Belajar dari Kesalahan: Tadabbur Surat Al-Hadid Ayat 23 untuk Self Healing dan Pengembangan Diri

Published by: Aryanty | Date: 18 January 2025

Quran Journaling Day 7: Mengambil Pelajaran dari Kesalahan

Terkadang, aku merasa berat banget kalau  ingat kesalahan yang pernah aku buat, apalagi kalau dampaknya besar ke hidup aku atau orang lain. Tapi ternyata, kalau kita mau belajar dari kesalahan itu, justru di situ ada proses healing dan pengembangan diri.

Nah, di Quran Journaling Day 7 ini, mari kita tadabbur surat Al-Hadid ayat 23. Ayat ini mengajarkan kita untuk gak terlalu sedih atas apa yang hilang, atau terlalu bangga dengan apa yang kita punya, karena semuanya adalah bagian dari rencana Allah untuk kebaikan kita. Yuk, kita refleksi bareng!

 

Quote The Ayat

لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۙ

(Yang demikian itu kami tetapkan) agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Understand The Context and Tafsir

The Context

Surat Al Hadid ayat 23 tidak memiliki sebab khusus (asbabun nuzul) yang dicatat secara spesifik dalam riwayat hadis. Namun, Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc., M.A., mengatakan bahwa ayat 23 turun sebagai lanjutan dari Surat Al Hadid ayat 20, 21, 22 dan sebelumnya. Dimana, pada ayat 19 Allah menyerukan sedekah di saat manusia lebih senang untuk berkompetisi dengan perkebunannya, perdagangannya, memperbanyak harta, juga keturunannya.

Maka mulai ayat 20 inilah Allah menekankan hakekat keadaan dunia yang mereka kumpulkan sebagai permainan, senda gurau, perhiasan untuk berbangga-bangga saja, dan kesenangan palsu. Perilaku buruk yang merupakan ciri hedonisme tersebut kelak akan merugikan manusia, layaknya tanaman hijau yang membanggakan petaninya, namun kemudian menjadi kering dan hancur tanpa bisa dipanen di akhirat.

Sementara itu, seandainya saja manusia mengikuti seruan Allah untuk berlomba-lomba dalam mendapatkan ampunan dan rahmat-Nya, niscaya manusia akan mendapatkan surga, sebagaimana tercantum pada ayat 21.

Sehingga, dikatakan pada ayat 22 bahwa, sebagaimana tercatat sebagai takdir dalam Lauh Mahfudz, dunia itu merupakan bala/ujian/fitnah bagi semua manusia. Bahkan apa yang terjadi di bumi dan masing-masing manusia merupakan musibah, baik bagi yang taat maupun durhaka kepada Allah.

Terkait penetapan takdir tersebut, Allah berfirman pada ayat 23 agar manusia tidak bersedih atas hal duniawi yang luput dari mereka, karena memang tidak ditakdirkan untuknya. Sekiranya sudah ditakdirkan, jelas mereka akan memperolehnya. Begitupun, ketika mendapatkan kenikmatan, tidak serta merta membuat mereka bahagia secara berlebihan.

The Tafsir

Surat Al-Hadid ayat 23 mengajarkan pentingnya sikap tawakal, syukur, dan sabar terhadap ketetapan Allah (takdir). Berikut poin-poin tafsir dari berbagai sumber:

1. Semua Peristiwa Sudah Ditetapkan

Allah menetapkan segala sesuatu sebelum kejadiannya, termasuk nikmat dan musibah. Ini mengajarkan kita untuk menerima takdir dengan lapang dada, baik berupa kebahagiaan maupun kesedihan. (Tafsir Kemenag, Ibnu Katsir, Al-Muyassar, As-Sa’di)

2. Sikap Terhadap Musibah dan Nikmat

Jangan terlalu bersedih terhadap apa yang luput, karena jika sudah ditakdirkan untuk terjadi, maka itu pasti akan terjadi.

Jangan pula terlalu bangga terhadap apa yang diberikan, karena nikmat itu berasal dari Allah, bukan semata hasil usaha sendiri. (Tafsir Kemenag, Ibnu Katsir, Al-Muyassar)

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Ketahuilah, apa yang luput darimu tidak akan pernah menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan pernah luput darimu.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

3. Larangan Berlebihan

Ayat ini melarang kesedihan dan kegembiraan yang berlebihan. Sebaliknya, dianjurkan untuk bersyukur saat mendapatkan nikmat dan bersabar saat menghadapi musibah. (Tafsir Kemenag, As-Sa’di)

4. Allah Tidak Menyukai Kesombongan

Orang yang sombong karena nikmat yang dimilikinya dan memamerkannya kepada orang lain adalah orang yang dibenci Allah. Kesombongan ini biasanya disertai sifat kikir, enggan berbagi nikmat di jalan Allah dan suka menyusahkan orang lain. (Tafsir Kemenag, Ibnu Katsir, Al-Muyassar, As-Sa’di)

5. Hikmah dari Takdir Allah

Takdir Allah mengajarkan manusia untuk tidak terlalu tamak terhadap dunia, melainkan sibuk bersyukur atas nikmat-Nya dan mencegah azab dengan ketaatan. (Tafsir As-Sa’di)

6. Keistimewaan Ayat Ini

Prof. Dr. Quraish Shihab menerangkan bahwa Allah menurunkan ayat 23 untuk menyadarkan manusia supaya tidak terlalu sedih jika tertimpa musibah dan sombong saat sedang “di atas angin”. Sebab bagi orang taat, musibah merupakan peringatan untuk meningkatkan derajatnya, sementara bagi orang durhaka, itu adalah momen untuk bertaubat dan menjadi muslim versi terbaiknya.

Ayat ini mengingatkan agar kita menerima takdir Allah dengan hati yang ikhlas, baik dalam kesedihan maupun kebahagiaan. Sikap terbaik adalah bersyukur atas nikmat dan bersabar atas musibah, tanpa berlebihan atau menyombongkan diri. Allah mencintai hamba yang rendah hati dan bertawakal.

Reflection

Saat tadabbur Surat Al-Hadid ayat 23, aku jadi bertanya-tanya pada diri sendiri.

  1. Tentang Takdir dan Penerimaan
    • Apakah aku sudah menerima bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan ketetapan Allah?
    • Bagaimana caraku menyikapi hal-hal yang tidak sesuai harapan?
  2. Tentang Musibah dan Kesedihan
    • Ketika sesuatu yang aku harapkan tidak terjadi, apakah aku terlalu larut dalam kesedihan?
    • Apakah aku memahami bahwa setiap musibah adalah bagian dari rencana terbaik Allah untukku?
  3. Tentang Nikmat dan Kegembiraan
    • Apakah aku merasa sombong atau terlalu berbangga diri saat mendapatkan nikmat?
    • Sudahkah aku bersyukur dengan nikmat yang Allah berikan?
    • Apakah aku menggunakan nikmat tersebut di jalan yang Allah ridhai?
  4. Tentang Keikhlasan dan Sifat Sombong
    • Apakah aku sering merasa bahwa semua pencapaian aku semata-mata hasil usahaku sendiri?
    • Apakah aku pernah membanggakan diri atas sesuatu tanpa mengingat bahwa itu adalah pemberian Allah?
  5. Tentang Sikap dan Hati
    • Bagaimana aku melatih diri untuk tidak berlebihan dalam bersedih atau bergembira?
    • Apakah aku telah memanfaatkan keadaan yang aku alami untuk mendekatkan diri kepada Allah?
  6. Tentang Hubungan dengan Orang Lain
    • Apakah aku pernah memamerkan nikmatku kepada orang lain dengan cara yang menyakitkan hati mereka?
    • Bagaimana aku bisa lebih peka terhadap perasaan orang lain dan tidak memunculkan kesan sombong?

Dengan pertanyaan-pertanyaan ini, tadabbur menjadi cara untuk mengevaluasi sikap dan meningkatkan kualitas diriku sesuai dengan pesan ayat tersebut.

Apply to Life

What will I do for my life?

Berikut adalah penerapan dari tadabbur Surat Al-Hadid ayat 23 dalam kehidupan kita sehari-hari.

1. Menerima Takdir dengan Lapang Dada

  • Belajar menerima kegagalan dalam studi, pekerjaan, atau hubungan sebagai bagian dari rencana terbaik Allah.
  • Bersikap bijak dalam menghadapi perubahan hidup seperti tantangan keluarga atau karier.
  • Menjadikan pengalaman masa lalu sebagai pelajaran, menerima keadaan saat ini dengan rasa syukur dan introspeksi.

2. Mengelola Emosi: Tidak Berlebihan dalam Sedih dan Gembira

  • Belajar tidak terlalu larut dalam kesedihan saat kehilangan kesempatan atau kegagalan, dan tidak terlalu bangga atas pencapaian awal.
  • Tetap tenang saat menghadapi tekanan hidup, seperti masalah pekerjaan atau pendidikan anak.
  • Mengontrol kegembiraan dan kesedihan, menyadari bahwa semua hal, baik itu pencapaian dan keturunan adalah ujian dari Allah.

3. Melatih Syukur atas Nikmat yang Diberikan

  • Mulai membiasakan bersyukur atas kesehatan, pendidikan, dan dukungan keluarga.
  • Mensyukuri stabilitas ekonomi dan keluarga serta berbagi rezeki dengan orang lain.
  • Meningkatkan rasa syukur dengan berbagi pengalaman hidup dan memberikan manfaat kepada generasi muda dengan bijaksana.

4. Menghindari Sifat Sombong dan Bangga Diri

  • Tidak memamerkan pencapaian di media sosial secara berlebihan.
  • Menghindari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain untuk merasa lebih baik.
  • Menjadi teladan dalam kesederhanaan dan tidak merasa lebih unggul karena pengalaman atau pencapaian.

5. Memanfaatkan Nikmat untuk Kebaikan

  • Menggunakan waktu, tenaga, dan pengetahuan untuk belajar dan berkarya sebagai generasi akhir zaman.
  • Menjadikan rezeki, waktu, dan tenaga untuk membangun keluarga yang berkah, bukan hanya mengejar karir.
  • Menggunakan pengalaman dan kelebihan yang dimiliki untuk menginspirasi dan membantu sesama selagi masih ada usia.

6. Membangun Kesadaran tentang Ujian Hidup

  • Melatih diri untuk memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar.
  • Menyadari bahwa ujian hidup adalah cara Allah menguatkan diri dan mendewasakan jiwa.
  • Memaknai ujian sebagai tanda kasih Allah yang mengingatkan untuk lebih mendekat kepada-Nya.

Penerapan ini membantu kita untuk menjalani hidup dengan sikap yang lebih positif, sabar, dan penuh syukur kepada Allah.

Next Ayat

Mari kita lanjutkan proses healing melalui quran journaling berikutnya dengan mendalami surat Al Ankabut ayat 69 untuk memperbaiki diri menjadi versi terbaik.

Kesimpulan

Hari ke tujuh ini kita dapat mengambil pelajaran melalui quran journaling surat Al Hadid ayat 23 bahwa, kehidupan ini penuh dengan pasang surut, dan kita tidak boleh terlalu larut dalam kesenangan atau kesedihan. Sikap yang bijak adalah menerima segala sesuatu dengan ikhlas sebagai takdir Allah, apa lagi segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara. Yakinlah bahwa Allah selalu bersama kita dan selalu memberikan yang terbaik bagi kita. Dengan keyakinan ini, kita akan mampu melewati segala kesulitan dan meraih kebahagiaan sejati di akhirat kelak.

Referensi (Klik)

Penerimaan Diri dengan Surat Al Baqarah 286

Published by: Aryanty | Date: 17 January 2025

Quran Journaling Day 6: Menerima Diri Seutuhnya

Gak terasa tahap menyadari dan mengakui luka sudah selesai sampai quran journaling day 5. Dari kelima hari itu, kita jadi sadar gak sih, bahwa setiap luka yang kita alami, baik yang berasal dari kesalahan orang lain maupun diri sendiri, sering kali meninggalkan jejak mendalam di hati. Kini tiba saatnya sepenuhnya memaafkan demi mental yang sehat dan bahagia.

Memaafkan bukanlah perkara mudah, tetapi penerimaan diri seutuhnya adalah langkah awal yang penting dalam proses self healing ini. Di hari ke enam, surat Al-Baqarah ayat 286 mengingatkan kita bahwa, Allah tidak membebani seseorang melampaui kesanggupannya.

Melalui ayat ini, kita diajarkan untuk menerima takdir, mengakui kelemahan, dan berserah kepada-Nya, sehingga hati menjadi lebih ringan untuk memaafkan diri sendiri dan orang lain. Tadabbur ayat ini akan membantu kita memahami bahwa setiap ujian adalah bagian dari kasih sayang Allah Ta’ala dalam menguatkan dan menyembuhkan jiwa.

Quote The Ayat

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْقَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ  وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الۡكٰفِرِيۡنَ

Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir.

Understand The Context and Tafsir

The Context

Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 286

Kisah turunnya ayat ini diceritakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah. Saat ayat sebelumnya (Al-Baqarah: 284) turun, ayat tersebut menyebutkan bahwa Allah akan menghitung segala sesuatu yang kita lakukan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi dalam hati. Hal ini membuat sebagian sahabat merasa khawatir dan berat hati.

Mereka pun mengadu kepada Rasulullah, “Kami merasa tugas ini terlalu berat untuk kami jalani.”

Namun, Rasulullah menenangkan mereka dan berkata, “Apakah kalian ingin berkata seperti Bani Israil yang berkata, ‘Kami dengar tetapi kami tidak taat’? Ucapkanlah, ‘Kami dengar dan kami taat, ampuni kami wahai Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.’

Setelah itu, Allah mengabulkan doa mereka dan menurunkan ayat terakhir dari Surat Al-Baqarah ini (ayat 286), yang menjadi pelipur bagi para sahabat. Ayat ini mengajarkan bahwa Allah tidak membebani hamba-Nya melampaui batas kemampuan mereka dan selalu memberikan pengampunan bagi yang memohon.

The Tafsir

Berikut ringkasan Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 286 dari berbagai sumber.

  • Agama itu Mudah
    Allah tidak memberikan beban kepada manusia di luar kesanggupannya. Apa yang kita lakukan, baik atau buruk, akan mendapatkan balasan sesuai amal tersebut. Segala kebaikan yang diniatkan, meski belum dilakukan, juga dicatat sebagai pahala.
  • Doa sebagai Bentuk Kasih Sayang Allah
    Ayat ini mengajarkan kita doa untuk meminta ampunan dan memohon agar tidak dibebani seperti umat sebelumnya yang diberi tugas berat. Allah juga mengajarkan kita untuk memohon keringanan, ampunan, dan rahmat agar lebih mudah menjalani perintah-Nya.
  • Keringanan dalam Ibadah
    Allah memberikan keringanan bagi umat-Nya, seperti dalam hal beribadah saat sakit atau bepergian. Bahkan, dosa karena lupa atau tidak sengaja dimaafkan oleh Allah, seperti lupa membaca basmalah atau melakukan hal yang tidak disengaja.
  • Pahala dari Kebaikan dan Siksa dari Kejahatan
    Kebaikan yang kita lakukan, sekecil apa pun, pasti dihargai oleh Allah. Sebaliknya, keburukan yang dilakukan akan mendapat balasan kecuali jika Allah mengampuni. Islam mendorong kita untuk memperbanyak amal baik yang sesuai dengan fitrah manusia.
  • Fitrah Manusia Cenderung pada Kebaikan
    Manusia diciptakan dalam keadaan suci dan lebih mudah melakukan kebaikan daripada keburukan. Namun, jika berbuat buruk, biasanya ada rasa bersalah, takut, atau khawatir diketahui orang lain, yang akhirnya mendorongnya untuk berhenti.
  • Doa Memperkuat Amal
    Doa yang diajarkan dalam ayat ini adalah wujud ketulusan hati kita untuk meminta pertolongan Allah. Doa bukan sekadar kata-kata, tapi harus diiringi usaha dan tindakan nyata dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
  • Pertolongan Allah untuk Kaum Mukminin
    Doa yang diajarkan di akhir ayat meminta Allah untuk menolong kita menghadapi orang-orang yang menentang keimanan. Pertolongan ini bukan hanya dalam kemenangan dunia, tetapi juga kemenangan di akhirat.
  • Keistimewaan Ayat Ini
    Menurut Dr., Dr. (Hc.) Ustadz Adi Hidayat, Lc., M.A., membaca Al Fatihah dan dua ayat terakhir Surat Al-Baqarah (285 dan 286) di awal doa dapat menggugurkan dosa, mengabulkan doa, baik untuk memperbaiki urusan dunia maupun akhirat, dengan catatan cara dan doanya benar, tidak diselimuti maksiat. Selain itu, jika membacanya sebelum tidur disebutkan cukup sebagai perlindungan, menambah ketenangan dan kekhusyuan dalam beribadah.

Ayat ini menunjukkan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalaam, memberikan kelonggaran, dan mengajarkan kita untuk tetap berpegang teguh pada Al Qur’an.

Reflection

Saat membaca tafsirnya, hati ini tergerak untuk bertanya:

  • Apakah aku telah benar-benar berserah diri kepada Allah?
  • Sudahkah aku meyakini bahwa setiap ujian yang Allah tetapkan tidak melampaui batas kemampuanku?
  • Bagaimana aku menyikapi ujian dalam hidup ini?
  • Apakah aku melihatnya sebagai bentuk kasih sayang Allah untuk mendekatkan saya kepada-Nya, atau justru aku mengeluh dan merasa putus asa?
  • Apakah aku sudah memohon ampunan dan rahmat Allah dengan sungguh-sungguh?
  • Dalam ayat ini, Allah mengajarkan doa untuk meminta ampunan, tidak membebani dengan hal yang memberatkan, dan memohon pertolongan. Sudahkah aku rutin memanjatkan doa ini dengan sepenuh hati?
  • Apakah aku memaafkan diri sendiri dan orang lain sebagaimana Allah Maha Pengampun?
  • Jika Allah yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna memaafkan hamba-Nya, apakah aku masih menyimpan dendam atau terus menyalahkan diri sendiri atas masa lalu?
  • Apakah aku yakin bahwa setiap kesulitan membawa kemudahan?
  • Apakah keyakinan aku terhadap janji Allah ini cukup kuat untuk membuat saya terus berjuang dalam menghadapi hidup?

Apply to Life

What will I do for my life?
  • Berserah Diri Sepenuhnya kepada Allah
Saat menghadapi tekanan kerja, studi, atau bisnis, aku  yakin bahwa segala kesulitan yang saya alami tidak akan melebihi kemampuanku.
Aku berhenti menyalahkan diri sendiri ketika gagal dan fokus pada usaha terbaik sambil berdoa agar Allah memberikan jalan keluar terbaik.
  • Menyikapi Ujian dengan Sabar dan Yakin
Ketika menghadapi konflik keluarga atau pertemanan, aku berusaha sabar dan yakin bahwa masalah ini adalah ujian untuk mendewasakanku.
Dalam situasi sulit seperti kehilangan pekerjaan, aku tetap percaya bahwa Allah memiliki rencana yang lebih baik untukku.
  • Memohon Ampunan dan Rahmat Allah

Aku rutin memperbaiki hubungan dengan Allah dengan memperbanyak istighfar setiap hari, terutama setelah shalat.

Ketika merasa bersalah karena kesalahan masa lalu, aku segera bertobat dan meminta ampun tanpa menunda, sambil memperbaiki hubungan dengan orang yang mungkin aku sakiti.

  • Memaafkan Diri Sendiri dan Orang Lain

Ketika merasa kecewa dengan orang lain atau diri sendiri, aku mengambil waktu untuk refleksi, memahami bahwa manusia adalah makhluk yang tidak sempurna.

Aku memilih untuk melepaskan rasa dendam kepada orang yang pernah menyakitiku, karena memaafkan adalah cara terbaik untuk menemukan kedamaian hati.

  • Yakin Setiap Kesulitan Membawa Kemudahan

Saat menghadapi tekanan finansial, aku tetap berusaha dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan memberi rezeki dari arah yang tak disangka-sangka.

Ketika menghadapi masalah kesehatan atau tekanan mental, aku tetap berdoa dan mencari pertolongan profesional sebagai ikhtiar sambil yakin Allah mempermudah kesembuhan.

Insyaallah, aplikasi ayat ini membantu kita menjalani kehidupan dengan lebih tenang, optimis, dan penuh kesadaran akan kasih sayang Allah dalam setiap aspek kehidupan.

Next Ayat

Untuk melanjutkan proses healing melalui quran journaling ini, selanjutnya kita akan mendalami surat Al Hadid ayat 23 untuk belajar mengambil pelajaran dari kesalahan.

Kesimpulan

Hari keenam (pertama di chapter 2) ini adalah tentang penerimaan diri melalui quran journaling surat Al Baqarah ayat 286. Aplikasi ajaran ayat ini akan membantu kita menjalani hidup dengan lebih optimis, sabar, dan penuh kesadaran akan rahmat Allah.

Referensi (Klik)

Tadabbur Al-Qur’an Surat An Najm Ayat 58 dan Kesehatan Mental: Berdzikir Sebagai Solusi Cemas dan Depresi

Kesehatan mental adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, terutama di era modern yang penuh dengan tekanan. Dalam Al-Qur’an, terdapat ayat yang menyentuh hati dan memberikan ketenangan mendalam:

لَيْسَ لَهَا مِن دُونِ ٱللَّهِ كَاشِفَةٌ

“Tidak ada yang dapat (mengungkapkan atau) menghilangkannya (kiamat) selain Allah.”

(QS. An-Najm: 58)

Menurut Dr. Syaikh Shalih bin Abdullah bin Humaid dalam Tafsir Al-Mukhtasar, ayat ini menjelaskan bahwa kekuasaan Allah begitu besar hingga mampu menahan peristiwa kiamat. Jika Allah mampu menghentikan kiamat yang begitu dahsyat, maka tidak ada kesulitan atau penyakit yang tidak mampu Allah angkat. Ayat ini memberikan harapan besar bagi siapa saja yang sedang mengalami tekanan mental, cemas, atau depresi.

Berdzikir: Penawar Kecemasan Seperti Meditasi Islami

Berdzikir dengan meyakini bahwa hanya Allah yang mampu menghilangkan kesulitan memiliki efek menenangkan yang serupa dengan teknik meditasi dalam psikologi. Berikut alasan logis dan klinis mengapa berdzikir baik untuk kesehatan mental:

  • Mengaktifkan Respon Relaksasi: Berdzikir melibatkan pengulangan lafaz yang bermakna positif, mirip dengan meditasi yang menurunkan hormon stres.
  • Meningkatkan Mindfulness: Dzikir membantu fokus kepada Allah, sehingga pikiran lebih tertata dan jauh dari pikiran negatif.
  • Efek Tenang pada Sistem Saraf: Dzikir yang dilakukan dengan ritme pernapasan teratur membantu menurunkan tekanan darah dan memberikan rasa tenang.

Aplikasi Ayat dalam Kehidupan

Jika Anda sedang mengalami kecemasan atau tekanan hidup, praktikkan langkah berikut:

  1. Baca dan pahami ayat An-Najm: 58 dengan penuh keyakinan, “Laisa lahaa min duuni Allaahi kaasyifah.”
  2. Dzikir rutin setiap hari, misalnya “La ilaha illa Allah” atau “Subhanallah.” Lakukan dengan fokus kepada Allah.
  3. Gabungkan dzikir dengan teknik pernapasan untuk meningkatkan rasa tenang.

Bismillah, semoga dzikir menjadi obat bagi hati yang gundah, dan jalan keluar dari setiap masalah. Aamiin.