuhan diri menjadi lebih bermakna.

Referensi

  • Tafsir Kemenag Al Qasas 7 dan Fatir 15
  • Tafsir Ibnu Katsir Al Qasas 7 dan Fatir 15
  • Tafsir Al Muyassar Al Qasas 7 dan Fatir 15
  • Tafsir As Sa’di Al Qasas 7 dan Fatir 15
  • Tafsir Web Al Qasas 7 dan Fatir 15

 

Dua Ayat Ini Bikin Kamu Makin Berani Menghadapi Kenyataan dan Konflik

Quran Journaling Day 18 & 19 Bersama SAHAL: Berani Menghadapi Kenyataan dan Ikhlas Menerima Takdir Melalui Tadabbur Surat An Nisa Ayat 45 dan Yusuf Ayat 45

Published by: Aryanty | Date: 1 February 2025

Ketakutan atau trauma sering kali menjadi belenggu yang menghambat langkah kita. Rasa cemas akan masa depan, takut menghadapi kegagalan, trauma masa lalu, atau bahkan khawatir terhadap pandangan orang lain bisa membuat hati terasa sempit. Namun, tahukah kamu? Allah telah memberi kita jalan keluar dari ketakutan ini. Bukan dengan melawannya sendiri, tapi dengan bersandar kepada-Nya sepenuhnya.

Dalam Quran Journaling Day 18 dan 19, kita akan merenungi dua ayat penuh makna: An-Nisa ayat 45 yang mengajarkan bahwa hanya Allah sebaik-baiknya pelindung dari segala ancaman, serta Yusuf ayat 100 yang mengajarkan keikhlasan total dalam menerima takdir setelah melewati berbagai ujian. Dua ayat ini adalah kunci untuk melepaskan rasa takut dan menemukan ketenangan sejati dalam berserah. Mari kita pelajari bersama dan rasakan bagaimana kedekatan dengan Allah mampu menjadi penyembuh terbaik dalam proses self-healing kita!

Quote the Ayat

وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِاَعْدَاۤىِٕكُمْۗ وَكَفٰى بِاللّٰهِ وَلِيًّاۙ وَّكَفٰى بِاللّٰهِ نَصِيْرًا
Allah lebih tahu (daripada kamu) tentang musuh-musuhmu. Cukuplah Allah menjadi pelindung dan cukuplah Allah menjadi penolong (kamu). (An Nisa: 45)

وَرَفَعَ اَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوْا لَهٗ سُجَّدًاۚ وَقَالَ يٰٓاَبَتِ هٰذَا تَأْوِيْلُ رُءْيَايَ مِنْ قَبْلُۖ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّيْ حَقًّاۗ وَقَدْ اَحْسَنَ بِيْٓ اِذْ اَخْرَجَنِيْ مِنَ السِّجْنِ وَجَاۤءَ بِكُمْ مِّنَ الْبَدْوِ مِنْۢ بَعْدِ اَنْ نَّزَغَ الشَّيْطٰنُ بَيْنِيْ وَبَيْنَ اِخْوَتِيْۗ اِنَّ رَبِّيْ لَطِيْفٌ لِّمَا يَشَاۤءُۗ اِنَّهٗ هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
Dia (Yusuf) menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. Mereka tunduk bersujud kepadanya (Yusuf). Dia (Yusuf) berkata, “Wahai ayahku, inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Sungguh, Tuhanku telah menjadikannya kenyataan. Sungguh, Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Yusuf:100)

Understand the Context & Tafsir

Asbabun Nuzul An-Nisa Ayat 45

Ayat ini turun dalam konteks peringatan kepada kaum Muslimin tentang bahaya orang-orang Yahudi di Madinah yang selalu merencanakan tipu daya terhadap Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin. Mereka sering menunjukkan permusuhan secara tersembunyi dan menyebarkan fitnah. Allah mengingatkan kaum Muslimin agar tidak takut kepada mereka, karena Allah sendiri adalah sebaik-baiknya pelindung dan penolong.

Ayat ini menjadi penguat bagi kaum Muslimin untuk tetap teguh dalam iman, tidak terpengaruh oleh intimidasi, dan hanya bersandar kepada Allah dalam menghadapi musuh-musuh mereka.

Tafsir An-Nisa Ayat 45

Allah menegaskan bahwa Dia lebih mengetahui musuh-musuh kaum Muslimin dibanding mereka sendiri. Musuh-musuh ini sering menyembunyikan permusuhan di balik sikap yang terlihat baik, padahal tujuan mereka adalah menyesatkan dan menjauhkan kaum Muslimin dari jalan yang benar.

Allah mengingatkan kaum Muslimin untuk tidak tertipu oleh musuh-musuh tersebut dan agar selalu bersandar kepada-Nya. Hanya Allah yang mampu memberikan perlindungan sejati dan menolong kaum beriman dalam menghadapi ancaman.

Ayat ini juga menanamkan keyakinan bahwa cukuplah Allah sebagai wali (pelindung) dan nashir (penolong). Maka, orang-orang beriman harus bertawakal kepada Allah dan tidak khawatir terhadap tipu daya musuh, karena Allah pasti akan menolong mereka dan menjaga dari keburukan yang mereka rencanakan.

Pelajaran dari Ayat Ini:

  1. Dalam hidup akan selalu ada tantangan, musuh, dan rintangan. Namun, kita tidak perlu terlalu khawatir karena Allah Maha Mengetahui siapa musuh kita dan Dia adalah satu-satunya pelindung serta penolong yang sejati
  2. Tetap berusaha dengan cara yang benar, menjauhi kezaliman, dan menyerahkan segala urusan kepada Allah dengan penuh keikhlasan.

Asbabun Nuzul Yusuf Ayat 100

Ayat ini turun setelah kisah panjang perjuangan Nabi Yusuf ‘alaihis salam yang mengalami berbagai ujian, mulai dari dikhianati saudara-saudaranya, dijual sebagai budak, difitnah, hingga dipenjara. Setelah melewati semua itu dengan kesabaran dan tawakal, akhirnya Allah mengangkat derajatnya sebagai pemimpin di Mesir.

Ketika keluarganya datang dan bersujud sebagai bentuk penghormatan, Nabi Yusuf pun menyadari bahwa semua ujian yang ia lalui adalah bagian dari rencana Allah yang indah. Ayat ini menjadi pelajaran besar tentang keikhlasan dalam menerima takdir Allah dan keyakinan bahwa setiap ujian akan berakhir dengan kebaikan bagi mereka yang bersabar dan berserah diri sepenuhnya kepada-Nya.

Ringkasan Tafsir Surah Yusuf Ayat 100

Ayat ini menggambarkan momen penuh haru ketika Nabi Yusuf mengangkat kedua orang tuanya ke atas singgasananya sebagai bentuk penghormatan. Keluarganya, termasuk sebelas saudaranya, lalu bersujud kepadanya sebagai bentuk penghormatan yang diperbolehkan dalam syariat mereka saat itu.

Nabi Yusuf kemudian menyampaikan kepada ayahnya bahwa peristiwa ini merupakan perwujudan dari mimpinya semasa kecil, yang telah Allah SWT jadikan kenyataan. Ia menyatakan bahwa Allah telah melimpahkan banyak kebaikan kepadanya, termasuk membebaskannya dari penjara dan mempertemukan kembali keluarganya setelah setan memicu perselisihan antara dirinya dan saudara-saudaranya.

Dalam ayat ini, Yusuf menunjukkan akhlak yang luhur dengan tidak menyebutkan kejadian saat ia dilempar ke dalam sumur agar tidak menyakiti hati saudara-saudaranya. Ia juga menisbatkan kesalahan kepada setan, bukan kepada mereka secara langsung.

Ayat ini menutup dengan penegasan bahwa Allah SWT Maha Lembut dalam ketetapan-Nya, Maha Mengetahui segala hikmah di balik kejadian, serta Mahabijaksana dalam menentukan segala sesuatu.

Pelajaran dari Ayat Ini:

  1. Penghormatan kepada orang tua adalah akhlak yang harus dijaga, terutama ketika seseorang berada di posisi tinggi.
  2. Kesabaran dan keimanan kepada Allah akan membawa kebahagiaan dan akhir yang baik.
  3. Mimpi yang benar bisa menjadi pertanda masa depan, meskipun takwilnya bisa baru terwujud setelah bertahun-tahun.
  4. Keindahan akhlak Nabi Yusuf, yang tidak membalas dendam dan justru menjaga perasaan saudara-saudaranya.
  5. Allah Maha Lembut dalam takdir-Nya, sering kali kebaikan datang dari ujian yang tidak kita sadari hikmahnya.

Reflection

Berikut beberapa pertanyaan refleksi yang bisa kita renungkan saat membaca Surat An Nisa ayat 45 dan Yusuf ayat 100.

  1. Sejauh mana aku benar-benar percaya bahwa Allah adalah satu-satunya pelindung dan penolong dalam hidupku?
  2. Ketika menghadapi masalah atau musuh, apakah aku lebih dulu mencari solusi dengan cara duniawi, ataukah aku berserah diri dan memohon pertolongan kepada Allah?
  3. Siapa saja “musuh” dalam kehidupanku? Apakah mereka orang-orang yang nyata, ataukah godaan hawa nafsu dan bisikan syaitan?
  4. Apakah aku pernah terjebak dalam permusuhan yang tidak perlu karena tidak bersikap bijak?
  5. Bagaimana cara aku membedakan teman sejati dan orang yang bisa membawa dampak buruk dalam hidupku?
  6. Apakah aku mudah terpancing emosi dan membalas keburukan dengan keburukan, ataukah aku lebih memilih menyerahkan urusan kepada Allah?
  7. Bagaimana caraku bersikap terhadap orang yang tidak menyukaiku atau berniat buruk kepadaku?
  8. Apakah aku pernah merasa dendam terhadap seseorang dan sulit memaafkannya? Bagaimana jika aku menyerahkan semuanya kepada Allah?
  9. Apakah aku benar-benar yakin bahwa pertolongan Allah selalu datang tepat waktu?
  10. Dalam situasi sulit, apakah aku lebih banyak mengeluh, cemas, dan takut, ataukah aku bersabar dan bertawakal?
  11. Bagaimana cara aku meningkatkan keimanan agar hatiku lebih tenang dalam menghadapi masalah?
  12. Apa langkah konkret yang bisa aku lakukan agar lebih bersandar kepada Allah dalam menghadapi kesulitan hidup?
  13. Bagaimana aku bisa lebih banyak mengingat Allah saat menghadapi fitnah atau permusuhan?
  14. Apa doa atau amalan yang bisa aku lakukan agar selalu mendapatkan perlindungan dan pertolongan dari Allah?
  15. Bagaimana sikapku ketika menghadapi ujian hidup? Apakah aku bersabar seperti Nabi Yusuf atau justru mudah mengeluh?
  16. Apakah aku yakin bahwa setiap ujian yang aku hadapi adalah bagian dari rencana Allah untuk kebaikanku?
  17. Bagaimana caraku untuk tetap bertahan dalam kesabaran saat menghadapi kesulitan atau pengkhianatan?
  18. Apakah aku sudah berusaha mencari hikmah di balik setiap kejadian dalam hidupku, baik yang menyenangkan maupun menyakitkan?
  19. Apakah aku lebih fokus pada penderitaan yang aku alami atau mencoba melihat bagaimana Allah membimbingku ke arah yang lebih baik?
  20. Apa pelajaran terbesar yang bisa aku ambil dari perjalanan hidup Nabi Yusuf?
  21. Seberapa sering aku merasa putus asa dan lupa bahwa Allah memiliki rencana yang lebih indah untukku?
  22. Apakah aku benar-benar percaya bahwa Allah bisa mengubah kesulitan menjadi kemudahan dalam cara yang tidak aku duga?
  23. Jika aku mengalami pengkhianatan atau perlakuan buruk dari orang lain, apakah aku bisa memaafkan seperti Nabi Yusuf?
  24. Bagaimana sikapku terhadap keluargaku? Apakah aku berusaha menjaga hubungan baik meskipun pernah ada kesalahpahaman atau konflik?
  25. Apakah aku lebih memilih memaafkan atau menyimpan dendam ketika orang lain berbuat salah kepadaku?
  26. Bagaimana aku bisa lebih bersyukur atas nikmat Allah yang telah menyatukan keluargaku?
  27. Seberapa sering aku mengingat Allah dan bersyukur atas segala nikmat yang sudah diberikan kepadaku?
  28. Bagaimana aku bisa lebih bertawakal kepada Allah dalam menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian?
  29. Apakah aku pernah merasakan bagaimana Allah menyelamatkanku dari keadaan sulit dan membawaku ke tempat yang lebih baik?

Apply in Life

Surat An Nisa ayat 25 menegaskan bahwa Allah lebih mengetahui siapa yang menjadi musuh kita, baik yang tampak maupun tersembunyi. Dia juga satu-satunya pelindung dan penolong sejati bagi orang-orang beriman, sehingga kita dapat menerapkan nilai tersebut dalamkehidupan sehari-hari sebagaimana berikut:

1. Percaya pada Rencana Allah

Jika kita sering merasa bingung dengan siapa yang benar-benar tulus dan siapa yang hanya memanfaatkan, ayat ini mengingatkan bahwa Allah mengetahui yang terbaik, dan kita hanya perlu bersandar kepada-Nya.

2. Menghindari Pergaulan yang Buruk

Banyak godaan di zaman ini, termasuk pergaulan yang menyesatkan. Allah memberi petunjuk bagi kita untuk menjauhi musuh-musuh yang bisa merusak iman, seperti teman yang mengajak kepada maksiat.

3. Tidak Berlebihan dalam Rasa Takut atau Dendam

Jika menghadapi orang yang tidak menyukai kita atau bahkan berniat buruk, jangan terpancing untuk membalas dengan kebencian. Serahkan urusan kepada Allah dan percayakan perlindungan kepada-Nya.

4. Menjadikan Allah sebagai Tempat Bergantung

Saat menghadapi ujian hidup seperti kegagalan, fitnah, atau kekecewaan, ayat ini mengajarkan bahwa hanya Allah yang bisa benar-benar menolong.

5. Bijak dalam Menghadapi Konflik

Mari kita pahami bahwa tidak semua orang bisa dipercaya, termasuk dalam dunia kerja atau relasi sosial. Namun, solusi terbaik bukanlah membalas dengan keburukan, tetapi menyerahkan urusan kepada Allah.

6. Menjaga Keimanan dalam Tekanan Hidup

Bisa jadi ada tantangan bagi kita berupa persaingan di tempat kerja, kesulitan ekonomi, atau masalah keluarga. Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak mengandalkan manusia, tetapi selalu mengutamakan doa dan tawakal kepada Allah.

7. Tidak Mudah Terprovokasi oleh Fitnah atau Permusuhan

Dalam kehidupan sosial dan dunia digital, banyak sekali fitnah atau berita palsu. Ayat ini mengajarkan kita untuk tetap tenang, tidak reaktif, dan menyerahkan segala sesuatu kepada Allah.

8. Membentuk Lingkungan yang Baik

Jika Allah sudah memperingatkan tentang adanya musuh, kita harus cerdas dalam memilih lingkungan yang membawa kebaikan bagi keluarga dan anak-anak.

9. Menyadari Bahwa Hidup Adalah Ujian

Seiring bertambahnya usia, kita mulai memahami bahwa musuh dalam hidup bukan hanya manusia, tetapi juga hawa nafsu, syaitan, dan godaan duniawi. Allah adalah satu-satunya tempat berlindung.

10. Menjadi Penasihat yang Bijak

Ayat ini bisa menjadi pedoman kita dalam membimbing anak-anak atau generasi muda untuk tidak mudah terjebak dalam perselisihan atau kebencian.

11. Tawakal yang Lebih Kuat

Setelah banyak pengalaman hidup, kita lebih memahami pentingnya berserah diri kepada Allah. Tidak perlu takut kepada manusia, selama kita berada di jalan yang benar.

12. Menyiapkan Bekal Akhirat

Saat memasuki fase menuju lansia, kita semakin sadar bahwa pertolongan sejati bukanlah dari manusia, tetapi dari Allah. Ini menjadi pengingat untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya.

Surat Yusuf ayat 100 memberikan banyak pelajaran hidup yang bisa direnungkan oleh setiap generasi, sebagai berikut.

1. Kesabaran dalam Ujian

Yusuf melewati banyak cobaan sejak kecil hingga dewasa, tetapi tetap sabar dan berpegang teguh pada iman. Ini mengajarkan kita untuk bersabar dalam perjuangan hidup, baik dalam karier, pendidikan, atau kehidupan pribadi.

2. Akhlak dan Sikap Positif

Yusuf tidak membalas kejahatan saudaranya, melainkan memilih untuk memaafkan. Kita bisa belajar untuk mengelola emosi, menghindari dendam, dan berbuat baik meskipun pernah disakiti.

3. Percaya pada Rencana Allah

Kita mungkin mengalami kegagalan, kehilangan, atau pengkhianatan, tetapi harus yakin bahwa Allah memiliki rencana yang lebih baik di masa depan.

4. Menghormati Orang Tua

Ketika sukses, Yusuf tidak melupakan keluarganya dan tetap menghormati kedua orang tuanya. Kita perlu meneladani sikap ini, tidak merasa sombong saat mencapai keberhasilan.

5. Memanfaatkan Posisi untuk Kebaikan

Yusuf menjadi pemimpin dan menggunakan kekuasaannya untuk menyelamatkan banyak orang. Saat kita telah sukses, harus berpikir bagaimana bisa memberi manfaat bagi orang lain, baik dalam keluarga, komunitas, atau dunia kerja.

6. Menjaga Silaturahmi

Yusuf tetap berusaha mendamaikan hubungan dengan saudara-saudaranya meskipun dulu mereka menyakitinya. Kita perlu merenungkan apakah masih ada konflik keluarga yang perlu diselesaikan dengan cara yang bijak.

7. Menghindari Kesombongan

Kesuksesan sering kali membuat manusia lupa diri. Yusuf justru mengakui bahwa semua pencapaiannya adalah karena pertolongan Allah. Maka, penting untuk kita tetap rendah hati dan bersyukur atas segala nikmat.

8. Memaafkan dan Melanjutkan Hidup

Yusuf tidak terus-menerus mengungkit masa lalu yang menyakitkan. Kita bisa belajar untuk tidak terjebak dalam dendam atau trauma lama, tetapi fokus pada masa depan yang lebih baik.

9. Sadari semua kejadian dalam hidupnya adalah bagian dari rencana Allah yang penuh hikmah. Kita bisa melihat kembali perjalanan hidup dengan lebih bijaksana dan penuh rasa syukur.

10. Menjadi Sumber Kedamaian dan Hikmah

Yusuf menjadi sosok yang mendamaikan keluarganya. Kita bisa berperan sebagai penengah dalam keluarga, memberikan nasihat yang baik, dan membantu menyelesaikan konflik dengan bijak.

11. Menjalin Kembali Hubungan yang Pernah Rusak

Yusuf tidak menyalahkan saudara-saudaranya, padahal kalau di zaman ini itu tergolong toxic sekali. Tetapi Beliau menisbatkan kejadian buruk itu kepada setan. Kita bisa belajar untuk memperbaiki hubungan yang mungkin sempat renggang dengan keluarga, teman, atau kolega.

12. Mempersiapkan Warisan Spiritual

Yusuf memahami bahwa semua yang ia miliki adalah pemberian Allah. Di usia ini, seseorang bisa mulai fokus pada warisan kebaikan yang akan ditinggalkan, seperti ilmu, amal, dan keteladanan bagi generasi berikutnya.

Next Ayat

Untuk menjaga konsistensi dalam menjalani proses self-healing ini, mari kita lanjutkan dengan memahami betapa Allah perencana terbaik, Mahakaya, dan Mahaperkasa. Kita akan melaluinya dengan tadabbur  Surat Al Qasas ayat 7 dan Al Fatir ayat 15 di Quran Journaling Day 20 & 21!

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِۚ فَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْۚ اِنَّا رَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ
Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul.”

۞ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اَنْتُمُ الْفُقَرَاۤءُ اِلَى اللّٰهِۚ وَاللّٰهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ
Wahai manusia, kamulah yang memerlukan Allah. Hanya Allah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji.

Kesimpulan

Dari dua ayat ini, kita belajar bahwa hidup adalah perjalanan panjang yang penuh dengan ujian dan permusuhan, tetapi dengan iman, kesabaran, dan akhlak yang baik, Allah akan membimbing kita menuju akhir yang penuh kemuliaan, tanpa trauma dan drama. Tidak peduli di usia berapa pun, ada hikmah yang bisa kita ambil dari kisah Nabi Yusuf untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih dekat dengan Allah dan bijak merespon perlakuan toxic dan kebencian.

Referensi

  • Tafsir Kemenag An Nisa 25
  • Tafsir Kemenag Yusuf 100
  • Tafsir Ibnu Katsir An Nisa 25
  • Tafsir Ibnu Katis Yusuf 100
  • Tafsir Al Muyassar Yusuf 100
  • Tafsir Al Muyassar An Nisa 25
  • Tafsir As Sa’di An Nisa 25
  • Tafsir As Sa’di Yusuf 100
  • Tafsir Web Al An Nisa 25
  • Tafsir Web Yusuf 100

 

Taubat Nasuha: Cahaya di Akhirat, Keselamatan di Dunia Melalui Tadabbur Surat At Tahrim Ayat 8 & Al A’raf Ayat 23

Quran Journaling Day 12 & 13 Bersama SAHAL: Bertaubat dan Memperbaiki Diri Lewat Tadabbur Surat At Tahrim: 8 & Al A’raf: 23

Published by: Aryanty | Date: 31 January 2025

 

Siapa sih yang gak ingin hidup lebih tenang dan bahagia? Salah satu kuncinya adalah dengan terus memperbaiki diri. Nah, dalam Al Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kita panduan yang sangat berharga di surat At Tahrim ayat 8 dan Al A’raf ayat 23. Coba deh bayangkan, kita hidup dengan hati ringan karena sudah minta maaf dan memperbaiki kesalahan. Itulah salah satu manfaat taubat dan kembali ke jalan yang benar.

Di quran journaling bersama Sahal (Sahabat Al Qur’an) kali ini, kita akan semakin yakin betapa besar kasih sayang Allah yang selalu membuka pintu maaf bagi hamba-Nya yang ingin melakukan perubahan berkelanjutan. Dengannya, hati menjadi tenang, kualitas hubungan dengan orang lain pun semakin meningkat. Kita jadi semakin bersabar, lebih pemaaf, lebih baik dalam berkomunikasi dan lebih termotivasi untuk menjadi pribadi profesional yang diridhai Allah subhanahu wa ta’ala dan terhindar dari sifat munafik.

Bismillah, yuk kita mulai sama-sama!

Quote the Ayat

Menjaga Keseimbangan dalam Hidup: Belajar dari Ali Imran Ayat 147

Quran Journaling Day 11 Bersama SAHAL: Menyadari Dosa Lewat Tadabbur Surat Ali Imran Ayat 147

Published by: Aryanty | Date: 30 January 2025

Masihkah kita terlalu keras pada diri sendiri saat mengingat kesalahan di masa lalu? Ada rasa bersalah yang terus menghantui, bahkan mungkin membuat kita lebay dalam menghakimi diri sendiri atau orang lain. Padahal, menyadari dosa bukan berarti kita harus terjebak dalam penyesalan tanpa akhir. Justru, ini bisa menjadi langkah praktis untuk menyeimbangkan dunia dan akhirat, self-healing dan pengembangan diri.

Dalam Quran journaling bersama Sahal (Sahabat Al Qur’an) kali ini, kita akan merenungkan Ali Imran ayat 147. Ayat ini menggambarkan doa para pejuang Uhud yang tetap teguh, tetapi juga rendah hati memohon ampunan kepada Allah. Dari mereka, kita belajar bahwa kesadaran akan dosa bukanlah beban, melainkan jalan untuk hati yang lebih bersih, lebih kuat, dan lebih siap menghadapi hidup yang balance. Yuk, kita eksplorasi lebih dalam maknanya!

Terrjemah lafdziah Ali Imran 147

 

Quote the Ayat

وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ اِلَّآ اَنْ قَالُوْا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَاِسْرَافَنَا فِيْٓ اَمْرِنَا وَثَبِّتْ اَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

Tidak lain ucapan mereka kecuali doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami, tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”

(Ali Imran:147)

Understand the Context & Tafsir

Surat Ali Imran ayat 147 merupakan bagian dari rangkaian ayat yang berbicara tentang kesabaran dan keteguhan hati para pejuang di jalan Allah. Ayat ini turun dalam konteks Perang Uhud, sebuah pertempuran besar antara kaum Muslimin dan Quraisy Mekah yang terjadi pada tahun ke-3 Hijriyah.

Dalam Perang Uhud, kaum Muslimin awalnya memperoleh kemenangan. Namun, ketika sebagian pasukan pemanah melanggar perintah Rasulullah ﷺ dan meninggalkan pos mereka, pasukan Quraisy berhasil melakukan serangan balik. Akibatnya, banyak sahabat yang gugur, termasuk paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthalib. Kondisi ini sangat menguji keimanan kaum Muslimin.

Di tengah kondisi genting itu, para pejuang yang tetap teguh tidak hanya bertahan secara fisik, tetapi juga secara spiritual. Mereka tidak mengeluh atau berputus asa, melainkan terus berdoa kepada Allah.

Berdasarkan berbagai tafsir, K.H.Dr. Mustafa Umar, Lc., M.A. menerangkan bahwa ayat ini menggambarkan doa yang dipanjatkan oleh para pengikut setia nabi saat menghadapi peperangan. Mereka memiliki tiga permohonan utama dalam doa mereka, yakni:

  1. Memohon ampunan dosa – Mereka ingin memastikan bahwa segala ujian dan cobaan yang mereka hadapi bukan sebagai azab akibat dosa-dosa mereka, melainkan sebagai ujian yang meninggikan derajat mereka di sisi Allah.
  2. Memohon keteguhan hati – Mereka meminta kepada Allah agar tetap kokoh dalam pendirian mereka untuk berjuang di jalan-Nya, tanpa rasa takut atau ragu, sehingga mereka tidak berpaling atau mundur dari pertempuran.
  3. Memohon pertolongan Allah – Mereka menyadari kelemahan mereka dan meminta agar Allah memberikan kekuatan dan kemenangan atas musuh-musuh mereka.

Allah menjanjikan balasan bagi mereka yang beriman dan berdoa dengan penuh keyakinan, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, mereka mendapatkan kemenangan dan kejayaan, sementara di akhirat mereka memperoleh pahala yang jauh lebih besar dan lebih baik.

Pada akhir ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menekankan bahwa Dia mencintai orang-orang yang berbuat baik (al-muhsinin), yakni mereka yang melakukan amal shaleh dengan penuh keikhlasan dan kesadaran bahwa Allah selalu melihat mereka. Dengan demikian, umat Islam diajak untuk meneladani sifat-sifat para pejuang terdahulu yang penuh keimanan, keteguhan, dan semangat dalam menghadapi berbagai ujian hidup.

Reflection

Saat membaca surat Ali Imran ayat 147, aku jadi bertanya pada diriku sendiri:

  1. Apakah aku sering berlebihan dalam menyalahkan diri sendiri saat melakukan kesalahan?
  2. Apakah aku terlalu keras menilai kesalahan orang lain, seolah mereka nggak pantas dimaafkan?
  3. Saat menghadapi masalah, apakah aku lebih banyak mengeluh atau justru langsung berdoa dan mencari solusi seperti para pejuang di ayat ini?
  4. Apakah aku sering terjebak dalam overthinking tentang masa lalu, padahal yang dibutuhkan adalah istighfar dan melangkah ke depan?
  5. Dalam mengejar sesuatu, apakah aku terlalu ambisius sampai lupa kalau semua tetap bergantung pada pertolongan Allah?
  6. Ketika marah atau kecewa, apakah aku bisa mengendalikan emosiku atau justru bereaksi berlebihan yang nantinya kusesali?
  7. Sudahkah aku berdoa dengan penuh keyakinan seperti yang dicontohkan dalam ayat ini, atau selama ini doaku hanya sekadar formalitas?

Pertanyaan-pertanyaan ini bikin aku sadar, bahwa keseimbangan dalam berpikir, merasa, dan bertindak itu penting. Jangan sampai berlebihan dalam menyalahkan diri, menghakimi orang lain, atau tenggelam dalam emosi. Lebih baik, kita belajar dari ayat ini untuk tetap optimis, bersandar pada Allah, dan move on menjadi versi terbaikku dalam meneladani Nabi Muhammad shalallaahu ‘alaihi wasallam.

Apply to Life

Menurut Ustadz Dr. Aam Amirudin, M.Si.  ayat ini mengajarkan bahwa israaf (berlebih-lebihan) bisa terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari emosi, pikiran, hingga tindakan. Kita sering kali terlalu ekstrem dalam menilai kesalahan diri sendiri, menumpuk rasa bersalah yang tak berujung, atau bahkan menuntut kesempurnaan dari orang lain. Padahal, Allah subhanahu wa ta’ala mengajarkan keseimbangan hidup, seperti dicontohkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallaam berupa: introspeksi tanpa menyiksa diri, disiplin tanpa kehilangan kebahagiaan, serta tegas tanpa kehilangan kelembutan.

Makna Israaf dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Dalam Emosi dan Pikiran
Wajar kalau kita khawatir atau takut, tapi kalau sampai membuat kita berhenti berusaha, itu namanya berlebihan. Misalnya, takut gagal dalam bisnis atau pekerjaan itu normal, tapi kalau sampai nggak berani mencoba sama sekali, itu justru menghambat perkembangan diri.

2. Dalam Harta dan Gaya Hidup
Punya barang yang kita suka itu nggak salah, tapi kalau sampai menumpuk tanpa manfaat, itu termasuk mubazir. Misalnya, koleksi sepatu sesuai kebutuhan itu wajar, tapi kalau membeli hanya karena impulsif dan jarang dipakai, itu bisa termasuk israaf.

3. Dalam Ibadah
Semangat ibadah itu bagus, tapi kalau sampai mengabaikan hak tubuh, keluarga, atau pekerjaan, itu juga kurang bijak. Rasulullah SAW pun mencontohkan keseimbangan dalam ibadah, istirahat, dan interaksi sosial.

Bagaimana Menerapkannya?

  • Belajar memaafkan diri sendiri dan orang lain
    Jangan terlalu keras dalam menyikapi kesalahan. Bertobat itu perlu, tapi terus-menerus menyalahkan diri malah membuat kita stuck. Begitu juga dengan kesalahan orang lain—memaafkan bukan berarti membiarkan, tapi melepaskan beban di hati.
  • Tidak berlebihan dalam menilai sesuatu
    Baik dalam emosi, tindakan, maupun pola pikir, penting untuk tidak terjebak dalam ekstrem. Segala sesuatu yang berlebihan bisa menyesakkan hati dan pikiran.
  • Memohon keteguhan hati dalam menjalani hidup
    Hidup penuh tantangan, dan kita butuh keteguhan hati untuk tetap berjalan. Dalam setiap langkah, kita bisa belajar dari doa di Ali Imran ayat 147 ini: memohon ampunan, meminta keteguhan, dan berserah diri kepada Allah.

Dengan menjaga keseimbangan ini, hidup kita bisa lebih tenang, hati lebih lapang, dan perjalanan menuju ridha Allah terasa lebih ringan.

Next Ayat

Untuk menjaga konsistensi dalam menjalani proses self-healing ini, mari kita lanjutkan dengan tahapan memohon ampunan kepada Allah dengan menyadari dosa-dosa yang telah kita perbuat. Kita akan melaluinya dengan tadabbur Surat At Tahrim ayat 8 di quran journaling day 12!

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ يَوْمَ لَا يُخْزِى اللّٰهُ النَّبِيَّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۚ نُوْرُهُمْ يَسْعٰى بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَاغْفِرْ لَنَاۚ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanannya. Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Kesimpulan

Ali Imran ayat 147 mengajarkan kita untuk tidak berlebihan dalam emosi, pikiran, dan tindakan. Baik dalam menyikapi kesalahan, menghadapi ketakutan, maupun menjalani ibadah, dunya akhirah balance adalah kunci. Dengan memohon ampunan, keteguhan hati, dan pertolongan Allah, kita bisa menjalani hidup dengan lebih tenang, bijak, dan penuh makna.

Referensi (Klik)

Belajar dari Kesalahan: Tadabbur Surat Al-Hadid Ayat 23 untuk Self Healing dan Pengembangan Diri

Published by: Aryanty | Date: 18 January 2025

Quran Journaling Day 7: Mengambil Pelajaran dari Kesalahan

Terkadang, aku merasa berat banget kalau  ingat kesalahan yang pernah aku buat, apalagi kalau dampaknya besar ke hidup aku atau orang lain. Tapi ternyata, kalau kita mau belajar dari kesalahan itu, justru di situ ada proses healing dan pengembangan diri.

Nah, di Quran Journaling Day 7 ini, mari kita tadabbur surat Al-Hadid ayat 23. Ayat ini mengajarkan kita untuk gak terlalu sedih atas apa yang hilang, atau terlalu bangga dengan apa yang kita punya, karena semuanya adalah bagian dari rencana Allah untuk kebaikan kita. Yuk, kita refleksi bareng!

 

Quote The Ayat

لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۙ

(Yang demikian itu kami tetapkan) agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Understand The Context and Tafsir

The Context

Surat Al Hadid ayat 23 tidak memiliki sebab khusus (asbabun nuzul) yang dicatat secara spesifik dalam riwayat hadis. Namun, Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc., M.A., mengatakan bahwa ayat 23 turun sebagai lanjutan dari Surat Al Hadid ayat 20, 21, 22 dan sebelumnya. Dimana, pada ayat 19 Allah menyerukan sedekah di saat manusia lebih senang untuk berkompetisi dengan perkebunannya, perdagangannya, memperbanyak harta, juga keturunannya.

Maka mulai ayat 20 inilah Allah menekankan hakekat keadaan dunia yang mereka kumpulkan sebagai permainan, senda gurau, perhiasan untuk berbangga-bangga saja, dan kesenangan palsu. Perilaku buruk yang merupakan ciri hedonisme tersebut kelak akan merugikan manusia, layaknya tanaman hijau yang membanggakan petaninya, namun kemudian menjadi kering dan hancur tanpa bisa dipanen di akhirat.

Sementara itu, seandainya saja manusia mengikuti seruan Allah untuk berlomba-lomba dalam mendapatkan ampunan dan rahmat-Nya, niscaya manusia akan mendapatkan surga, sebagaimana tercantum pada ayat 21.

Sehingga, dikatakan pada ayat 22 bahwa, sebagaimana tercatat sebagai takdir dalam Lauh Mahfudz, dunia itu merupakan bala/ujian/fitnah bagi semua manusia. Bahkan apa yang terjadi di bumi dan masing-masing manusia merupakan musibah, baik bagi yang taat maupun durhaka kepada Allah.

Terkait penetapan takdir tersebut, Allah berfirman pada ayat 23 agar manusia tidak bersedih atas hal duniawi yang luput dari mereka, karena memang tidak ditakdirkan untuknya. Sekiranya sudah ditakdirkan, jelas mereka akan memperolehnya. Begitupun, ketika mendapatkan kenikmatan, tidak serta merta membuat mereka bahagia secara berlebihan.

The Tafsir

Surat Al-Hadid ayat 23 mengajarkan pentingnya sikap tawakal, syukur, dan sabar terhadap ketetapan Allah (takdir). Berikut poin-poin tafsir dari berbagai sumber:

1. Semua Peristiwa Sudah Ditetapkan

Allah menetapkan segala sesuatu sebelum kejadiannya, termasuk nikmat dan musibah. Ini mengajarkan kita untuk menerima takdir dengan lapang dada, baik berupa kebahagiaan maupun kesedihan. (Tafsir Kemenag, Ibnu Katsir, Al-Muyassar, As-Sa’di)

2. Sikap Terhadap Musibah dan Nikmat

Jangan terlalu bersedih terhadap apa yang luput, karena jika sudah ditakdirkan untuk terjadi, maka itu pasti akan terjadi.

Jangan pula terlalu bangga terhadap apa yang diberikan, karena nikmat itu berasal dari Allah, bukan semata hasil usaha sendiri. (Tafsir Kemenag, Ibnu Katsir, Al-Muyassar)

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Ketahuilah, apa yang luput darimu tidak akan pernah menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan pernah luput darimu.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

3. Larangan Berlebihan

Ayat ini melarang kesedihan dan kegembiraan yang berlebihan. Sebaliknya, dianjurkan untuk bersyukur saat mendapatkan nikmat dan bersabar saat menghadapi musibah. (Tafsir Kemenag, As-Sa’di)

4. Allah Tidak Menyukai Kesombongan

Orang yang sombong karena nikmat yang dimilikinya dan memamerkannya kepada orang lain adalah orang yang dibenci Allah. Kesombongan ini biasanya disertai sifat kikir, enggan berbagi nikmat di jalan Allah dan suka menyusahkan orang lain. (Tafsir Kemenag, Ibnu Katsir, Al-Muyassar, As-Sa’di)

5. Hikmah dari Takdir Allah

Takdir Allah mengajarkan manusia untuk tidak terlalu tamak terhadap dunia, melainkan sibuk bersyukur atas nikmat-Nya dan mencegah azab dengan ketaatan. (Tafsir As-Sa’di)

6. Keistimewaan Ayat Ini

Prof. Dr. Quraish Shihab menerangkan bahwa Allah menurunkan ayat 23 untuk menyadarkan manusia supaya tidak terlalu sedih jika tertimpa musibah dan sombong saat sedang “di atas angin”. Sebab bagi orang taat, musibah merupakan peringatan untuk meningkatkan derajatnya, sementara bagi orang durhaka, itu adalah momen untuk bertaubat dan menjadi muslim versi terbaiknya.

Ayat ini mengingatkan agar kita menerima takdir Allah dengan hati yang ikhlas, baik dalam kesedihan maupun kebahagiaan. Sikap terbaik adalah bersyukur atas nikmat dan bersabar atas musibah, tanpa berlebihan atau menyombongkan diri. Allah mencintai hamba yang rendah hati dan bertawakal.

Reflection

Saat tadabbur Surat Al-Hadid ayat 23, aku jadi bertanya-tanya pada diri sendiri.

  1. Tentang Takdir dan Penerimaan
    • Apakah aku sudah menerima bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan ketetapan Allah?
    • Bagaimana caraku menyikapi hal-hal yang tidak sesuai harapan?
  2. Tentang Musibah dan Kesedihan
    • Ketika sesuatu yang aku harapkan tidak terjadi, apakah aku terlalu larut dalam kesedihan?
    • Apakah aku memahami bahwa setiap musibah adalah bagian dari rencana terbaik Allah untukku?
  3. Tentang Nikmat dan Kegembiraan
    • Apakah aku merasa sombong atau terlalu berbangga diri saat mendapatkan nikmat?
    • Sudahkah aku bersyukur dengan nikmat yang Allah berikan?
    • Apakah aku menggunakan nikmat tersebut di jalan yang Allah ridhai?
  4. Tentang Keikhlasan dan Sifat Sombong
    • Apakah aku sering merasa bahwa semua pencapaian aku semata-mata hasil usahaku sendiri?
    • Apakah aku pernah membanggakan diri atas sesuatu tanpa mengingat bahwa itu adalah pemberian Allah?
  5. Tentang Sikap dan Hati
    • Bagaimana aku melatih diri untuk tidak berlebihan dalam bersedih atau bergembira?
    • Apakah aku telah memanfaatkan keadaan yang aku alami untuk mendekatkan diri kepada Allah?
  6. Tentang Hubungan dengan Orang Lain
    • Apakah aku pernah memamerkan nikmatku kepada orang lain dengan cara yang menyakitkan hati mereka?
    • Bagaimana aku bisa lebih peka terhadap perasaan orang lain dan tidak memunculkan kesan sombong?

Dengan pertanyaan-pertanyaan ini, tadabbur menjadi cara untuk mengevaluasi sikap dan meningkatkan kualitas diriku sesuai dengan pesan ayat tersebut.

Apply to Life

What will I do for my life?

Berikut adalah penerapan dari tadabbur Surat Al-Hadid ayat 23 dalam kehidupan kita sehari-hari.

1. Menerima Takdir dengan Lapang Dada

  • Belajar menerima kegagalan dalam studi, pekerjaan, atau hubungan sebagai bagian dari rencana terbaik Allah.
  • Bersikap bijak dalam menghadapi perubahan hidup seperti tantangan keluarga atau karier.
  • Menjadikan pengalaman masa lalu sebagai pelajaran, menerima keadaan saat ini dengan rasa syukur dan introspeksi.

2. Mengelola Emosi: Tidak Berlebihan dalam Sedih dan Gembira

  • Belajar tidak terlalu larut dalam kesedihan saat kehilangan kesempatan atau kegagalan, dan tidak terlalu bangga atas pencapaian awal.
  • Tetap tenang saat menghadapi tekanan hidup, seperti masalah pekerjaan atau pendidikan anak.
  • Mengontrol kegembiraan dan kesedihan, menyadari bahwa semua hal, baik itu pencapaian dan keturunan adalah ujian dari Allah.

3. Melatih Syukur atas Nikmat yang Diberikan

  • Mulai membiasakan bersyukur atas kesehatan, pendidikan, dan dukungan keluarga.
  • Mensyukuri stabilitas ekonomi dan keluarga serta berbagi rezeki dengan orang lain.
  • Meningkatkan rasa syukur dengan berbagi pengalaman hidup dan memberikan manfaat kepada generasi muda dengan bijaksana.

4. Menghindari Sifat Sombong dan Bangga Diri

  • Tidak memamerkan pencapaian di media sosial secara berlebihan.
  • Menghindari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain untuk merasa lebih baik.
  • Menjadi teladan dalam kesederhanaan dan tidak merasa lebih unggul karena pengalaman atau pencapaian.

5. Memanfaatkan Nikmat untuk Kebaikan

  • Menggunakan waktu, tenaga, dan pengetahuan untuk belajar dan berkarya sebagai generasi akhir zaman.
  • Menjadikan rezeki, waktu, dan tenaga untuk membangun keluarga yang berkah, bukan hanya mengejar karir.
  • Menggunakan pengalaman dan kelebihan yang dimiliki untuk menginspirasi dan membantu sesama selagi masih ada usia.

6. Membangun Kesadaran tentang Ujian Hidup

  • Melatih diri untuk memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar.
  • Menyadari bahwa ujian hidup adalah cara Allah menguatkan diri dan mendewasakan jiwa.
  • Memaknai ujian sebagai tanda kasih Allah yang mengingatkan untuk lebih mendekat kepada-Nya.

Penerapan ini membantu kita untuk menjalani hidup dengan sikap yang lebih positif, sabar, dan penuh syukur kepada Allah.

Next Ayat

Mari kita lanjutkan proses healing melalui quran journaling berikutnya dengan mendalami surat Al Ankabut ayat 69 untuk memperbaiki diri menjadi versi terbaik.

Kesimpulan

Hari ke tujuh ini kita dapat mengambil pelajaran melalui quran journaling surat Al Hadid ayat 23 bahwa, kehidupan ini penuh dengan pasang surut, dan kita tidak boleh terlalu larut dalam kesenangan atau kesedihan. Sikap yang bijak adalah menerima segala sesuatu dengan ikhlas sebagai takdir Allah, apa lagi segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara. Yakinlah bahwa Allah selalu bersama kita dan selalu memberikan yang terbaik bagi kita. Dengan keyakinan ini, kita akan mampu melewati segala kesulitan dan meraih kebahagiaan sejati di akhirat kelak.

Referensi (Klik)

Penerimaan Diri dengan Surat Al Baqarah 286

Published by: Aryanty | Date: 17 January 2025

Quran Journaling Day 6: Menerima Diri Seutuhnya

Gak terasa tahap menyadari dan mengakui luka sudah selesai sampai quran journaling day 5. Dari kelima hari itu, kita jadi sadar gak sih, bahwa setiap luka yang kita alami, baik yang berasal dari kesalahan orang lain maupun diri sendiri, sering kali meninggalkan jejak mendalam di hati. Kini tiba saatnya sepenuhnya memaafkan demi mental yang sehat dan bahagia.

Memaafkan bukanlah perkara mudah, tetapi penerimaan diri seutuhnya adalah langkah awal yang penting dalam proses self healing ini. Di hari ke enam, surat Al-Baqarah ayat 286 mengingatkan kita bahwa, Allah tidak membebani seseorang melampaui kesanggupannya.

Melalui ayat ini, kita diajarkan untuk menerima takdir, mengakui kelemahan, dan berserah kepada-Nya, sehingga hati menjadi lebih ringan untuk memaafkan diri sendiri dan orang lain. Tadabbur ayat ini akan membantu kita memahami bahwa setiap ujian adalah bagian dari kasih sayang Allah Ta’ala dalam menguatkan dan menyembuhkan jiwa.

Quote The Ayat

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْقَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ  وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الۡكٰفِرِيۡنَ

Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir.

Understand The Context and Tafsir

The Context

Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 286

Kisah turunnya ayat ini diceritakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah. Saat ayat sebelumnya (Al-Baqarah: 284) turun, ayat tersebut menyebutkan bahwa Allah akan menghitung segala sesuatu yang kita lakukan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi dalam hati. Hal ini membuat sebagian sahabat merasa khawatir dan berat hati.

Mereka pun mengadu kepada Rasulullah, “Kami merasa tugas ini terlalu berat untuk kami jalani.”

Namun, Rasulullah menenangkan mereka dan berkata, “Apakah kalian ingin berkata seperti Bani Israil yang berkata, ‘Kami dengar tetapi kami tidak taat’? Ucapkanlah, ‘Kami dengar dan kami taat, ampuni kami wahai Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.’

Setelah itu, Allah mengabulkan doa mereka dan menurunkan ayat terakhir dari Surat Al-Baqarah ini (ayat 286), yang menjadi pelipur bagi para sahabat. Ayat ini mengajarkan bahwa Allah tidak membebani hamba-Nya melampaui batas kemampuan mereka dan selalu memberikan pengampunan bagi yang memohon.

The Tafsir

Berikut ringkasan Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 286 dari berbagai sumber.

  • Agama itu Mudah
    Allah tidak memberikan beban kepada manusia di luar kesanggupannya. Apa yang kita lakukan, baik atau buruk, akan mendapatkan balasan sesuai amal tersebut. Segala kebaikan yang diniatkan, meski belum dilakukan, juga dicatat sebagai pahala.
  • Doa sebagai Bentuk Kasih Sayang Allah
    Ayat ini mengajarkan kita doa untuk meminta ampunan dan memohon agar tidak dibebani seperti umat sebelumnya yang diberi tugas berat. Allah juga mengajarkan kita untuk memohon keringanan, ampunan, dan rahmat agar lebih mudah menjalani perintah-Nya.
  • Keringanan dalam Ibadah
    Allah memberikan keringanan bagi umat-Nya, seperti dalam hal beribadah saat sakit atau bepergian. Bahkan, dosa karena lupa atau tidak sengaja dimaafkan oleh Allah, seperti lupa membaca basmalah atau melakukan hal yang tidak disengaja.
  • Pahala dari Kebaikan dan Siksa dari Kejahatan
    Kebaikan yang kita lakukan, sekecil apa pun, pasti dihargai oleh Allah. Sebaliknya, keburukan yang dilakukan akan mendapat balasan kecuali jika Allah mengampuni. Islam mendorong kita untuk memperbanyak amal baik yang sesuai dengan fitrah manusia.
  • Fitrah Manusia Cenderung pada Kebaikan
    Manusia diciptakan dalam keadaan suci dan lebih mudah melakukan kebaikan daripada keburukan. Namun, jika berbuat buruk, biasanya ada rasa bersalah, takut, atau khawatir diketahui orang lain, yang akhirnya mendorongnya untuk berhenti.
  • Doa Memperkuat Amal
    Doa yang diajarkan dalam ayat ini adalah wujud ketulusan hati kita untuk meminta pertolongan Allah. Doa bukan sekadar kata-kata, tapi harus diiringi usaha dan tindakan nyata dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
  • Pertolongan Allah untuk Kaum Mukminin
    Doa yang diajarkan di akhir ayat meminta Allah untuk menolong kita menghadapi orang-orang yang menentang keimanan. Pertolongan ini bukan hanya dalam kemenangan dunia, tetapi juga kemenangan di akhirat.
  • Keistimewaan Ayat Ini
    Menurut Dr., Dr. (Hc.) Ustadz Adi Hidayat, Lc., M.A., membaca Al Fatihah dan dua ayat terakhir Surat Al-Baqarah (285 dan 286) di awal doa dapat menggugurkan dosa, mengabulkan doa, baik untuk memperbaiki urusan dunia maupun akhirat, dengan catatan cara dan doanya benar, tidak diselimuti maksiat. Selain itu, jika membacanya sebelum tidur disebutkan cukup sebagai perlindungan, menambah ketenangan dan kekhusyuan dalam beribadah.

Ayat ini menunjukkan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalaam, memberikan kelonggaran, dan mengajarkan kita untuk tetap berpegang teguh pada Al Qur’an.

Reflection

Saat membaca tafsirnya, hati ini tergerak untuk bertanya:

  • Apakah aku telah benar-benar berserah diri kepada Allah?
  • Sudahkah aku meyakini bahwa setiap ujian yang Allah tetapkan tidak melampaui batas kemampuanku?
  • Bagaimana aku menyikapi ujian dalam hidup ini?
  • Apakah aku melihatnya sebagai bentuk kasih sayang Allah untuk mendekatkan saya kepada-Nya, atau justru aku mengeluh dan merasa putus asa?
  • Apakah aku sudah memohon ampunan dan rahmat Allah dengan sungguh-sungguh?
  • Dalam ayat ini, Allah mengajarkan doa untuk meminta ampunan, tidak membebani dengan hal yang memberatkan, dan memohon pertolongan. Sudahkah aku rutin memanjatkan doa ini dengan sepenuh hati?
  • Apakah aku memaafkan diri sendiri dan orang lain sebagaimana Allah Maha Pengampun?
  • Jika Allah yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna memaafkan hamba-Nya, apakah aku masih menyimpan dendam atau terus menyalahkan diri sendiri atas masa lalu?
  • Apakah aku yakin bahwa setiap kesulitan membawa kemudahan?
  • Apakah keyakinan aku terhadap janji Allah ini cukup kuat untuk membuat saya terus berjuang dalam menghadapi hidup?

Apply to Life

What will I do for my life?
  • Berserah Diri Sepenuhnya kepada Allah
Saat menghadapi tekanan kerja, studi, atau bisnis, aku  yakin bahwa segala kesulitan yang saya alami tidak akan melebihi kemampuanku.
Aku berhenti menyalahkan diri sendiri ketika gagal dan fokus pada usaha terbaik sambil berdoa agar Allah memberikan jalan keluar terbaik.
  • Menyikapi Ujian dengan Sabar dan Yakin
Ketika menghadapi konflik keluarga atau pertemanan, aku berusaha sabar dan yakin bahwa masalah ini adalah ujian untuk mendewasakanku.
Dalam situasi sulit seperti kehilangan pekerjaan, aku tetap percaya bahwa Allah memiliki rencana yang lebih baik untukku.
  • Memohon Ampunan dan Rahmat Allah

Aku rutin memperbaiki hubungan dengan Allah dengan memperbanyak istighfar setiap hari, terutama setelah shalat.

Ketika merasa bersalah karena kesalahan masa lalu, aku segera bertobat dan meminta ampun tanpa menunda, sambil memperbaiki hubungan dengan orang yang mungkin aku sakiti.

  • Memaafkan Diri Sendiri dan Orang Lain

Ketika merasa kecewa dengan orang lain atau diri sendiri, aku mengambil waktu untuk refleksi, memahami bahwa manusia adalah makhluk yang tidak sempurna.

Aku memilih untuk melepaskan rasa dendam kepada orang yang pernah menyakitiku, karena memaafkan adalah cara terbaik untuk menemukan kedamaian hati.

  • Yakin Setiap Kesulitan Membawa Kemudahan

Saat menghadapi tekanan finansial, aku tetap berusaha dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan memberi rezeki dari arah yang tak disangka-sangka.

Ketika menghadapi masalah kesehatan atau tekanan mental, aku tetap berdoa dan mencari pertolongan profesional sebagai ikhtiar sambil yakin Allah mempermudah kesembuhan.

Insyaallah, aplikasi ayat ini membantu kita menjalani kehidupan dengan lebih tenang, optimis, dan penuh kesadaran akan kasih sayang Allah dalam setiap aspek kehidupan.

Next Ayat

Untuk melanjutkan proses healing melalui quran journaling ini, selanjutnya kita akan mendalami surat Al Hadid ayat 23 untuk belajar mengambil pelajaran dari kesalahan.

Kesimpulan

Hari keenam (pertama di chapter 2) ini adalah tentang penerimaan diri melalui quran journaling surat Al Baqarah ayat 286. Aplikasi ajaran ayat ini akan membantu kita menjalani hidup dengan lebih optimis, sabar, dan penuh kesadaran akan rahmat Allah.

Referensi (Klik)

Harapan Itu Ada: Mengakui Luka Sebagai Awal Self-Healing Melalui Tadabbur Qur’an Surat Az Zumar Ayat 53

Quran Journaling Day 5 Bersama SAHAL

Published by: Aryanty | Date: 15 January 2025

Hidup tidak selalu berjalan mulus, dan ada kalanya kita merasa gagal atau bahkan terlalu terluka karena kesalahan masa lalu. Dalam proses self-healing, langkah awal yang penting adalah menyadari dan mengakui luka kita. Tapi, bagaimana jika rasa bersalah terlalu besar hingga kita merasa tidak layak untuk berharap? Ayat berikut dari Al-Qur’an hadir dengan pesan yang luar biasa indah.

1. Quote the Ayat

قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

“Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'” (QS. Az-Zumar: 53)

2. Understand the Context & Tafsir

Ayat ini adalah panggilan kasih dari Allah kepada semua hamba-Nya yang merasa telah tenggelam dalam dosa. Dalam tafsir, dijelaskan bahwa banyak orang merasa putus asa karena dosa-dosa mereka, seolah-olah jalan kembali kepada Allah telah tertutup. Namun, Allah mengingatkan kita bahwa rahmat-Nya tidak berbatas, dan pintu ampunan-Nya selalu terbuka bagi siapa saja yang mau kembali.

Allah bahkan menyebut orang-orang yang banyak melakukan dosa sebagai “hamba-Ku,” menunjukkan betapa lembut dan penuh kasih-Nya Allah. Pesan ini adalah pengingat bahwa seburuk apapun masa lalu kita, harapan untuk memperbaiki diri dan mendapatkan ampunan Allah selalu ada.

Sebagaimana Dr. Mokhammad Yahya, Ph.D. menyampaikan pada kuliah Tadabbur QS Az-Zumar ayat 53 bahwa, ayat ini menyampaikan pesan mendalam tentang kasih sayang Allah yang tidak terbatas bagi hamba-Nya, bahkan yang telah melakukan dosa besar (irtikabu kabaair) sekalipun.

Ayat ini diturunkan terkait keputusasaan Wahsyi, pembunuh Hamzah radhiallahu ‘anhu, yang merasa tidak layak masuk Islam karena telah melakukan tiga dosa besar: membunuh, berzina, dan syirik. Wahsyi merasa dosa-dosanya terlalu besar untuk diampuni, tetapi Allah justru memanggil para pendosa dengan panggilan penuh kasih, “Wahai hamba-hamba-Ku.” Tak hanya itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun memaafkannya dengan syarat jangan memperlihatkan wajahnya lagi di hadapan Beliau agar tidak mengingatkan kembali akan kehilangan pamannya, Hamzah radhiallahuanhu.

Pesan utama dari ayat ini adalah bahwa Allah Malikul Mulk, sebagai Raja segala raja, menunjukkan kelembutan dan penghormatan luar biasa kepada hamba-Nya. Allah tidak memanggil manusia dengan label dosa mereka, seperti “si tukang riba”, “si pelaku bully”, “si doyan ghibah”, atau “si pendosa,” melainkan dengan panggilan mesra, “wahai hamba-Ku.” Hal ini menunjukkan betapa Allah tetap mengakui dan merangkul hamba-Nya, meskipun mereka telah tidak menghormati-Nya (respect) sebab melanggar batas-batas-Nya (aturan syari’at).

Ayat ini juga menjadi peringatan bagi mereka yang meremehkan dosa dengan mengatakan, “Tidak apa-apa, nanti saja bertaubat.” Sikap seperti itu adalah godaan setan, yang awalnya memberikan harapan palsu untuk terus berdosa, tetapi kemudian menanamkan keputusasaan. Padahal Allah dengan rahmat-Nya yang luas memberikan solusi sederhana: “Kalau kamu salah, ya minta maaf.” Allah tidak hanya menawarkan ampunan tetapi juga rahmat-Nya berupa surga bagi hamba yang benar-benar bertaubat, namanya juga manusia, yang suka lupa dan khilaf.

Kesempatan besar yang Allah berikan ini seharusnya membuat hati kita meleleh. Bayangkan, manusia seringkali sulit memaafkan kesalahan, bahkan orang tua pun mungkin memutuskan hubungan dengan anaknya yang berbuat salah. Namun, Allah, Al-Ghafur dan Ar-Rahim, selalu membuka pintu maaf dan menyayangi hamba-Nya tanpa henti. Karena itu, kita diajarkan untuk berharap yang besar dari Allah—bukan sekadar ampunan, tetapi juga surga Firdaus, surga tertinggi yang Allah sediakan bagi hamba-hamba-Nya yang kembali kepada-Nya.

3. Reflection

Jika kamu merasa terlalu sering gagal, terjatuh, atau bahkan tidak layak berharap, ingatlah ayat ini. Allah memanggilmu untuk tidak menyerah dan memulai kembali. Mengakui luka bukan berarti kita lemah, tapi justru menjadi awal untuk menemukan kekuatan sejati.

Terkadang, rasa bersalah menjadi tembok besar yang menghalangi langkah kita. Namun, QS Az-Zumar: 53 ini adalah pelajaran bahwa Allah tidak pernah lelah untuk menerima hamba-Nya yang ingin kembali. Perlu kita ingat, “to err is human, to forgive is angelic.

Jadi, apakah kita mau terus mengingat kesalahan diri sendiri dan kejahatan orang lain kepada kita? Atau kita mau menjadi manusia berhati malaikat yang mudah memaafkan orang lain, apalagi diri sendiri? Be nice to yourself.

4. Apply to Life

Bagaimana kita bisa menerapkan pelajaran dari ayat ini dalam hidup sehari-hari? Berikut beberapa tahapannya.

  • Akui luka dan kesalahan: Tuliskan apa yang selama ini membuatmu merasa gagal dan tidak layak mendapatkan kebaikan Allah. Mengakui luka adalah langkah pertama untuk menyembuhkannya.
  • Berdoa dengan sepenuh hati: Curahkan semua perasaanmu kepada Allah. Mintalah ampunan-Nya dan percayalah bahwa Dia Maha Pengampun. Ridho lah atas segala ketetapan-Nya dan minta solusi seperti teladan Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallaam dengan mengucapkan, “rhoditu billaahi robba, wa bil islaami diina, wa bi muhammadin nabiya wa rosuula.”
  • Buat langkah nyata untuk berubah: Mulailah dengan hal kecil, seperti meningkatkan ibadah harian, berbuat baik pada orang lain, atau belajar memaafkan diri sendiri dan orang lain.
  • Berbaik sangka kepada Allah: Percayalah bahwa Allah tidak hanya mengampuni, tetapi juga memberikan jalan keluar yang terbaik untuk setiap masalahmu.
  • Konsisten dalam perbaikan diri: Bangun kebiasaan baik sedikit demi sedikit. Setiap perubahan kecil adalah kemenangan besar.

5. Next Ayat

Untuk melanjutkan perjalanan ini, kita akan menjelajahi QS Al-Baqarah: 286. Ayat tersebut akan menjadi jembatan untuk belajar langkah konkret memaafkan diri sendiri dan orang lain. Karena, dalam self-healing, memaafkan adalah salah satu tahapan penting untuk melangkah ke depan.

Penutup

Proses self-healing memang tidak instan, tapi Allah selalu hadir untuk membimbing kita. QS Az-Zumar: 53 adalah pengingat penuh cinta bahwa seberapa besar luka dan dosa kita, rahmat Allah selalu lebih besar. Jangan pernah berputus asa untuk berubah, karena harapan itu selalu ada.

Sampai jumpa di Quran Journaling selanjutnya dengan QS Al-Baqarah: 286!

Referensi (Klik)

https://quranhadits.com/quran/39-az-zumar/az-zumar-ayat-53/

https://quran.nu.or.id/az-zumar/53

https://tafsirweb.com/8715-surat-az-zumar-ayat-53.html

Youtube Kajian Tafsir QS Az Zumar:53

https://tafsiralquran.co.id/jangan-pernah-putus-asa-tafsir-az-zumar-53

 

Quran Journaling Day 3 Bersama Sahal

Tadabbur Published by: Aryanty | Date: 14 January 2025

Mengembangkan Potensi Diri dan Healing Lewat Quran Journaling Day 3: Tadabbur Surat Ar-Rum Ayat 54

Bismillah, yuk kita bahas satu ayat yang sarat makna dari surat Ar-Rum ayat 54. Ayat ini bukan hanya mengingatkan tentang perjalanan hidup manusia, tapi juga bisa jadi inspirasi buat kita untuk mengenal potensi diri, sekaligus jadi healing therapy lewat Quran journaling.

Quote the Ayat

 اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْرُ

Allah berfirman:

“Allah adalah Zat yang menciptakanmu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan(-mu) kuat setelah keadaan lemah. Lalu, Dia menjadikan(-mu) lemah (kembali) setelah keadaan kuat dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.”

(QS. Ar-Rum: 54)

Terjemahan lafdziah QS Ar Rum 54

Understand the Context

Menurut Ustadz Dr. Mustafa Umar, Lc., M.A. ayat ini menggambarkan perjalanan hidup manusia dari bayi yang lemah, menjadi dewasa yang kuat, hingga kembali lemah di masa tua. Proses ini tidak terjadi tanpa hikmah; Allah menciptakan setiap fase kehidupan untuk:

  • Mengajarkan ketergantungan pada-Nya.
  • Memanfaatkan kekuatan untuk berkontribusi.
  • Menerima kelemahan sebagai bentuk tawadhu’ (rendah hati).

Reflection

1. Menemukan Makna dalam Setiap Fase Hidup

  • Lemah di awal: Bayi tak berdaya yang membutuhkan kasih sayang orang lain.
  • Kuat setelah lemah: Masa muda hingga dewasa, saat potensi fisik dan intelektual berada di puncaknya.
  • Kembali lemah setelah kuat: Masa tua yang mengingatkan bahwa kekuatan adalah titipan sementara.

Setiap fase itu penuh hikmah. Allah mengajarkan bahwa:

  • Lemahnya manusia di awal dan akhir adalah tanda bahwa kita butuh bergantung pada Allah.
  • Semasa muda orang tua merawat dan mendidik kita, maka saat mereka lemah di usia senja, giliran kita berbakti kepada orang tua. Apapun gaya parenting orang tua kita dahulu, maklumi. Semoga kita bisa menjadi orang tua yang lebih baik dan memutus rantai pola asuh alakadarnya dengan ilmu yang Allah ridhoi.
  • Kekuatan di masa muda adalah kesempatan untuk berkontribusi kepada umat.

2. Masa Muda: Fase Emas untuk Berkarya

Ulama menjelaskan bahwa masa kuat dalam ayat ini merujuk pada masa muda, usia 15-40 tahun. Contoh:

  • Nabi Ibrahim: Berani menegakkan kebenaran di usia muda dengan berkonfrontasi lewat argumen bernas melawan pemimpin dzalim dan pelaku kemusyrikan.
  • Nabi Yusuf: Menjaga kehormatan dan memimpin meski masih muda, padahal kurang toxic apa 11 orang kakaknya yang membuangnya ke sumur ketika kecil. Kalau kita bandingkan dengan beliau ‘alaihi salaam, sungguh besar mental health issue yang dihadapinya daripada kita.
  • Muhammad Al-Fatih: Menaklukkan Konstantinopel di usia 21 tahun.

Di usia itu, kita sedang apa? Apa kita mau menyia-nyiakan masa emas yang tersisa ini?

Apply to Life

Quran Journaling untuk Refleksi dan Healing

Ya, quran journaling menjadi salah satu cara untuk mengaplikasikan ayat ini. Sebab, itu dapat membantu kita mengisi waktu hidup kita mentadabburi setiap ayat melalui langkah berikut.

  1. Tulis ayatnya: Catat ayat qur’an di jurnalmu.
  2. Renungkan: Apa yang ayat ini ajarkan tentang hidup?
  3. Kenali potensi: Apa kekuatan yang Allah karuniakan di fase hidupmu sekarang?
  4. Buat rencana: Tulis langkah nyata untuk memaksimalkan potensimu.
  5. Doa: Mohon bimbingan Allah agar diberi keberkahan di setiap langkah.

Next Ayat: QS Ali Imran: 139

Sebagai penguat, setelah ini, kita akan merenungkan ayat berikut.

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”

(QS Ali Imran: 139)

Dua ayat ini insyaallah saling melengkapi:

  • QS Ar-Rum: 54: Mengingatkan kita tentang fase kehidupan yang Allah tentukan.
  • QS Ali Imran: 139: Memotivasi kita untuk tetap optimis dan berusaha.

Penutup

Jangan tunggu tua untuk menyadari betapa berharganya waktu. Gunakan masa muda untuk belajar, berkarya, dan mendekatkan diri kepada Allah. Jadikan Quran journaling sebagai sarana mengenal diri, healing, dan mencatat perjalanan hidup yang bermakna.

Semoga Allah terus membimbing kita semua agar berlembut hati dan senantiasa mudah mengisi waktu dengan beramal shalih. Aamiin.

Referensi (klik)

Qur’an Journaling Day 2 Bersama Sahal

Hari ke-2 Quran Journaling: Menyadari Karunia dan Rahmat Allah melalui Tadabbur QS Yunus Ayat 57-58

Published by: Aryanty | Date: 12 January 2025

Dalam proses pengembangan diri, langkah pertama yang paling penting adalah menyadari kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan kita. Kesadaran ini membantu kita memandang segala hal dengan sudut pandang yang lebih positif, ikhlas, dan tenang.
Saat kita sadar bahwa Allah selalu bersama kita, segala luka hati, kegelisahan, dan kebingungan yang kita rasakan akan lebih mudah diatasi. Salah satu cara terbaik untuk menumbuhkan kesadaran ini adalah melalui tadabbur Al-Qur’an. Hari ini, mari kita refleksikan QS Yunus ayat 57-58 yang penuh hikmah.

1. Quote the Ayah

“Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi sesuatu (penyakit) yang terdapat dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang mukmin.” (QS Yunus: 57)

Terjemahan lafdziah QS Yunus ayat 57

“Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.’” (QS Yunus: 58)

Terjemahan lafdziah QS Yunus ayat 58

2. Understanding the Context and Tafseer

Ayat 57 menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah anugerah dari Allah untuk menyembuhkan hati manusia dari berbagai penyakit, seperti iri hati, kesombongan, dan rasa putus asa. Di dalam Al-Qur’an, Allah memberikan:

  • Mauidhah: Pelajaran hidup agar kita mencintai kebenaran.
  • Syifa: Obat bagi luka hati dan jiwa.
  • Huda: Petunjuk menuju jalan yang benar.
  • Rahmah: Kasih sayang Allah untuk orang-orang beriman.

Ayat 58 menguatkan pesan ini dengan mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak berasal dari harta atau kemewahan dunia, tetapi dari karunia terbesar Allah , yaitu agama Islam dan Al-Qur’an.

Menurut Buya Yahya, Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad  ﷺ  yang Allahturunkan sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada umat manusia. Ketika kita mencintai Nabi Muhammad    dan menjadikannya panutan, akan lebih mudah bagi kita untuk menjalankan perintah Allah .

3. Reflection

Jadi, ayat ini mengajari kita apa? Kalau kita sedang galau, marah, atau merasa kosong, Al-Qur’an adalah go-to solution. Allah sudah memberikan resep supaya kita tak cuma sembuh dari rasa sakit, tapi juga bisa hidup lebih damai dan bahagia.

Yuk tanya ke diri sendiri:

  • Apa aku sadar kalau hatiku butuh healing yang sebenarnya?
  • Sudahkah aku benar-benar bersyukur atas karunia Islam dan Al-Qur’an?
  • Apakah aku sudah menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan dalam menghadapi tantangan hidup?

Ayat ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari kedekatan kita dengan Allah, bukan dari pencapaian materi. Ketika kita hidup dengan berpegang pada petunjuk Al-Qur’an, hati kita akan merasa damai dan penuh keberkahan.

4. Apply to Life

Langkah sederhana yang bisa kita lakukan sehari-hari adalah sebagai berikut.

  • Membaca Al-Qur’an setiap hari, meskipun hanya satu ayat, untuk menjaga hati tetap dekat dengan Allah .
  • Belajar mencintai Nabi Muhammad   dengan mempelajari sunnah-sunnahnya dan menjadikannya teladan.
  • Selalu memulai aktivitas dengan doa, memohon keberkahan dari Allah sesuai adab atau etika seorang muslim.
  • Saat sedang marah atau kecewa, cari ayat yang bisa menenangkan hati.
  • Terapkan nilai-nilai Al-Qur’an ke dalam cara kita bersikap ke orang lain, agar rahmat Allah terasa juga dalam hubungan sosial.

5. Next Ayah

Untuk hari berikutnya, yuk lanjut ke QS Ar Rum ayat 54, supaya lebih memperkuat perjalanan healing ini.

6. Penutup dengan Nasihat Buya Yahya

Buya Yahya mengatakan bahwa orang yang benar-benar memahami Al-Qur’an sebagai mukjizat Nabi Muhammad    akan lebih mudah mengikuti perintah Allah ﷻ. Mereka yang mengagungkan Nabi Muhammad   akan merasakan kedamaian hati, karena cinta kepada Rasulullah membawa seseorang pada kepatuhan dan cinta kepada Allah ﷻ. 

Hati kita memang sering luka dan hidup kadang terbentur masalah, tapi Al-Qur’an hadir untuk menyembuhkan dan menjadi solusinya. Yuk, mulai hari ini kita lebih dekat dengan Allah dan menjadikan ayat-ayat-Nya sebagai obat jiwa. Healing itu tidak harus ribet kok, asalkan kita tahu ke mana harus kembali dan jawabannya ada di Al-Qur’an.

Tantangan Hari Ini: Mulailah membaca minimal satu ayat Al-Qur’an setiap hari dan renungkan maknanya. Rasakan bagaimana kedekatan dengan Allah mampu menyembuhkan dan membahagiakan hati kita.