Mensyukuri Nikmat yang Tak Terhitung, Mentakjubi Ilmu yang Tak Terbilang: Self Healing Lewat Tadabbur Surat An Nahl 18 dan Luqman 27

Quran Journaling Day 22 & 23 Bersama SAHAL: Menyadari Allah Sebagai The Best Provider Melalui Tadabbur Surat An Nahl Ayat 18 dan Luqman Ayat 27

Published by: Aryanty | Date: 5 February 2025

Insecure lihat orang-orang punya hidup yang lebih mudah, lebih bahagia, lebih segalanya? Pas lihat media sosial, makin terasa kalau kita kurang ini dan itu. Please stop, coba deh, kita tarik napas sebentar… lalu ingat: berapa banyak nikmat Allah yang sebenarnya sudah kita punya?

Kadang kita sibuk mencari kebahagiaan di luar sana, padahal kebahagiaan itu lahir dari hati yang bersyukur. Maha Kaya Allah yang sudah mengingatkan kita dalam An-Nahl ayat 18 bahwa nikmat-Nya itu tak akan bisa kita hitung. Artinya, kalau kita terus mencari-cari apa yang kurang, kita nggak akan pernah puas. Tapi kalau kita fokus pada yang sudah ada, hati kita jadi lebih ringan, lebih damai—dan ini salah satu kunci self-healing yang sering kita abaikan.

Nah, pas masuk ke Luqman ayat 27, kita makin merenung lebih dalam deh. Betapa luasnya ilmu Allah yang Maha Bijaksana, sampai seandainya semua lautan di dunia ini jadi tinta, tetap nggak akan cukup untuk menuliskannya! Ini tamparan lembut buat kita yang kadang merasa paling tahu atau sulit menerima nasihat. Kalau kita bisa rendah hati dalam belajar dan sadar bahwa ilmu kita hanyalah setitik kecil dari kebesaran Allah, keluarga kita pun akan lebih harmonis. Bayangkan kalau dalam rumah tangga, semua saling menghargai ilmu dan pengalaman satu sama lain—bukankah itu awal dari family sustainability yang sesungguhnya?

Di dua hari Quran Journaling ini, yuk kita belajar menemukan kebahagiaan dalam syukur dan menjaga hati tetap rendah di hadapan ilmu Allah.

Quote the Ayat

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS An Nahl 18)

 

وَلَوْ اَنَّ مَا فِى الْاَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ اَقْلَامٌ وَّالْبَحْرُ يَمُدُّهٗ مِنْۢ بَعْدِهٖ سَبْعَةُ اَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمٰتُ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta) ditambah tujuh lautan lagi setelah (kering)-nya, niscaya tidak akan pernah habis kalimatullah (ditulis dengannya). Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS Luqman 27)

 

Understand the Context & Tafsir

Asbabun Nuzul Surat An Nahl 18

Ayat ini turun sebagai peringatan kepada manusia bahwa nikmat Allah begitu banyak dan tidak terhitung. Menurut beberapa riwayat, ayat ini turun sebagai respons terhadap kesombongan kaum musyrik Mekah yang tidak bersyukur atas karunia Allah, bahkan mereka menganggap bahwa keberhasilan mereka berasal dari usaha sendiri. Allah menegaskan bahwa nikmat-Nya tak terbatas, dan manusia tidak akan mampu menghitungnya. Bahkan dengan segala kekurangan manusia dalam bersyukur, Allah tetap Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Asbabun Nuzul Surat Luqman 27

Menurut Ibnu Abbas, ayat ini turun sebagai jawaban atas pertanyaan orang-orang Yahudi kepada Rasulullah di Madinah. Mereka berkata:

“Wahai Muhammad, engkau mengatakan bahwa ilmu yang diberikan kepada manusia sangat sedikit. Apakah yang kau maksudkan itu kami, atau kaummu?”

Rasulullah menjawab: “Keduanya.”
Mereka membantah: “Tapi di dalam Taurat kami terdapat ilmu yang sangat banyak!”

Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menegaskan bahwa ilmu Allah tidak terbatas, sementara ilmu yang diberikan kepada manusia, termasuk yang ada dalam Taurat, tetap sangat kecil dibandingkan dengan ilmu-Nya.

Tafsir Singkat Kata Istimewa dari Surah An-Nahl 18 & Luqman 27

  1. Surah An-Nahl 18: “لَا تُحْصُوهَا” (lā tuḥṣūhā)
    Kata “لَا تُحْصُوهَا” berarti “kalian tidak akan mampu menghitungnya.” Dalam tafsirnya, para ulama menjelaskan bahwa nikmat Allah begitu luas, tak terbatas, dan terus mengalir tanpa henti. Bahkan jika manusia mencoba mencatat satu per satu, mereka tetap akan gagal karena setiap detik kehidupan dipenuhi dengan karunia yang sering tak disadari. Kata ini menunjukkan betapa lemahnya manusia dalam menyadari dan mensyukuri nikmat-Nya.
  2. Surah Luqman 27: “بِكَلِمَاتِ اللَّهِ” (bikalimātillāh)
    Kata “بِكَلِمَاتِ اللَّهِ” berarti “kalimat-kalimat Allah.” Dalam tafsirnya, ini mencakup ilmu, hikmah, dan firman Allah yang tak terbatas. Dikatakan bahwa jika seluruh lautan dijadikan tinta dan seluruh pohon menjadi pena, tetap saja tak akan mampu menuliskan ilmu dan kebijaksanaan Allah yang Maha Luas. Kata ini menegaskan bahwa keterbatasan manusia tak sebanding dengan keluasan ilmu Allah, mengajarkan kita untuk rendah hati dan terus belajar dari kebijaksanaan-Nya.

Ringkasan Tafsir An-Nahl Ayat 18

Surah An-Nahl ayat 18 menegaskan bahwa nikmat Allah begitu luas dan tak terhitung jumlahnya. Ayat ini juga menunjukkan betapa Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, karena manusia sering lalai dalam mensyukuri nikmat-Nya, namun Allah tetap mencurahkan kasih sayang-Nya tanpa henti.

  1. Nikmat Allah Tak Terhitung
    • Allah memberikan begitu banyak nikmat kepada manusia, baik yang tampak maupun tersembunyi, di langit, darat, air, dan dalam diri mereka sendiri. Bahkan jika manusia menggunakan alat tercanggih sekalipun, mereka tidak akan mampu menghitung nikmat Allah. (Tafsir Kemenag, Tafsir Al-Muyassar, Tafsir As-Sa’di)
  2. Allah Maha Pengampun atas Kelalaian Manusia
    • Manusia sering lalai dalam bersyukur, namun Allah tetap mengampuni mereka. Allah tidak serta-merta menghukum manusia atas kekurangannya dalam mensyukuri nikmat. (Tafsir Al-Muyassar, Zubdatut Tafsir, Tafsir Ibnu Katsir)
  3. Kewajiban Bersyukur
    • Manusia seharusnya bersyukur atas nikmat yang mereka terima dan menggunakannya sesuai dengan tuntunan Allah. Namun, Allah tetap menerima rasa syukur yang sedikit sekalipun. (Tafsir Kemenag, Tafsir As-Sa’di)
  4. Kasih Sayang Allah yang Tak Terbatas
    • Allah tidak segera menghukum manusia atas keingkaran mereka terhadap nikmat-Nya, melainkan tetap memberi mereka kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag)

Ringkasan Tafsir Surah Luqman ayat 27

  • Ayat ini menjelaskan keluasan ilmu Allah. Seandainya seluruh pohon dijadikan pena dan lautan sebagai tintanya, ditambah tujuh lautan lagi, maka kalimat-kalimat Allah tidak akan habis tertulis.
  • “Kalimat Allah” mencakup kekuasaan, ilmu, ketentuan, ciptaan-Nya, dan hakikat segala sesuatu.
  • Allah Mahakeras dalam tuntutan-Nya dan Mahabijaksana dalam segala tindakan-Nya.
  • Ayat ini diturunkan sebagai jawaban terhadap kaum Yahudi yang mempertanyakan pernyataan bahwa manusia hanya diberi sedikit ilmu (QS. Al-Isra: 85).

Sumber: Tafsir Kemenag

  • Ayat ini menggambarkan keagungan, kebesaran, dan keluasan ilmu Allah yang tidak dapat dihitung atau dijangkau manusia.
  • Penyebutan “tujuh lautan” adalah ungkapan hiperbolis (mubalagah) untuk menunjukkan bahwa ilmu Allah tidak terbatas.
  • Orang-orang musyrik dahulu mengatakan kalam Allah akan habis, maka Allah menurunkan ayat ini sebagai bantahan.
  • Orang-orang Yahudi juga bertanya kepada Rasulullah tentang ilmu, mengklaim bahwa Taurat mencakup segala sesuatu. Allah menjawab bahwa ilmu dalam Taurat pun sedikit dibandingkan ilmu Allah.
  • Allah Mahaperkasa (tidak ada yang bisa menentang-Nya) dan Mahabijaksana (dalam semua ciptaan dan hukum-Nya).

Sumber: Tafsir Ibnu Katsir

  • Jika seluruh pohon menjadi pena dan lautan menjadi tinta, ditambah tujuh lautan lagi, maka tetap tidak cukup untuk menuliskan ilmu dan kalimat-kalimat Allah.
  • Allah Mahaperkasa dalam menghukum orang-orang musyrik dan Mahabijaksana dalam menciptakan serta mengatur makhluk-Nya.
  • Ayat ini menetapkan sifat “kalam” (berfirman) bagi Allah secara hakiki, sesuai dengan keagungan dan kesempurnaan-Nya.

Sumber: Tafsir Al-Muyassar

  • “Kalimat Allah” adalah segala sesuatu yang difirmankan-Nya, termasuk ilmu dan hukum-hukum-Nya.
  • Ketika turun ayat “dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (Al-Isra: 85), orang Yahudi membantah karena merasa memiliki Taurat yang berisi ilmu. Maka ayat ini turun sebagai jawaban bahwa ilmu manusia sangat terbatas dibandingkan ilmu Allah.
  • Allah Mahaperkasa (tak terkalahkan) dan Mahabijaksana (semua makhluk-Nya berada dalam ilmu-Nya).

Sumber: Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir

  • Ayat ini menunjukkan luasnya firman dan ilmu Allah yang tak terbatas, sehingga mustahil manusia bisa mencatat semuanya.
  • Allah tidak memiliki awal dan akhir, sehingga firman-Nya pun tidak akan pernah habis.
  • Akal manusia tidak bisa memahami secara keseluruhan sifat Allah, tetapi Allah memberikan petunjuk agar manusia bisa mengenal-Nya sebatas kemampuan mereka.
  • Allah Mahaperkasa (menguasai segala sesuatu) dan Mahabijaksana (segala ciptaan dan hukum-Nya memiliki hikmah).

Sumber: Hidayatul Insan Bi Tafsiril Quran

Reflection

Berikut beberapa pertanyaan refleksi yang bisa kita renungkan saat membaca Surat An Nahl ayat 18 dan Luqman ayat 27.

  1. Dalam kehidupan sehari-hari, nikmat Allah begitu banyak, tetapi sering kali kita hanya fokus pada apa yang belum kita miliki. Apa satu nikmat Allah yang selama ini jarang kita syukuri, padahal sangat berharga?
  2. Seberapa sering kita menyadari bahwa kesehatan, keluarga, dan kesempatan untuk beribadah adalah nikmat yang luar biasa? Bagaimana cara kita meningkatkan rasa syukur terhadapnya?
  3. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, bahkan ketika kita kurang bersyukur. Pernahkah kita merasa kurang bersyukur, dan bagaimana kita bisa memperbaikinya?
  4. Bagaimana cara kita mengubah pola pikir dari ‘ingin lebih’ menjadi ‘bersyukur atas yang ada’ dalam kehidupan finansial dan pekerjaan?
  5. Apa langkah kecil yang bisa kita lakukan setiap hari agar lebih sadar dan bersyukur atas nikmat Allah?
  6. Allah menggambarkan ilmu-Nya yang tak terbatas dengan perumpamaan pena dan lautan tinta. Bagaimana pemahaman ini mengubah cara kita dalam mencari ilmu dan menghadapi keterbatasan diri?
  7. Sebagai manusia, kita sering merasa ‘sudah cukup tahu’ dalam banyak hal. Bagaimana kita bisa menjaga sikap rendah hati dalam belajar, baik dalam ilmu agama maupun ilmu dunia?
  8. Seberapa sering kita mengandalkan pemahaman dan logika pribadi tanpa mencari ilmu dari sumber yang benar? Bagaimana cara kita lebih banyak merujuk kepada ilmu Allah dalam mengambil keputusan hidup?
  9. Di era informasi digital ini, kita memiliki akses ke begitu banyak ilmu. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa ilmu yang kita pelajari membawa manfaat dan mendekatkan diri kepada Allah?
  10. Jika ilmu Allah begitu luas dan kita hanya diberi sedikit bagian darinya, bagaimana cara kita menggunakan ilmu yang sedikit ini dengan sebaik-baiknya untuk kehidupan dunia dan akhirat?

Apply in Life

Setelah merefleksikan kandungan surat An Nahl ayat 18 dan Luqman ayat 27, kita dapat mengaplikasikannya dalam keseharian secara praktis.

1. Melatih Kebiasaan Bersyukur

Mulai hari dengan mengingat dan menyebutkan tiga nikmat Allah yang kita rasakan, baik itu kesehatan, keluarga, atau kesempatan untuk beribadah (syukr journaling).

2. Menghindari Keluhan Berlebihan

Alih-alih mengeluh tentang kekurangan, kita bisa mengganti perspektif dengan melihat sisi positif dari setiap keadaan.

3. Menggunakan Nikmat dengan Bijak

Menjaga kesehatan, menggunakan waktu dengan produktif, dan mengelola harta dengan baik adalah bentuk syukur atas nikmat yang diberikan.

4. Menunjukkan Rasa Syukur dengan Berbagi

Membantu orang lain dengan sedekah, ilmu, atau tenaga sebagai wujud syukur atas apa yang telah kita miliki.

5. Meningkatkan Kualitas Ibadah

Shalat lebih khusyuk, membaca Al-Qur’an lebih sering, dan memperbaiki akhlak sebagai cara bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya.

6. Menjaga Sikap Rendah Hati dalam Ilmu

Tidak merasa paling tahu, selalu terbuka untuk belajar dari siapa saja, termasuk dari pengalaman hidup orang lain.

7. Memprioritaskan Ilmu yang Bermanfaat

Menggunakan waktu untuk mempelajari ilmu agama dan keterampilan dunia yang bisa meningkatkan kualitas hidup dan ibadah.

8. Meningkatkan Kualitas Diri Melalui Ilmu

Memperdalam pemahaman tentang Al-Qur’an dan hadits serta mengasah keterampilan yang bermanfaat untuk pekerjaan dan kehidupan sosial.

9. Menjaga Keimanan di Era Informasi

Menyaring informasi sebelum menerimanya, menghindari hoaks, dan memastikan ilmu yang diperoleh sesuai dengan ajaran Islam.

10. Menggunakan Ilmu untuk Kebaikan

Mengajarkan orang lain, mendidik anak dengan pemahaman yang benar, dan menggunakan ilmu untuk menyebarkan manfaat bagi masyarakat.

Next Ayah

Setelah menyadari betapa tak terhitungnya nikmat Allah yang Maha Kaya (An-Nahl: 18) dan betapa luasnya ilmu Allah yang Maha Bijaksana (Luqman: 27), kita akan melangkah lebih jauh dalam menjaga logika agar tetap sesuai fitrah.

Emang sih, kadang, kita merasa lelah berjuang, bertanya-tanya apakah usaha kita benar-benar bernilai di hadapan Allah. Di quran journaling day 24 & 25 lah Surah Muhammad ayat 7 memberi kita kepastian: jika kita menolong agama Allah, maka Allah akan menolong kita dan meneguhkan kedudukan kita. Lalu, bagaimana jika kita merasa kehidupan ini tak adil? Ali Imran ayat 26 mengingatkan bahwa semua kekuasaan ada di tangan Allah, dan Dialah yang memberi serta mencabut kekuasaan sesuai kehendak-Nya. Artinya, kita tak perlu khawatir berlebihan—Allah Maha Pemurah dan Maha Kuasa. Mari kita tadabburi dua ayat ini agar hati kita semakin mantap dalam menggantungkan harapan hanya kepada-Nya.

Kesimpulan

Dari An-Nahl ayat 18, kita belajar bahwa syukur adalah kunci ketenangan dan kebahagiaan. Nikmat Allah begitu banyak hingga tak bisa kita hitung, dan ketika kita mulai menyadari serta menghargainya, hati kita akan lebih ringan. Syukur bukan hanya tentang mengucapkan “Alhamdulillah,” tetapi juga tentang cara kita memandang hidup; apakah kita fokus pada apa yang kita miliki atau terus mengejar yang belum ada?

Sementara itu, Luqman ayat 27 mengingatkan kita bahwa ilmu Allah tak terbatas, sedangkan ilmu kita sangat kecil. Kesadaran ini seharusnya membuat kita lebih humble, lebih mau belajar, dan lebih terbuka dalam menerima nasihat, terutama dalam keluarga. Dalam rumah tangga yang harmonis, tidak ada yang merasa paling benar, tetapi semua saling mendukung dan belajar bersama.

Jadi, jika ingin membangun self-healing yang kuat dan keluarga yang berkelanjutan (family sustainability), kita perlu mengimani Allah yang Maha Kaya lagi Maha Bijaksana, dengan hati yang selalu bersyukur dan pikiran yang selalu rendah hati dalam belajar. Dengan begitu, hidup kita akan lebih tenang, penuh makna, dan jauh dari beban yang sebenarnya tak perlu kita pikul.

Referensi

  • Tafsir Kemenag An Nahl 18 dan Luqman 27
  • Tafsir Ibnu Katsir An Nahl 18 dan Luqman 27
  • Tafsir Al Muyassar An Nahl 18 dan Luqman 27
  • Tafsir As Sa’di An Nahl 18 dan Luqman 27
  • Tafsir Web An Nahl 18 dan Luqman 27

Let Go and Trust Allah: Seni Melepas Kekhawatiran dan Percaya Penuh pada Rencana Allah Seperti Ibunda Musa AS

Quran Journaling Day 20 & 21 Bersama SAHAL: Menyadari Allah Sebagai Devine Support System Melalui Tadabbur Surat Al Qasas Ayat 7 dan Fatir Ayat 15

Published by: Aryanty | Date: 4 February 2025

Kalian gini juga, gak sih? Merasa sudah merencanakan semuanya dengan matang, tapi tetap ada hal-hal di luar kendali yang bikin cemas. Kayak kita terlalu sibuk mengatur segalanya sendiri, sampai lupa kalau ada Dzat yang Maha Mengatur segalanya dengan cara terbaik. Kalau kita samaan, di Quran Journaling kali ini, kita sama-sama belajar dari Surat Al Qasas ayat 7 tentang bagaimana Allah sebagai Perencana Terbaik, bahkan dalam situasi paling sulit sekalipun.

Terusss, kita juga merenungi Surat Fatir ayat 15, yang mengingatkan bahwa Allah itu Maha Kaya dan Maha Perkasa. Supaya apa? Biar kita gak merasa kurang melulu, takut masa depan, sulit melepaskan, atau terlalu bergantung pada manusia, sebab kita sadar bahwa the devine support system adalah Allah Ta’ala. Yuk, kita renungkan bareng, biar hati lebih tenang dan semakin yakin bahwa Allah selalu mencukupi segalanya untuk kita!

Quote the Ayat

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِۚ فَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْۚ اِنَّا رَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ
Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul.” (QS Al Qasas: 7)

Terjemah perkata Al Qasas ayat 7

 

۞ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اَنْتُمُ الْفُقَرَاۤءُ اِلَى اللّٰهِۚ وَاللّٰهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ
Wahai manusia, kamulah yang memerlukan Allah. Hanya Allah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji. (QS Fatir: 15)

Terjemah perkata Fatir ayat 15

Understand the Context & Tafsir

Asbabun Nuzul Surat Al Qasas Ayat 7

Ayat ini berkaitan dengan perintah Allah kepada ibunda Nabi Musa ‘alaihi salaam saat Fir’aun memerintahkan pembunuhan bayi laki-laki Bani Israil. Dalam kondisi penuh ketakutan, Allah mewahyukan kepada ibu Musa untuk tetap menyusui anaknya dan jika situasi semakin berbahaya, meletakkannya di sungai dengan keyakinan bahwa Allah akan mengembalikannya. Peristiwa ini menunjukkan bahwa Allah adalah Perencana Terbaik dalam setiap kejadian hidup, bahkan dalam situasi yang tampak mustahil.

Asbabun Nuzul Surat Fatir Ayat 15

Ayat ini tidak memiliki asbabun nuzul khusus, tetapi secara umum turun sebagai pengingat bagi manusia agar tidak sombong dan menyadari ketergantungan mereka kepada Allah. Dalam kehidupan, sering kali manusia merasa mampu berdiri sendiri tanpa Allah, padahal sesungguhnya kita sangat membutuhkan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Ayat ini menegaskan bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kaya dan Maha Perkasa, sementara manusia selalu dalam keadaan membutuhkan pertolongan-Nya.

Tafsiran Kata Istimewa dari Al Qasas Ayat 7 dan Fatir Ayat 15

1. Surat Al Qasas Ayat 7

Kata “وَلَا تَحْزَنِي” (Wa Laa Tahzani – Jangan Bersedih)
Allah langsung menghibur dan menenangkan hati ibu Musa dengan firman-Nya. Larangan bersedih ini bukan sekadar instruksi, tetapi bukti kasih sayang Allah yang memahami betul kecemasan seorang ibu. Ini mengajarkan bahwa dalam situasi paling sulit sekalipun, Allah hadir dengan janji pertolongan. Dalam kehidupan, siapa pun yang sedang mengalami kegelisahan dan ketakutan, hendaknya yakin bahwa Allah memiliki rencana terbaik dan menghibur hati hamba-Nya.

2. Surat Fatir Ayat 15 

Kata “ٱلْفُقَرَآءُ” (Al-Fuqaraa’ – Orang-orang Fakir/Memerlukan Allah)
Kata ini menunjukkan ketergantungan mutlak manusia kepada Allah dalam segala aspek kehidupan. Manusia tidak memiliki daya dan kekuatan tanpa izin-Nya, bahkan dalam perkara sekecil bernapas sekalipun. Ini menjadi pengingat bahwa saat merasa kuat, sukses, atau cukup, tetap harus menyadari bahwa semua itu datang dari Allah. Sebaliknya, saat merasa lemah dan tak berdaya, mengakui kefakiran di hadapan Allah adalah kunci mendapatkan pertolongan dan keberkahan-Nya.

Kedua kata ini mengajarkan ketenangan hati dan kesadaran Tauhid bahwa hanya Allah yang selalu membersamai hamba-Nya, baik dalam ujian maupun kebutuhannya.

Reflection

Berikut beberapa pertanyaan refleksi yang bisa kita renungkan saat membaca Surat Al Qasas ayat 7 dan Fatir ayat 15.

  1. Seberapa besar kepercayaanku kepada Allah dalam menghadapi ujian hidup yang berat?
  2. Apakah aku lebih sering mengikuti logika manusia atau bertawakal kepada ketetapan Allah?
  3. Dalam peranku sebagai orang tua, pasangan, atau anak, bagaimana aku bisa lebih yakin bahwa kepatuhan kepada Allah pasti membawa kebaikan?
  4. Pernahkah aku mengalami situasi di mana aku harus melepaskan sesuatu demi kebaikan yang lebih besar? Bagaimana aku menyikapinya?
  5. Dalam kesibukan pekerjaanku dan urusan dunia, apakah aku masih merasa bergantung sepenuhnya kepada Allah?
  6. Seberapa sering aku merasa cukup dengan usahaku sendiri tanpa menyadari bahwa semua itu dari Allah?
  7. Bagaimana aku bisa lebih banyak bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi?
  8. Jika aku sadar bahwa aku selalu membutuhkan Allah, bagaimana aku bisa meningkatkan hubungan dan komunikasi dengan-Nya setiap hari?

Apply in Life

Setelah merefleksikan kandungan surat Al Qasas ayat 7 dan Fatir ayat 15, kita dapat mengaplikasikannya dalam keseharian secara praktis.

  • Berani mengambil keputusan besar (kuliah, karier, menikah) dengan tetap bertawakal kepada Allah.
  • Mengasuh anak dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan menjaga mereka, meskipun ada kekhawatiran masa depan.
  • Melepas anak-anak yang mulai mandiri dengan doa dan kepercayaan bahwa Allah adalah sebaik-baik penjaga.
  • Tidak sombong dengan pencapaian akademik/karier, tetap konsisten meminta bimbingan Allah.
  • Menyadari bahwa rezeki, kesehatan, dan kebahagiaan keluarga adalah anugerah Allah, bukan sekadar hasil kerja keras sendiri.
  • Lebih banyak bersyukur, beribadah, dan berbagi dengan orang lain, karena semakin sadar bahwa segala sesuatu berasal dari Allah.

Next Ayah

Setelah merenungi betapa manusia sangat membutuhkan Allah sebagai the devine support system dalam setiap aspek kehidupan, pada quran journaling day 22 & 23, kita akan mendalami betapa besar kasih sayang-Nya. Surat An-Nahl ayat 18 mengingatkan bahwa nikmat Allah begitu luas hingga tak terhitung. Kemudian kita akan merenungi surat Luqman ayat 27 yang menegaskan kebijaksanaan-Nya yang tak terhingga. Segala ketetapan-Nya dalam hidup kita, baik yang kita pahami maupun yang terasa sulit, semuanya penuh hikmah.

Kesimpulan

Dalam perjalanan self-healing, Al Qasas ayat 7 mengajarkan kita untuk percaya pada rencana Allah meski sulit dipahami. Seperti ibunda Musa ‘alaihi salaam yang diperintahkan untuk melepaskan anaknya, ada kalanya kita harus melepaskan sesuatu dengan keyakinan bahwa Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik.

Sementara itu, Fatir ayat 15 mengingatkan bahwa kita sepenuhnya bergantung kepada Allah. Kesadaran ini membantu kita berhenti mencari validasi dari manusia dan lebih fokus meminta kekuatan kepada-Nya sebagai support system sejati. Ketika kita menyadari bahwa hanya Allah yang benar-benar mampu menolong, hati menjadi lebih ringan, lebih berserah, dan proses penyembuhan diri menjadi lebih bermakna.

Referensi

  • Tafsir Kemenag Al Qasas 7 dan Fatir 15
  • Tafsir Ibnu Katsir Al Qasas 7 dan Fatir 15
  • Tafsir Al Muyassar Al Qasas 7 dan Fatir 15
  • Tafsir As Sa’di Al Qasas 7 dan Fatir 15
  • Tafsir Web Al Qasas 7 dan Fatir 15

 

Dua Ayat Ini Bikin Kamu Makin Berani Menghadapi Kenyataan dan Konflik

Quran Journaling Day 18 & 19 Bersama SAHAL: Berani Menghadapi Kenyataan dan Ikhlas Menerima Takdir Melalui Tadabbur Surat An Nisa Ayat 45 dan Yusuf Ayat 45

Published by: Aryanty | Date: 1 February 2025

Ketakutan atau trauma sering kali menjadi belenggu yang menghambat langkah kita. Rasa cemas akan masa depan, takut menghadapi kegagalan, trauma masa lalu, atau bahkan khawatir terhadap pandangan orang lain bisa membuat hati terasa sempit. Namun, tahukah kamu? Allah telah memberi kita jalan keluar dari ketakutan ini. Bukan dengan melawannya sendiri, tapi dengan bersandar kepada-Nya sepenuhnya.

Dalam Quran Journaling Day 18 dan 19, kita akan merenungi dua ayat penuh makna: An-Nisa ayat 45 yang mengajarkan bahwa hanya Allah sebaik-baiknya pelindung dari segala ancaman, serta Yusuf ayat 100 yang mengajarkan keikhlasan total dalam menerima takdir setelah melewati berbagai ujian. Dua ayat ini adalah kunci untuk melepaskan rasa takut dan menemukan ketenangan sejati dalam berserah. Mari kita pelajari bersama dan rasakan bagaimana kedekatan dengan Allah mampu menjadi penyembuh terbaik dalam proses self-healing kita!

Quote the Ayat

وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِاَعْدَاۤىِٕكُمْۗ وَكَفٰى بِاللّٰهِ وَلِيًّاۙ وَّكَفٰى بِاللّٰهِ نَصِيْرًا
Allah lebih tahu (daripada kamu) tentang musuh-musuhmu. Cukuplah Allah menjadi pelindung dan cukuplah Allah menjadi penolong (kamu). (An Nisa: 45)

وَرَفَعَ اَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوْا لَهٗ سُجَّدًاۚ وَقَالَ يٰٓاَبَتِ هٰذَا تَأْوِيْلُ رُءْيَايَ مِنْ قَبْلُۖ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّيْ حَقًّاۗ وَقَدْ اَحْسَنَ بِيْٓ اِذْ اَخْرَجَنِيْ مِنَ السِّجْنِ وَجَاۤءَ بِكُمْ مِّنَ الْبَدْوِ مِنْۢ بَعْدِ اَنْ نَّزَغَ الشَّيْطٰنُ بَيْنِيْ وَبَيْنَ اِخْوَتِيْۗ اِنَّ رَبِّيْ لَطِيْفٌ لِّمَا يَشَاۤءُۗ اِنَّهٗ هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
Dia (Yusuf) menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. Mereka tunduk bersujud kepadanya (Yusuf). Dia (Yusuf) berkata, “Wahai ayahku, inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Sungguh, Tuhanku telah menjadikannya kenyataan. Sungguh, Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Yusuf:100)

Understand the Context & Tafsir

Asbabun Nuzul An-Nisa Ayat 45

Ayat ini turun dalam konteks peringatan kepada kaum Muslimin tentang bahaya orang-orang Yahudi di Madinah yang selalu merencanakan tipu daya terhadap Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin. Mereka sering menunjukkan permusuhan secara tersembunyi dan menyebarkan fitnah. Allah mengingatkan kaum Muslimin agar tidak takut kepada mereka, karena Allah sendiri adalah sebaik-baiknya pelindung dan penolong.

Ayat ini menjadi penguat bagi kaum Muslimin untuk tetap teguh dalam iman, tidak terpengaruh oleh intimidasi, dan hanya bersandar kepada Allah dalam menghadapi musuh-musuh mereka.

Tafsir An-Nisa Ayat 45

Allah menegaskan bahwa Dia lebih mengetahui musuh-musuh kaum Muslimin dibanding mereka sendiri. Musuh-musuh ini sering menyembunyikan permusuhan di balik sikap yang terlihat baik, padahal tujuan mereka adalah menyesatkan dan menjauhkan kaum Muslimin dari jalan yang benar.

Allah mengingatkan kaum Muslimin untuk tidak tertipu oleh musuh-musuh tersebut dan agar selalu bersandar kepada-Nya. Hanya Allah yang mampu memberikan perlindungan sejati dan menolong kaum beriman dalam menghadapi ancaman.

Ayat ini juga menanamkan keyakinan bahwa cukuplah Allah sebagai wali (pelindung) dan nashir (penolong). Maka, orang-orang beriman harus bertawakal kepada Allah dan tidak khawatir terhadap tipu daya musuh, karena Allah pasti akan menolong mereka dan menjaga dari keburukan yang mereka rencanakan.

Pelajaran dari Ayat Ini:

  1. Dalam hidup akan selalu ada tantangan, musuh, dan rintangan. Namun, kita tidak perlu terlalu khawatir karena Allah Maha Mengetahui siapa musuh kita dan Dia adalah satu-satunya pelindung serta penolong yang sejati
  2. Tetap berusaha dengan cara yang benar, menjauhi kezaliman, dan menyerahkan segala urusan kepada Allah dengan penuh keikhlasan.

Asbabun Nuzul Yusuf Ayat 100

Ayat ini turun setelah kisah panjang perjuangan Nabi Yusuf ‘alaihis salam yang mengalami berbagai ujian, mulai dari dikhianati saudara-saudaranya, dijual sebagai budak, difitnah, hingga dipenjara. Setelah melewati semua itu dengan kesabaran dan tawakal, akhirnya Allah mengangkat derajatnya sebagai pemimpin di Mesir.

Ketika keluarganya datang dan bersujud sebagai bentuk penghormatan, Nabi Yusuf pun menyadari bahwa semua ujian yang ia lalui adalah bagian dari rencana Allah yang indah. Ayat ini menjadi pelajaran besar tentang keikhlasan dalam menerima takdir Allah dan keyakinan bahwa setiap ujian akan berakhir dengan kebaikan bagi mereka yang bersabar dan berserah diri sepenuhnya kepada-Nya.

Ringkasan Tafsir Surah Yusuf Ayat 100

Ayat ini menggambarkan momen penuh haru ketika Nabi Yusuf mengangkat kedua orang tuanya ke atas singgasananya sebagai bentuk penghormatan. Keluarganya, termasuk sebelas saudaranya, lalu bersujud kepadanya sebagai bentuk penghormatan yang diperbolehkan dalam syariat mereka saat itu.

Nabi Yusuf kemudian menyampaikan kepada ayahnya bahwa peristiwa ini merupakan perwujudan dari mimpinya semasa kecil, yang telah Allah SWT jadikan kenyataan. Ia menyatakan bahwa Allah telah melimpahkan banyak kebaikan kepadanya, termasuk membebaskannya dari penjara dan mempertemukan kembali keluarganya setelah setan memicu perselisihan antara dirinya dan saudara-saudaranya.

Dalam ayat ini, Yusuf menunjukkan akhlak yang luhur dengan tidak menyebutkan kejadian saat ia dilempar ke dalam sumur agar tidak menyakiti hati saudara-saudaranya. Ia juga menisbatkan kesalahan kepada setan, bukan kepada mereka secara langsung.

Ayat ini menutup dengan penegasan bahwa Allah SWT Maha Lembut dalam ketetapan-Nya, Maha Mengetahui segala hikmah di balik kejadian, serta Mahabijaksana dalam menentukan segala sesuatu.

Pelajaran dari Ayat Ini:

  1. Penghormatan kepada orang tua adalah akhlak yang harus dijaga, terutama ketika seseorang berada di posisi tinggi.
  2. Kesabaran dan keimanan kepada Allah akan membawa kebahagiaan dan akhir yang baik.
  3. Mimpi yang benar bisa menjadi pertanda masa depan, meskipun takwilnya bisa baru terwujud setelah bertahun-tahun.
  4. Keindahan akhlak Nabi Yusuf, yang tidak membalas dendam dan justru menjaga perasaan saudara-saudaranya.
  5. Allah Maha Lembut dalam takdir-Nya, sering kali kebaikan datang dari ujian yang tidak kita sadari hikmahnya.

Reflection

Berikut beberapa pertanyaan refleksi yang bisa kita renungkan saat membaca Surat An Nisa ayat 45 dan Yusuf ayat 100.

  1. Sejauh mana aku benar-benar percaya bahwa Allah adalah satu-satunya pelindung dan penolong dalam hidupku?
  2. Ketika menghadapi masalah atau musuh, apakah aku lebih dulu mencari solusi dengan cara duniawi, ataukah aku berserah diri dan memohon pertolongan kepada Allah?
  3. Siapa saja “musuh” dalam kehidupanku? Apakah mereka orang-orang yang nyata, ataukah godaan hawa nafsu dan bisikan syaitan?
  4. Apakah aku pernah terjebak dalam permusuhan yang tidak perlu karena tidak bersikap bijak?
  5. Bagaimana cara aku membedakan teman sejati dan orang yang bisa membawa dampak buruk dalam hidupku?
  6. Apakah aku mudah terpancing emosi dan membalas keburukan dengan keburukan, ataukah aku lebih memilih menyerahkan urusan kepada Allah?
  7. Bagaimana caraku bersikap terhadap orang yang tidak menyukaiku atau berniat buruk kepadaku?
  8. Apakah aku pernah merasa dendam terhadap seseorang dan sulit memaafkannya? Bagaimana jika aku menyerahkan semuanya kepada Allah?
  9. Apakah aku benar-benar yakin bahwa pertolongan Allah selalu datang tepat waktu?
  10. Dalam situasi sulit, apakah aku lebih banyak mengeluh, cemas, dan takut, ataukah aku bersabar dan bertawakal?
  11. Bagaimana cara aku meningkatkan keimanan agar hatiku lebih tenang dalam menghadapi masalah?
  12. Apa langkah konkret yang bisa aku lakukan agar lebih bersandar kepada Allah dalam menghadapi kesulitan hidup?
  13. Bagaimana aku bisa lebih banyak mengingat Allah saat menghadapi fitnah atau permusuhan?
  14. Apa doa atau amalan yang bisa aku lakukan agar selalu mendapatkan perlindungan dan pertolongan dari Allah?
  15. Bagaimana sikapku ketika menghadapi ujian hidup? Apakah aku bersabar seperti Nabi Yusuf atau justru mudah mengeluh?
  16. Apakah aku yakin bahwa setiap ujian yang aku hadapi adalah bagian dari rencana Allah untuk kebaikanku?
  17. Bagaimana caraku untuk tetap bertahan dalam kesabaran saat menghadapi kesulitan atau pengkhianatan?
  18. Apakah aku sudah berusaha mencari hikmah di balik setiap kejadian dalam hidupku, baik yang menyenangkan maupun menyakitkan?
  19. Apakah aku lebih fokus pada penderitaan yang aku alami atau mencoba melihat bagaimana Allah membimbingku ke arah yang lebih baik?
  20. Apa pelajaran terbesar yang bisa aku ambil dari perjalanan hidup Nabi Yusuf?
  21. Seberapa sering aku merasa putus asa dan lupa bahwa Allah memiliki rencana yang lebih indah untukku?
  22. Apakah aku benar-benar percaya bahwa Allah bisa mengubah kesulitan menjadi kemudahan dalam cara yang tidak aku duga?
  23. Jika aku mengalami pengkhianatan atau perlakuan buruk dari orang lain, apakah aku bisa memaafkan seperti Nabi Yusuf?
  24. Bagaimana sikapku terhadap keluargaku? Apakah aku berusaha menjaga hubungan baik meskipun pernah ada kesalahpahaman atau konflik?
  25. Apakah aku lebih memilih memaafkan atau menyimpan dendam ketika orang lain berbuat salah kepadaku?
  26. Bagaimana aku bisa lebih bersyukur atas nikmat Allah yang telah menyatukan keluargaku?
  27. Seberapa sering aku mengingat Allah dan bersyukur atas segala nikmat yang sudah diberikan kepadaku?
  28. Bagaimana aku bisa lebih bertawakal kepada Allah dalam menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian?
  29. Apakah aku pernah merasakan bagaimana Allah menyelamatkanku dari keadaan sulit dan membawaku ke tempat yang lebih baik?

Apply in Life

Surat An Nisa ayat 25 menegaskan bahwa Allah lebih mengetahui siapa yang menjadi musuh kita, baik yang tampak maupun tersembunyi. Dia juga satu-satunya pelindung dan penolong sejati bagi orang-orang beriman, sehingga kita dapat menerapkan nilai tersebut dalamkehidupan sehari-hari sebagaimana berikut:

1. Percaya pada Rencana Allah

Jika kita sering merasa bingung dengan siapa yang benar-benar tulus dan siapa yang hanya memanfaatkan, ayat ini mengingatkan bahwa Allah mengetahui yang terbaik, dan kita hanya perlu bersandar kepada-Nya.

2. Menghindari Pergaulan yang Buruk

Banyak godaan di zaman ini, termasuk pergaulan yang menyesatkan. Allah memberi petunjuk bagi kita untuk menjauhi musuh-musuh yang bisa merusak iman, seperti teman yang mengajak kepada maksiat.

3. Tidak Berlebihan dalam Rasa Takut atau Dendam

Jika menghadapi orang yang tidak menyukai kita atau bahkan berniat buruk, jangan terpancing untuk membalas dengan kebencian. Serahkan urusan kepada Allah dan percayakan perlindungan kepada-Nya.

4. Menjadikan Allah sebagai Tempat Bergantung

Saat menghadapi ujian hidup seperti kegagalan, fitnah, atau kekecewaan, ayat ini mengajarkan bahwa hanya Allah yang bisa benar-benar menolong.

5. Bijak dalam Menghadapi Konflik

Mari kita pahami bahwa tidak semua orang bisa dipercaya, termasuk dalam dunia kerja atau relasi sosial. Namun, solusi terbaik bukanlah membalas dengan keburukan, tetapi menyerahkan urusan kepada Allah.

6. Menjaga Keimanan dalam Tekanan Hidup

Bisa jadi ada tantangan bagi kita berupa persaingan di tempat kerja, kesulitan ekonomi, atau masalah keluarga. Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak mengandalkan manusia, tetapi selalu mengutamakan doa dan tawakal kepada Allah.

7. Tidak Mudah Terprovokasi oleh Fitnah atau Permusuhan

Dalam kehidupan sosial dan dunia digital, banyak sekali fitnah atau berita palsu. Ayat ini mengajarkan kita untuk tetap tenang, tidak reaktif, dan menyerahkan segala sesuatu kepada Allah.

8. Membentuk Lingkungan yang Baik

Jika Allah sudah memperingatkan tentang adanya musuh, kita harus cerdas dalam memilih lingkungan yang membawa kebaikan bagi keluarga dan anak-anak.

9. Menyadari Bahwa Hidup Adalah Ujian

Seiring bertambahnya usia, kita mulai memahami bahwa musuh dalam hidup bukan hanya manusia, tetapi juga hawa nafsu, syaitan, dan godaan duniawi. Allah adalah satu-satunya tempat berlindung.

10. Menjadi Penasihat yang Bijak

Ayat ini bisa menjadi pedoman kita dalam membimbing anak-anak atau generasi muda untuk tidak mudah terjebak dalam perselisihan atau kebencian.

11. Tawakal yang Lebih Kuat

Setelah banyak pengalaman hidup, kita lebih memahami pentingnya berserah diri kepada Allah. Tidak perlu takut kepada manusia, selama kita berada di jalan yang benar.

12. Menyiapkan Bekal Akhirat

Saat memasuki fase menuju lansia, kita semakin sadar bahwa pertolongan sejati bukanlah dari manusia, tetapi dari Allah. Ini menjadi pengingat untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya.

Surat Yusuf ayat 100 memberikan banyak pelajaran hidup yang bisa direnungkan oleh setiap generasi, sebagai berikut.

1. Kesabaran dalam Ujian

Yusuf melewati banyak cobaan sejak kecil hingga dewasa, tetapi tetap sabar dan berpegang teguh pada iman. Ini mengajarkan kita untuk bersabar dalam perjuangan hidup, baik dalam karier, pendidikan, atau kehidupan pribadi.

2. Akhlak dan Sikap Positif

Yusuf tidak membalas kejahatan saudaranya, melainkan memilih untuk memaafkan. Kita bisa belajar untuk mengelola emosi, menghindari dendam, dan berbuat baik meskipun pernah disakiti.

3. Percaya pada Rencana Allah

Kita mungkin mengalami kegagalan, kehilangan, atau pengkhianatan, tetapi harus yakin bahwa Allah memiliki rencana yang lebih baik di masa depan.

4. Menghormati Orang Tua

Ketika sukses, Yusuf tidak melupakan keluarganya dan tetap menghormati kedua orang tuanya. Kita perlu meneladani sikap ini, tidak merasa sombong saat mencapai keberhasilan.

5. Memanfaatkan Posisi untuk Kebaikan

Yusuf menjadi pemimpin dan menggunakan kekuasaannya untuk menyelamatkan banyak orang. Saat kita telah sukses, harus berpikir bagaimana bisa memberi manfaat bagi orang lain, baik dalam keluarga, komunitas, atau dunia kerja.

6. Menjaga Silaturahmi

Yusuf tetap berusaha mendamaikan hubungan dengan saudara-saudaranya meskipun dulu mereka menyakitinya. Kita perlu merenungkan apakah masih ada konflik keluarga yang perlu diselesaikan dengan cara yang bijak.

7. Menghindari Kesombongan

Kesuksesan sering kali membuat manusia lupa diri. Yusuf justru mengakui bahwa semua pencapaiannya adalah karena pertolongan Allah. Maka, penting untuk kita tetap rendah hati dan bersyukur atas segala nikmat.

8. Memaafkan dan Melanjutkan Hidup

Yusuf tidak terus-menerus mengungkit masa lalu yang menyakitkan. Kita bisa belajar untuk tidak terjebak dalam dendam atau trauma lama, tetapi fokus pada masa depan yang lebih baik.

9. Sadari semua kejadian dalam hidupnya adalah bagian dari rencana Allah yang penuh hikmah. Kita bisa melihat kembali perjalanan hidup dengan lebih bijaksana dan penuh rasa syukur.

10. Menjadi Sumber Kedamaian dan Hikmah

Yusuf menjadi sosok yang mendamaikan keluarganya. Kita bisa berperan sebagai penengah dalam keluarga, memberikan nasihat yang baik, dan membantu menyelesaikan konflik dengan bijak.

11. Menjalin Kembali Hubungan yang Pernah Rusak

Yusuf tidak menyalahkan saudara-saudaranya, padahal kalau di zaman ini itu tergolong toxic sekali. Tetapi Beliau menisbatkan kejadian buruk itu kepada setan. Kita bisa belajar untuk memperbaiki hubungan yang mungkin sempat renggang dengan keluarga, teman, atau kolega.

12. Mempersiapkan Warisan Spiritual

Yusuf memahami bahwa semua yang ia miliki adalah pemberian Allah. Di usia ini, seseorang bisa mulai fokus pada warisan kebaikan yang akan ditinggalkan, seperti ilmu, amal, dan keteladanan bagi generasi berikutnya.

Next Ayat

Untuk menjaga konsistensi dalam menjalani proses self-healing ini, mari kita lanjutkan dengan memahami betapa Allah perencana terbaik, Mahakaya, dan Mahaperkasa. Kita akan melaluinya dengan tadabbur  Surat Al Qasas ayat 7 dan Al Fatir ayat 15 di Quran Journaling Day 20 & 21!

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِۚ فَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْۚ اِنَّا رَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ
Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul.”

۞ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اَنْتُمُ الْفُقَرَاۤءُ اِلَى اللّٰهِۚ وَاللّٰهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ
Wahai manusia, kamulah yang memerlukan Allah. Hanya Allah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji.

Kesimpulan

Dari dua ayat ini, kita belajar bahwa hidup adalah perjalanan panjang yang penuh dengan ujian dan permusuhan, tetapi dengan iman, kesabaran, dan akhlak yang baik, Allah akan membimbing kita menuju akhir yang penuh kemuliaan, tanpa trauma dan drama. Tidak peduli di usia berapa pun, ada hikmah yang bisa kita ambil dari kisah Nabi Yusuf untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih dekat dengan Allah dan bijak merespon perlakuan toxic dan kebencian.

Referensi

  • Tafsir Kemenag An Nisa 25
  • Tafsir Kemenag Yusuf 100
  • Tafsir Ibnu Katsir An Nisa 25
  • Tafsir Ibnu Katis Yusuf 100
  • Tafsir Al Muyassar Yusuf 100
  • Tafsir Al Muyassar An Nisa 25
  • Tafsir As Sa’di An Nisa 25
  • Tafsir As Sa’di Yusuf 100
  • Tafsir Web Al An Nisa 25
  • Tafsir Web Yusuf 100

 

Dua Ayat Ini Bikin Kamu Paham Bahasa Cinta Allah Plus Makin Ditolong Allah

Quran Journaling Day 16 & 17 Bersama SAHAL: Saatnya Memahami Bahasa Cinta dan Bersandar Sepenuhnya pada Allah Melalui Tadabbur Surat Al-Baqarah Ayat 155 dan Ali Imran Ayat 160

Published by: Aryanty | Date: 1 February 2025

Kamu sering merasa hidup ini penuh ujian yang datang bertubi-tubi? Kadang suka bertanya, “Kenapa sih aku harus melewati semua ini?” atau “Apa Allah masih sayang sama aku?” Nah, di hari ke-16 dan 17 Quran Journaling ini, kita akan belajar tentang ujian hidup dan bagaimana cara menghadapi semuanya dengan hati yang lebih lapang dan tenang.

Allah sudah kasih bocoran di QS. Al-Baqarah 155, bahwa kita pasti diuji; entah dengan ketakutan, kehilangan, atau kesulitan. Tapi di sisi lain, di QS. Ali Imran 160, Allah juga meyakinkan bahwa kalau Dia menolong kita, nggak ada yang bisa mengalahkan kita alias unstopable. Jadi, sebenarnya ujian itu adalah bentuk cinta-Nya, agar kita semakin dekat dan bersandar hanya kepada-Nya.

Journaling kali ini bukan sekadar menulis, tapi latihan hati buat melihat setiap ujian sebagai proses pengembangan diri. Kita belajar menerima, sabar, dan percaya bahwa di balik setiap kesulitan, ada pertolongan Allah yang luar biasa. Yuk, kita gali lebih dalam makna cinta Allah lewat ayat-ayat ini!

Quote the Ayat

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍۢ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan sungguh, Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155)

 

إِن يَنصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ وَإِن يَخْذُلْكُمْ فَمَن ذَا ٱلَّذِى يَنصُرُكُم مِّنۢ بَعْدِهِۦۗ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ

“Jika Allah menolongmu, tidak ada yang dapat mengalahkanmu; tetapi jika Dia membiarkanmu (tanpa pertolongan), maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? Oleh karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (QS. Ali Imran: 160)

Understand the Context & Tafsir

Asbabun Nuzul

1. Al-Baqarah 155
Menurut riwayat Ibnu Abbas, ayat ini turun sebagai pemberitahuan kepada kaum Muslim bahwa mereka akan diuji dengan berbagai cobaan, baik berupa ketakutan terhadap musuh, kelaparan akibat peperangan, kehilangan harta dalam jihad, serta kehilangan nyawa dan hasil pertanian. Ujian ini adalah bentuk kasih sayang Allah agar kaum Muslimin tetap bersabar dan mendapat ganjaran yang besar.

2. Ali Imran 160
Ayat ini turun berkenaan dengan Perang Uhud. Saat itu, kaum Muslim mengalami kekalahan karena sebagian pasukan tidak mematuhi perintah Rasulullah ﷺ untuk tetap bertahan di pos mereka. Ayat ini mengingatkan bahwa kemenangan bukanlah hasil semata dari jumlah pasukan atau strategi, melainkan semata-mata karena pertolongan Allah. Sebaliknya, jika Allah membiarkan suatu kaum tanpa pertolongan, maka mereka tidak akan mampu menang meskipun memiliki kekuatan besar.

Kaitan Makna & Hikmah dari Kedua Ayat

1. Ujian dan Pertolongan Allah dalam Kehidupan

QS. Al-Baqarah 155 menegaskan bahwa ujian adalah bagian dari kehidupan seorang mukmin, baik berupa rasa takut, kelaparan, kehilangan harta, jiwa, maupun hasil usaha.

QS. Ali Imran 160 menegaskan bahwa keberhasilan seseorang dalam menghadapi ujian bukan karena kekuatannya sendiri, tetapi karena pertolongan Allah.

2. Kesabaran dan Tawakal

Al-Baqarah 155 menekankan bahwa kesabaran adalah kunci dalam menghadapi ujian hidup.

Ali Imran 160 melengkapinya dengan perintah untuk bertawakal hanya kepada Allah setelah berusaha semaksimal mungkin.

3. Contoh Nyata dalam Perang Badar dan Perang Uhud

Dalam Perang Badar, kaum Muslim yang lemah dan jumlahnya sedikit menang karena mereka sabar dan bertawakal kepada Allah.

Dalam Perang Uhud, mereka mengalami kekalahan karena kurangnya kedisiplinan dan tidak sepenuhnya bertawakal kepada Allah.

Berbagai Ulama Tafsir mengajarkan bahwa kedua ayat ini mengingatkan setiap mukmin pasti akan menghadapi ujian dalam hidupnya, baik dalam bentuk kesulitan maupun peperangan. Namun, ujian tersebut harus dihadapi dengan kesabaran (Al-Baqarah 155) dan tawakal kepada Allah (Ali Imran 160). Sebab, kemenangan dan pertolongan hanya datang dari Allah, bukan dari usaha manusia semata.

Reflection

Saat membaca QS. Al-Baqarah 155 dan QS. Ali Imran 160, ada beberapa pertanyaan refleksi yang bisa kita renungkan.1. Apa ujian terbesar yang pernah aku alami, dan bagaimana aku menyikapinya?

2. Saat menghadapi kesulitan, apakah aku lebih banyak mengeluh atau justru semakin mendekat kepada Allah?

3. Bagaimana aku bisa melatih kesabaran dalam menghadapi ujian agar tetap tenang dan percaya kepada rencana Allah?

4. Dalam situasi sulit, apakah aku masih bisa melihat hikmah dan kebaikan dari ujian tersebut?

5. Bagaimana aku bisa menjadi pribadi yang lebih kuat dan tegar setelah melewati ujian hidup?

6. Saat menghadapi masalah, apakah aku lebih banyak mengandalkan diriku sendiri atau bersandar kepada Allah?

7. Pernahkah aku merasa tidak berdaya, lalu tiba-tiba mendapatkan pertolongan yang tidak terduga? Bagaimana rasanya?

8. Apakah aku sudah benar-benar bertawakal kepada Allah dalam mengambil keputusan, atau masih sering ragu?

9. Dalam pekerjaanku atau usahaku, sejauh mana aku menyadari bahwa keberhasilan bukan hanya karena usaha, tapi juga karena pertolongan Allah?

10. Bagaimana aku bisa lebih ikhlas dalam menerima hasil dari setiap usaha, baik itu sesuai harapan atau tidak?

Pertanyaan-pertanyaan ini bisa membantu kita memahami bagaimana cara Allah mencintai kita melalui ujian, serta mengingatkan bahwa pertolongan Allah selalu ada bagi mereka yang bersandar kepada-Nya.

Apply to Life

Menurut Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc., M.Pd., ayat 155 surat Al Baqarah menyadarkan kita bahwa Allah sudah memperingatkan bahwa hidup pasti penuh dengan ujian, baik itu berupa rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, kehilangan orang yang dicintai, maupun kondisi sulit lainnya. Maka, ketika menghadapi tantangan hidup:

  • Saat menghadapi masalah finansial, kita tidak panik atau putus asa, tetapi tetap berusaha dan percaya bahwa rezeki sudah Allah atur.
  • Ketika diuji dengan kehilangan atau kegagalan, kita bersabar dan mengingat bahwa semua adalah titipan Allah, serta yakin bahwa ada hikmah di baliknya.
  • Dalam mendidik anak atau menghadapi konflik keluarga, kita berusaha lebih tenang, sabar, dan mencari solusi terbaik tanpa mudah emosional.
  • Di dunia kerja atau bisnis, kita tidak mudah menyerah ketika ada hambatan, melainkan tetap optimis dan terus berusaha dengan penuh kesabaran.

Selain itu, menurut Ustadz Ahmad Zainuddin Al Banjary, Qur’an surat Ali Imran ayat 160 yang sama dengan Ali Imran ayat 126 mengingatkan kita agar semakin yakin bahwa, jika Allah menolong kita, maka tidak ada yang bisa menghalangi kesuksesan kita. Namun, jika Allah tidak memberikan pertolongan, sekuat apa pun usaha kita tidak akan berhasil. Maka dalam keseharian:

  • Allah pasti mengalahkan pelaku dosa seperti riba, sebab Allah mengumumkan perang kepada pelakunya. Sebaliknya Allah menolong dan memakmurkan orang yang bersedekah.
  • Dalam mengambil keputusan baik dalam perkara duniawi maupun ukhrowi, kita selalu berdoa dan bertawakal setelah berusaha, bukan hanya bersandar pada diri sendiri mengandalkan logika dan strategi pribadi. Maka lazimkan berdoa ini:

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ

Ya hayyu ya qoyyum bi rahmatika astaghiits, wa ash-lihlii sya’nii kullahu wa laa takilnii ilaa nafsii thorfata ‘ainin.

“Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu.”

  • Saat menghadapi ketidakpastian hidup, kita tidak mudah cemas atau takut, tetapi yakin bahwa Allah punya rencana terbaik.
  • Dalam berinteraksi dengan orang lain, kita tidak terlalu bergantung pada manusia, melainkan menyandarkan harapan hanya kepada Allah saja.
  • Dalam mengejar impian atau target, kita tetap optimis karena percaya bahwa pertolongan Allah saja yang akan datang jika kita bersungguh-sungguh dan bertawakal. Hanya Allah pula akan memenangkan yang dimenangkan-Nya mengalahkan siapa yang dikalahkan-Nya.

Next Ayat

Untuk menjaga konsistensi dalam menjalani proses self-healing ini, mari kita lanjutkan dengan memahami bahasa cinta Allah seraya melepaskan ketakutan dan berserah dengan ikhlas kepada-Nya. Kita akan melaluinya dengan tadabbur Surat An-Nisa ayat 45 dan Yusuf ayat 100 di Quran Journaling Day 18 dan 19!

وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِاَعْدَاۤىِٕكُمْۚ وَكَفٰى بِاللّٰهِ وَلِيًّا وَّكَفٰى بِاللّٰهِ نَصِيْرًا
“Dan Allah lebih mengetahui (daripada kamu) tentang musuh-musuhmu. Cukuplah Allah menjadi Pelindung (bagimu) dan cukuplah Allah menjadi Penolong (bagimu).” (An-Nisa: 45)

وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا ۖ وَقَالَ يَا أَبَتِ هَٰذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِن قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا ۖ وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُم مِّنَ الْبَدْوِ مِن بَعْدِ أَن نَّزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي ۚ إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِّمَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
“Dan dia menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana. Mereka (semua) merebahkan diri seraya bersujud kepadanya. Dan (Yusuf) berkata, ‘Wahai Ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Sungguh, Tuhanku telah mewujudkannya. Dan sungguh, Dia telah berbuat baik kepadaku ketika Dia membebaskanku dari penjara dan membawa kalian dari padang pasir, setelah setan merusak (hubungan) antara aku dan saudara-saudaraku. Sungguh, Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia-lah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.’” (Yusuf: 100)

Kesimpulan

QS. Al-Baqarah 155 & QS. Ali Imran 160 mengajarkan dua prinsip penting dalam hidup yakni, kesabaran dalam menghadapi ujian dan bersandar penuh kepada Allah.

Maka, sekalipun hidup ini penuh ujian, tetapi kesabaran dan keyakinan kepada Allah menjadi kunci untuk melewatinya dengan baik. Dengan memahami bahwa setiap ujian adalah bentuk cinta Allah dan setiap keberhasilan datang dari-Nya, kita bisa menjalani hidup dengan lebih tenang, ikhlas, dan penuh harapan.

Referensi

  • Tafsir Kemenag Al Baqarah 155
  • Tafsir Kemenag Ali Imran 160
  • Tafsir Ibnu Katsir Al Baqarah 155
  • Tafsir Al Muyassar Ali Imran 160
  • Tafsir Al Muyassar Al Baqarah 155
  • Tafsir As Sa’di Al Baqarah 155
  • Tafsir Web Al Baqarah 155
  • Tafsir Web Ali Imran 160
  • YouTube Tafsir Al Baqarah 155-157 oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc., M.A.
  • YouTube Tafsir Ali Imran 160 oleh Ustadz Ahmad Zainuddin Al Banjary

 

Ikhlas Berbakti, Taubat, dan Amar Ma’ruf: Pesan Penting dari Surat Al-Isra Ayat 25 dan At-Taubah Ayat 112

Quran Journaling Day 14 & 15 Bersama SAHAL: Diampuni Allah dan Pembuktian Taubat Lewat Tadabbur Surat Al Isra ayat 25 dan At Taubah 112

Published by: Aryanty | Date: 1 February 2025

Kadang, tanpa sadar, kita mungkin pernah melakukan kesalahan kepada orang tua, entah lewat kata-kata, sikap, atau hal kecil yang kita anggap sepele. Tapi, tahukah kamu? Kesalahan itu bisa jadi pintu untuk belajar memohon ampunan Allah dan membuktikan taubat kita. Yuk, kita simak bersama bagaimana lewat Quran Journaling Day 14 & 15, hati kita jadi terasa hangat dan penuh harap.

Surat Al-Isra ayat 25 dan At-Taubah ayat 112 ini nggak cuma mengingatkan kita tentang betapa besar kasih sayang Allah yang selalu siap mengampuni, tapi juga mengajak kita untuk membuktikan taubat lewat berbakti kepada orang tua. Aku yakin, kita semua punya momen di mana kita merasa butuh ampunan-Nya, kan? Yuk, kita simak bersama bagaimana ayat-ayat ini bisa menjadi panduan untuk meraih magfirah Allah dan memperkuat tekad kita untuk lebih mencintai orang tua kita, apapun gaya parenting-nya. Ready? Let’s dive in!

Quote the Ayat

رَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَا فِيْ نُفُوْسِكُمْۗ اِنْ تَكُوْنُوْا صٰلِحِيْنَ فَاِنَّهٗ كَانَ لِلْاَوَّابِيْنَ غَفُوْرًا

Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam dirimu. Jika kamu adalah orang-orang yang saleh, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat. (Al Isra:25)

اَلتَّاۤىِٕبُوْنَ الْعٰبِدُوْنَ الْحٰمِدُوْنَ السَّاۤىِٕحُوْنَ الرّٰكِعُوْنَ السّٰجِدُوْنَ الْاٰمِرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّاهُوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحٰفِظُوْنَ لِحُدُوْدِ اللّٰهِۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ(Mereka itulah) orang-orang yang bertobat, beribadah, memuji (Allah), mengembara (demi ilmu dan agama), rukuk dan sujud, menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar, serta memelihara hukum-hukum Allah. Sampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman. (At Taubah 112)

Understand the Context & Tafsir

Asbabun Nuzul Surat Al-Isra Ayat 25 tidak secara spesifik disebutkan dalam riwayat tertentu. Namun, ayat ini turun dalam konteks lebih luas tentang pentingnya berbakti kepada orang tua (birrul walidain) dan hubungan manusia dengan Allah. Surat Al-Isra sendiri banyak membahas tentang akhlak, ketauhidan, dan tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah.
Tafsir surat Al-Isra Ayat 25 berikut, mengajarkan kita tentang pentingnya keikhlasan dalam berbuat baik, terutama dalam berbakti kepada orang tua, serta janji Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa dan senantiasa bertaubat kembali kejalan yang benar.
1. Allah Mengetahui Isi Hati ManusiaAllah SWT Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati kita, termasuk niat dan ketulusan kita saat berbuat baik, khususnya dalam berbakti kepada orang tua. Apakah kita melakukannya dengan ikhlas karena Allah, atau hanya sekadar ingin dilihat baik oleh orang lain? Semuanya tidak luput dari pengetahuan-Nya.
2. Janji Ampunan Allah
Bagi orang-orang yang sungguh-sungguh berusaha menjadi pribadi yang saleh dan bertakwa, Allah menjanjikan ampunan atas kesalahan-kesalahan mereka. Ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang berusaha memperbaiki diri.3. Makna “Al-Awwab”Meski banyak tafsir terkait makna “Al-Awwab” dari banyak Ulama, secara garis besar, ini merujuk pada orang-orang yang sering kembali kepada Allah dengan taubat yang tulus. Mereka selalu mengingat kesalahan-kesalahan mereka, merasa menyesal, dan berusaha untuk tidak mengulanginya. Sikap seperti ini sangat dicintai oleh Allah.

4. Tanda Hati yang Bersih

Seseorang yang hatinya bersih adalah orang yang orientasi hidupnya selalu tertuju pada Allah dan kebaikan. Meskipun sebagai manusia kita tidak luput dari kesalahan, Allah akan mengampuni dosa-dosa yang terjadi karena kelemahan manusiawi, selama kita terus berusaha mendekatkan diri kepada-Nya.

Inti dari ayat ini adalah mengingatkan kita bahwa ketulusan niat dan taubat yang terus-menerus adalah kunci untuk mendapatkan ampunan dan rahmat Allah. Dengan selalu mengingat Allah dan berusaha memperbaiki diri, kita bisa meraih kasih sayang-Nya yang tak terbatas.

Sementara surah At-Taubah ayat 112 turun di akhir  masa tugas Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallaam. Menurut Ustadz Dzulqarnain M.S., ayat ini menggambarkan sifat-sifat utama orang mukmin yang mencapai kesempurnaan iman. Mereka adalah:

  1. Orang-orang yang bertaubat – Kembali kepada Allah dengan meninggalkan dosa dan kemaksiatan, serta menyesali kesalahan.
  2. Ahli ibadah – Beribadah dengan ikhlas hanya kepada Allah tanpa riya atau syirik.
  3. Orang-orang yang memuji Allah – Bersyukur dalam segala keadaan, baik suka maupun duka.
  4. Orang-orang yang mengembara (saihun) – Berjuang menuntut ilmu, berdakwah, atau berpuasa sebagai bentuk ibadah.
  5. Orang-orang yang rukuk dan sujud – Mendirikan salat dengan khusyuk dan penuh kepatuhan.
  6. Orang-orang yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran – Mengajak manusia kepada ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
  7. Orang-orang yang menjaga hukum-hukum Allah – Berpegang teguh pada syariat, tidak melanggar batas yang telah Allah tetapkan.

Allah memberikan kabar gembira bagi mereka yang memiliki sifat-sifat ini dengan ridha-Nya dan surga. Ayat ini mengajarkan bahwa keimanan sejati harus dibuktikan dengan amal nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Reflection

Saat membaca surat Al Isra ayat 25 dan At Taubah ayat 112, aku jadi bertanya pada diriku sendiri.
  1. Apakah aku sudah berbakti kepada orang tua dengan ikhlas, atau masih ada niat lain yang tersembunyi?
  2. Seberapa sering aku bertaubat dan memohon ampunan Allah atas kesalahan-kesalahan yang aku lakukan?
  3. Apakah ibadah yang aku lakukan (shalat, puasa, dll) sudah kukerjakan dengan khusyuk dan tulus karena Allah?
  4. Bagaimana caraku menyeimbangkan tanggung jawab dunia (pekerjaan, keluarga) dengan kewajiban sebagai hamba Allah?
  5. Apakah aku aktif mengajak orang lain kepada kebaikan, atau justru diam saat melihat peluang untuk berbuat baik?
  6. Apakah aku berani mencegah kemungkaran di sekitarku, atau lebih memilih untuk tidak ikut campur?
  7. Apakah aku sudah bersyukur atas nikmat Allah, atau justru lebih sering mengeluh tentang kekuranganku?
  8. Bagaimana caraku memperbaiki hubungan dengan orang tua jika selama ini ada ketidakharmonisan?
  9. Apakah aku sudah konsisten menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dalam kehidupan sehari-hari?
  10. Bagaimana caraku menjadi pribadi yang bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarku?
  11. Apakah aku terlalu keras pada diri sendiri saat melakukan kesalahan, padahal Allah Maha Pengampun?
  12. Bagaimana caraku membangun kebiasaan baik yang bisa aku pertahankan dalam jangka panjang?
  13. Apakah orientasi hidupku lebih fokus pada duniawi atau akhirat?
  14. Bagaimana caraku mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan ketakwaan kepada anak-anak atau generasi setelahku?
  15. Apakah aku sudah memenuhi ciri-ciri orang beriman seperti yang disebutkan dalam Surat At-Taubah Ayat 112?
Pertanyaan-pertanyaan ini bikin aku sadar, bahwa aku harus berperilaku dengan penuh tanggung jawab, baik sebagai anak, orang tua, anggota masyarakat, dan hamba Allah, sesuai teladan Rassulullah shalallahu ‘alaihi wasallaam, semaksimal mungkin, meski belum sempurna.

Apply to Life

Menurut Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc., M.Pd., ayat ini mengingatkan kita bahwa Allah Maha Mengetahui isi hati kita, terutama ketika kita merawat orang tua di masa tua mereka. Allah menegaskan bahwa Dia lebih tahu niat kita saat berbakti kepada orang tua. Kadang, ada orang yang merawat orang tua dengan niat tulus karena Allah, tapi ada juga yang melakukannya untuk pencitraan, seperti memamerkan perbuatan baiknya di media sosial. Allah mengingatkan bahwa berbakti kepada orang tua harus ikhlas, bukan untuk dipamerkan atau diceritakan kepada orang lain.

Allah juga memahami bahwa sebagai manusia, kita tidak luput dari kesalahan. Misalnya, terkadang kita mungkin kelepasan berkata kasar, terlambat merespons panggilan orang tua, atau tidak pandai mengungkapkan perasaan, sehingga tanpa sengaja menyakiti hati mereka. Namun, selama niat kita baik dan kita berusaha maksimal, Allah Maha Pengampun dan Maha Paham terhadap kelemahan kita. Yang penting, kita terus berusaha memperbaiki diri dan tidak putus asa meskipun terkadang orang tua mungkin cerewet atau mudah marah.

Intinya, berbakti kepada orang tua adalah ibadah yang harus didasari keikhlasan semata-mata karena Allah. Jika dilakukan untuk mendapatkan pengakuan atau pujian dari manusia, maka nilai amal tersebut akan berkurang. Sebaliknya, ketika dilakukan dengan tulus, Allah akan mencatat dan membalasnya dengan sebaik-baik ganjaran. Allah Maha Mengetahui setiap usaha dan niat hamba-Nya, serta siap mengampuni kesalahan yang tidak disengaja selama ada usaha untuk memperbaiki diri.

Selain itu, Ayat At-Taubah 112 memperkuat pentingnya taubat, ibadah yang tulus, dan sikap selalu memuji Allah dalam berbagai keadaan. Aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari meliputi memperbanyak istighfar, menjaga kekhusyukan dalam salat, dan bersyukur atas segala ketentuan-Nya. Selain itu, menuntut ilmu untuk memperkuat keimanan, berdakwah dengan mengajak kepada kebaikan serta mencegah kemungkaran, dan menjaga hukum-hukum Allah dalam setiap aspek kehidupan adalah bagian dari bentuk kepatuhan kepada-Nya. Dengan konsistensi dalam menjalankan nilai-nilai ini, seseorang akan meraih ridha dan kebahagiaan sejati di dunia maupun di akhirat.

Next Ayat

Untuk menjaga konsistensi dalam menjalani proses self-healing ini, mari kita lanjutkan dengan memahami bahasa cinta Allah seraya totalitas bersandar kepada-nya. Kita akan melaluinya dengan tadabbur Surat Al-Baqarah ayat 155 dan Ali Imran ayat 160 di Quran Journaling Day 16 dan 17!

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
Sungguh, Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 155)

اِنْ يَّنْصُرْكُمُ اللّٰهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ ۚ وَ اِنْ يَّخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِيْ يَنْصُرُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِهٖ ۗ وَ عَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ
Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu. Tetapi jika Dia membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (Ali Imran: 160)

Kesimpulan

Untuk mendapatkan ampunan Allah, Al-Isra ayat 25 menekankan ketulusan dalam berbakti kepada orang tua, sementara At-Taubah ayat 112 mengajarkan taubat yang dibuktikan dengan ibadah, syukur, serta menegakkan kebaikan. Kedua ayat ini menegaskan bahwa taubat sejati bukan sekadar ucapan, tetapi harus dibuktikan dengan aksi nyata berupa ketaatan kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama, terutama orang tua, agar meraih ridha dan ampunan-Nya.

Referensi (Klik)

 

Taubat Nasuha: Cahaya di Akhirat, Keselamatan di Dunia Melalui Tadabbur Surat At Tahrim Ayat 8 & Al A’raf Ayat 23

Quran Journaling Day 12 & 13 Bersama SAHAL: Bertaubat dan Memperbaiki Diri Lewat Tadabbur Surat At Tahrim: 8 & Al A’raf: 23

Published by: Aryanty | Date: 31 January 2025

 

Siapa sih yang gak ingin hidup lebih tenang dan bahagia? Salah satu kuncinya adalah dengan terus memperbaiki diri. Nah, dalam Al Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kita panduan yang sangat berharga di surat At Tahrim ayat 8 dan Al A’raf ayat 23. Coba deh bayangkan, kita hidup dengan hati ringan karena sudah minta maaf dan memperbaiki kesalahan. Itulah salah satu manfaat taubat dan kembali ke jalan yang benar.

Di quran journaling bersama Sahal (Sahabat Al Qur’an) kali ini, kita akan semakin yakin betapa besar kasih sayang Allah yang selalu membuka pintu maaf bagi hamba-Nya yang ingin melakukan perubahan berkelanjutan. Dengannya, hati menjadi tenang, kualitas hubungan dengan orang lain pun semakin meningkat. Kita jadi semakin bersabar, lebih pemaaf, lebih baik dalam berkomunikasi dan lebih termotivasi untuk menjadi pribadi profesional yang diridhai Allah subhanahu wa ta’ala dan terhindar dari sifat munafik.

Bismillah, yuk kita mulai sama-sama!

Quote the Ayat

Menjaga Keseimbangan dalam Hidup: Belajar dari Ali Imran Ayat 147

Quran Journaling Day 11 Bersama SAHAL: Menyadari Dosa Lewat Tadabbur Surat Ali Imran Ayat 147

Published by: Aryanty | Date: 30 January 2025

Masihkah kita terlalu keras pada diri sendiri saat mengingat kesalahan di masa lalu? Ada rasa bersalah yang terus menghantui, bahkan mungkin membuat kita lebay dalam menghakimi diri sendiri atau orang lain. Padahal, menyadari dosa bukan berarti kita harus terjebak dalam penyesalan tanpa akhir. Justru, ini bisa menjadi langkah praktis untuk menyeimbangkan dunia dan akhirat, self-healing dan pengembangan diri.

Dalam Quran journaling bersama Sahal (Sahabat Al Qur’an) kali ini, kita akan merenungkan Ali Imran ayat 147. Ayat ini menggambarkan doa para pejuang Uhud yang tetap teguh, tetapi juga rendah hati memohon ampunan kepada Allah. Dari mereka, kita belajar bahwa kesadaran akan dosa bukanlah beban, melainkan jalan untuk hati yang lebih bersih, lebih kuat, dan lebih siap menghadapi hidup yang balance. Yuk, kita eksplorasi lebih dalam maknanya!

Terrjemah lafdziah Ali Imran 147

 

Quote the Ayat

وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ اِلَّآ اَنْ قَالُوْا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَاِسْرَافَنَا فِيْٓ اَمْرِنَا وَثَبِّتْ اَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

Tidak lain ucapan mereka kecuali doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami, tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”

(Ali Imran:147)

Understand the Context & Tafsir

Surat Ali Imran ayat 147 merupakan bagian dari rangkaian ayat yang berbicara tentang kesabaran dan keteguhan hati para pejuang di jalan Allah. Ayat ini turun dalam konteks Perang Uhud, sebuah pertempuran besar antara kaum Muslimin dan Quraisy Mekah yang terjadi pada tahun ke-3 Hijriyah.

Dalam Perang Uhud, kaum Muslimin awalnya memperoleh kemenangan. Namun, ketika sebagian pasukan pemanah melanggar perintah Rasulullah ﷺ dan meninggalkan pos mereka, pasukan Quraisy berhasil melakukan serangan balik. Akibatnya, banyak sahabat yang gugur, termasuk paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthalib. Kondisi ini sangat menguji keimanan kaum Muslimin.

Di tengah kondisi genting itu, para pejuang yang tetap teguh tidak hanya bertahan secara fisik, tetapi juga secara spiritual. Mereka tidak mengeluh atau berputus asa, melainkan terus berdoa kepada Allah.

Berdasarkan berbagai tafsir, K.H.Dr. Mustafa Umar, Lc., M.A. menerangkan bahwa ayat ini menggambarkan doa yang dipanjatkan oleh para pengikut setia nabi saat menghadapi peperangan. Mereka memiliki tiga permohonan utama dalam doa mereka, yakni:

  1. Memohon ampunan dosa – Mereka ingin memastikan bahwa segala ujian dan cobaan yang mereka hadapi bukan sebagai azab akibat dosa-dosa mereka, melainkan sebagai ujian yang meninggikan derajat mereka di sisi Allah.
  2. Memohon keteguhan hati – Mereka meminta kepada Allah agar tetap kokoh dalam pendirian mereka untuk berjuang di jalan-Nya, tanpa rasa takut atau ragu, sehingga mereka tidak berpaling atau mundur dari pertempuran.
  3. Memohon pertolongan Allah – Mereka menyadari kelemahan mereka dan meminta agar Allah memberikan kekuatan dan kemenangan atas musuh-musuh mereka.

Allah menjanjikan balasan bagi mereka yang beriman dan berdoa dengan penuh keyakinan, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, mereka mendapatkan kemenangan dan kejayaan, sementara di akhirat mereka memperoleh pahala yang jauh lebih besar dan lebih baik.

Pada akhir ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menekankan bahwa Dia mencintai orang-orang yang berbuat baik (al-muhsinin), yakni mereka yang melakukan amal shaleh dengan penuh keikhlasan dan kesadaran bahwa Allah selalu melihat mereka. Dengan demikian, umat Islam diajak untuk meneladani sifat-sifat para pejuang terdahulu yang penuh keimanan, keteguhan, dan semangat dalam menghadapi berbagai ujian hidup.

Reflection

Saat membaca surat Ali Imran ayat 147, aku jadi bertanya pada diriku sendiri:

  1. Apakah aku sering berlebihan dalam menyalahkan diri sendiri saat melakukan kesalahan?
  2. Apakah aku terlalu keras menilai kesalahan orang lain, seolah mereka nggak pantas dimaafkan?
  3. Saat menghadapi masalah, apakah aku lebih banyak mengeluh atau justru langsung berdoa dan mencari solusi seperti para pejuang di ayat ini?
  4. Apakah aku sering terjebak dalam overthinking tentang masa lalu, padahal yang dibutuhkan adalah istighfar dan melangkah ke depan?
  5. Dalam mengejar sesuatu, apakah aku terlalu ambisius sampai lupa kalau semua tetap bergantung pada pertolongan Allah?
  6. Ketika marah atau kecewa, apakah aku bisa mengendalikan emosiku atau justru bereaksi berlebihan yang nantinya kusesali?
  7. Sudahkah aku berdoa dengan penuh keyakinan seperti yang dicontohkan dalam ayat ini, atau selama ini doaku hanya sekadar formalitas?

Pertanyaan-pertanyaan ini bikin aku sadar, bahwa keseimbangan dalam berpikir, merasa, dan bertindak itu penting. Jangan sampai berlebihan dalam menyalahkan diri, menghakimi orang lain, atau tenggelam dalam emosi. Lebih baik, kita belajar dari ayat ini untuk tetap optimis, bersandar pada Allah, dan move on menjadi versi terbaikku dalam meneladani Nabi Muhammad shalallaahu ‘alaihi wasallam.

Apply to Life

Menurut Ustadz Dr. Aam Amirudin, M.Si.  ayat ini mengajarkan bahwa israaf (berlebih-lebihan) bisa terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari emosi, pikiran, hingga tindakan. Kita sering kali terlalu ekstrem dalam menilai kesalahan diri sendiri, menumpuk rasa bersalah yang tak berujung, atau bahkan menuntut kesempurnaan dari orang lain. Padahal, Allah subhanahu wa ta’ala mengajarkan keseimbangan hidup, seperti dicontohkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallaam berupa: introspeksi tanpa menyiksa diri, disiplin tanpa kehilangan kebahagiaan, serta tegas tanpa kehilangan kelembutan.

Makna Israaf dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Dalam Emosi dan Pikiran
Wajar kalau kita khawatir atau takut, tapi kalau sampai membuat kita berhenti berusaha, itu namanya berlebihan. Misalnya, takut gagal dalam bisnis atau pekerjaan itu normal, tapi kalau sampai nggak berani mencoba sama sekali, itu justru menghambat perkembangan diri.

2. Dalam Harta dan Gaya Hidup
Punya barang yang kita suka itu nggak salah, tapi kalau sampai menumpuk tanpa manfaat, itu termasuk mubazir. Misalnya, koleksi sepatu sesuai kebutuhan itu wajar, tapi kalau membeli hanya karena impulsif dan jarang dipakai, itu bisa termasuk israaf.

3. Dalam Ibadah
Semangat ibadah itu bagus, tapi kalau sampai mengabaikan hak tubuh, keluarga, atau pekerjaan, itu juga kurang bijak. Rasulullah SAW pun mencontohkan keseimbangan dalam ibadah, istirahat, dan interaksi sosial.

Bagaimana Menerapkannya?

  • Belajar memaafkan diri sendiri dan orang lain
    Jangan terlalu keras dalam menyikapi kesalahan. Bertobat itu perlu, tapi terus-menerus menyalahkan diri malah membuat kita stuck. Begitu juga dengan kesalahan orang lain—memaafkan bukan berarti membiarkan, tapi melepaskan beban di hati.
  • Tidak berlebihan dalam menilai sesuatu
    Baik dalam emosi, tindakan, maupun pola pikir, penting untuk tidak terjebak dalam ekstrem. Segala sesuatu yang berlebihan bisa menyesakkan hati dan pikiran.
  • Memohon keteguhan hati dalam menjalani hidup
    Hidup penuh tantangan, dan kita butuh keteguhan hati untuk tetap berjalan. Dalam setiap langkah, kita bisa belajar dari doa di Ali Imran ayat 147 ini: memohon ampunan, meminta keteguhan, dan berserah diri kepada Allah.

Dengan menjaga keseimbangan ini, hidup kita bisa lebih tenang, hati lebih lapang, dan perjalanan menuju ridha Allah terasa lebih ringan.

Next Ayat

Untuk menjaga konsistensi dalam menjalani proses self-healing ini, mari kita lanjutkan dengan tahapan memohon ampunan kepada Allah dengan menyadari dosa-dosa yang telah kita perbuat. Kita akan melaluinya dengan tadabbur Surat At Tahrim ayat 8 di quran journaling day 12!

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ يَوْمَ لَا يُخْزِى اللّٰهُ النَّبِيَّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۚ نُوْرُهُمْ يَسْعٰى بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَاغْفِرْ لَنَاۚ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanannya. Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Kesimpulan

Ali Imran ayat 147 mengajarkan kita untuk tidak berlebihan dalam emosi, pikiran, dan tindakan. Baik dalam menyikapi kesalahan, menghadapi ketakutan, maupun menjalani ibadah, dunya akhirah balance adalah kunci. Dengan memohon ampunan, keteguhan hati, dan pertolongan Allah, kita bisa menjalani hidup dengan lebih tenang, bijak, dan penuh makna.

Referensi (Klik)

Menggali Syukur, Menemukan Diri: Tadabbur Surat Ibrahim Ayat 7

Quran Journaling Day 10 Bersama SAHAL: Menerima Diri Seutuhnya Lewat Tadabbur Surat Ibrahim Ayat 7

Published by: Aryanty | Date: 24 January 2025

Kadang hidup memang penuh tantangan, ya. Apalagi kalau lagi merasa nggak cukup baik atau menghadapi perubahan besar yang bikin kita bingung. Dalam proses healing dan berkembang jadi versi diri yang lebih baik, salah satu kuncinya adalah belajar bersyukur. Tapi, bersyukur itu bukan cuma soal bilang “Alhamdulillah,” tapi juga menerima bahwa semua yang terjadi, entah itu nikmat atau ujian, adalah bagian dari rencana Allah yang selalu tepat.

Surat Ibrahim ayat 7 ini jadi pengingat penting buat kita. Lewat rasa syukur, kita belajar melihat potensi diri, berhenti membandingkan hidup kita dengan orang lain, dan mulai menghargai perjalanan hidup ini. Pokoknya pelajaran ini relevan banget buat kamu yang masih bergejolak mencari jati diri, kamu yang sering dihantui ekspektasi sosial, maupun kamu yang mulai menghadapi fase transisi hidup yang tak seproduktif dulu. Yuk, bareng-bareng kita renungi ayat ini di Quran Journaling Day 10 bersama Sahal (Sahabat AlQur’an), siapa tahu bisa jadi jalan buat kita lebih menerima diri dan menumbuhkan rasa syukur di hati.

Terjemah lafdziah surat Ibrahim ayat 7

Quote the Ayat

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ 

“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu; dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.'”

(QS Ibrahim: 7)

Understand the Context & Tafsir

Firman Allah : (وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ)ketika Rabbmu memaklumatkan merupakan perkataan Nabi Musa ‘alaihi salaam kepada Bani Israil, yaitu ingatkanlah mereka ketika Rabbmu bersumpah kepada kalian (لَئِن شَكَرۡتُمۡ) seandainya kalian bersyukur atas nikmat-nikmat-Ku dengan beribadah kepada-Ku dan mengesakan-Ku dalam ibadah, mentaati-Ku dan utusan-Ku dengan mengikuti perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan (لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ) niscaya pasti Aku akan menambahnya kenikmatan dan kebahagiaan (وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ)

dan jika kalian ingkar tidak bersyukur atas nikmat-nikmat-Ku, bermaksiat kepada-Ku dan rasul-Ku, niscaya akan Ku cabut kenikmatan itu dari kalian dan Aku menyiksa kalian dengan hilangnya kenikmatan tersebut. (إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ) Sungguh azab-Ku sangatlah pedih. Maka berhati-hatilah darinya dan takutlah kepada-Ku.Surat Ibrahim ayat 7 mengingatkan kita akan pentingnya bersyukur, berdasarkan tafsir berikut.

  • Tafsir Kemenag:
    • Allah memerintahkan manusia untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya.
    • Bersyukur dapat dilakukan melalui ucapan yang tulus dan perbuatan yang diridai Allah.
    • Orang yang dermawan dan menggunakan hartanya untuk kebaikan cenderung hidup bahagia dan diberkahi.
  • Tafsir Ibnu Katsir:
    • Allah memaklumkan janji-Nya: siapa yang bersyukur akan mendapatkan tambahan nikmat.
    • Siapa yang kufur nikmat akan dihukum dengan azab yang keras.
    • Kufur nikmat meliputi menyembunyikan atau tidak memanfaatkan nikmat dengan benar.
  • Tafsir As-Sa’di:
    • Bersyukur berarti mengakui nikmat dalam hati, memuji Allah dengan lisan, dan menggunakan nikmat untuk hal yang diridai-Nya.
    • Pengingkaran nikmat menyebabkan hilangnya nikmat tersebut dan datangnya siksa Allah.

Reflection

Buya Hamka mengatakan bahwa tanda cinta Allah kepada manusia adalah memberikan nikmat alam semesta ini (baik itu yang nampak dan tak nampak) untuk memudahkan dan menyamankan hidup manusia di dunia. Selain itu, agar segala yang ada di dunia itu menyelamatkan manusia sampai ke akhirat (surga) adalah dengan memberikan peringatannya. Maka untuk membalas cinta-Nya, sepatutnya manusia mensyukuri nikmat tersebut dengan menggunakannya di jalan Allah semasa hidup sementara di dunia (al hayatul fana) dan takut kepada Allah jika melanggar perintah-Nya sebab yakin akan hari pembalasan dan kehidupan akhirat yang kekal (al hayatul baqiyah).

Ayat ini juga mengingatkan kita bahwa bersyukur adalah cara untuk menjaga dan menambah nikmat yang telah diberikan Allah. Namun, seringkali kita lupa untuk bersyukur atas hal-hal kecil. Misalnya, kesehatan, waktu luang, dan rezeki yang cukup sering dianggap biasa hingga terlupakan. Padahal, kesyukuran itu bukan hanya dalam bentuk ucapan, tetapi juga dalam cara kita memanfaatkan nikmat tersebut.

Dengan demikian, patutlah kita bertanya kepada diri sendiri:

  • Apa saja nikmat yang sudah Allah berikan dalam hidupku, baik yang besar maupun kecil?
  • Apakah aku sudah benar-benar bersyukur atas nikmat tersebut, baik dengan lisan, hati, maupun perbuatan?
  • Dalam situasi sulit yang pernah aku alami, bagaimana rasa syukur bisa membantuku melihat sisi positifnya?
  • Adakah bagian dari hidupku yang selama ini kurang aku syukuri atau malah aku keluhkan?
  • Bagaimana cara agar aku bisa lebih konsisten bersyukur di tengah kesibukan dan tantangan sehari-hari?
  • Apakah ada potensi diri atau kesempatan yang aku abaikan karena terlalu fokus membandingkan diri dengan orang lain?
  • Bagaimana aku bisa menggunakan nikmat yang Allah berikan untuk hal-hal yang Allah ridhai?
  • Apa langkah nyata yang bisa aku lakukan hari ini untuk lebih mensyukuri dan memaksimalkan nikmat Allah?

Apply to Life

  • Lakukan Muhasabah Harian: Renungkan setiap malam, nikmat apa yang telah Allah berikan hari ini? Apakah kita telah mensyukurinya?
  • Manfaatkan Nikmat untuk Kebaikan: Gunakan waktu, ilmu, dan harta untuk hal-hal yang diridai Allah, seperti membantu orang lain atau berdakwah.
  • Tingkatkan Ibadah: Jadikan rasa syukur sebagai motivasi untuk memperbaiki kualitas ibadah.

Next Ayat

Untuk menjaga konsistensi dalam menjalani proses self-healing ini, mari kita lanjutkan dengan tahapan memohon ampunan kepada Allah dengan menyadari dosa-dosa yang telah kita perbuat. Kita akan melaluinya dengan tadabbur Surat Ali Imran ayat 147 di quran journaling day 11!

وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ اِلَّآ اَنْ قَالُوْا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَاِسْرَافَنَا فِيْٓ اَمْرِنَا وَثَبِّتْ اَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

Tidak lain ucapan mereka kecuali doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami, tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”

Kesimpulan

Dari Surat Ibrahim ayat 7 kita belajar bahwa syukur adalah kunci utama dalam menerima diri, menjalani proses self-healing, dan mengembangkan potensi diri. Dengan bersyukur, kita tidak hanya membuka pintu nikmat yang lebih besar, tetapi juga belajar melihat hidup dari perspektif yang lebih positif dan penuh makna. Ayat ini mengingatkan pentingnya menggunakan nikmat Allah untuk tujuan yang diridhai-Nya dan menjauhi sifat kufur yang hanya membawa kerugian. Semoga refleksi ini menginspirasi kita untuk selalu bersyukur, menghargai perjalanan hidup, dan terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.

Referensi (Klik)

Belajar Memaafkan dari Nabi Yusuf: Seni Melepaskan Luka untuk Hidup Lebih Tenang

Quran Journaling Day 9 Bersama SAHAL: Tadabbur Surat Yusuf Ayat 92

Published by: Aryanty | Date: 23 January 2025

Ketika luka hati terasa begitu dalam karena pengkhianatan atau kesalahan orang lain, memaafkan bisa menjadi hal yang paling sulit dilakukan. Namun, Allah mengajarkan melalui kisah Nabi Yusuf ‘alaihi salam bahwa memaafkan adalah sifat mulia yang membawa keberkahan. Yuk, kita bahas Surat Yusuf ayat 92 sambil QURAN Journaling bersama Sahal (Sahabat Al-Qur’an).

Terjemah lafdziah surat yusuf ayat 92

1. Quote the Ayat

قَالَ لَا تَثْرِيْبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللّٰهُ لَكُمْ وَهُوَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ

“Dia (Yusuf) berkata, ‘Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.'”
(QS. Yusuf: 92)

Ayat ini merupakan jawaban Nabi Yusuf kepada saudara-saudaranya yang telah mengkhianatinya. Meski mereka telah menyakitinya dengan membuangnya ke sumur, menjualnya sebagai budak, hingga menuduhnya pencuri, Nabi Yusuf justru memilih untuk memaafkan tanpa celaan.

2. Understand the Context & Tafsir

Menurut Buya Yahya Ayat ini turun saat saudara-saudara Nabi Yusuf ‘alaihi salaam meminta maaf atas segala kesalahan mereka. Sebagai seorang nabi dan manusia pilihan Allah, Yusuf menunjukkan akhlak mulia dengan memberikan maaf sepenuhnya tanpa menyimpan dendam.

  • Kemuliaan memaafkan: Dalam Tafsir As-Sa’di, Yusuf tidak hanya memaafkan, tapi juga tidak mengungkit kesalahan masa lalu saudara-saudaranya.
  • Tetap humble: Ia menyampaikan bahwa kesuksesannya adalah karunia dari Allah karena ketakwaan dan kesabarannya.
  • Doa dan harapan: Yusuf mendoakan mereka agar Allah mengampuni dosa-dosa mereka, karena Dia adalah Maha Penyayang.
  • Teladan Rasulullah SAW: Nabi Muhammad SAW meneladani sikap Yusuf saat penaklukan Mekkah, dengan berkata kepada penduduk Quraisy: “Saya akan mengatakan sebagaimana saudaraku Yusuf berkata: Tidak ada cercaan terhadap kalian pada hari ini.” (HR. Bukhari).

3. Reflection

Coba ingat, pernahkah kamu merasa sulit memaafkan seseorang yang telah menyakitimu? Ayat ini mengajarkan kita bahwa memaafkan adalah bentuk keikhlasan dan kemuliaan. Yusuf tidak hanya memberi maaf, tapi juga mendoakan mereka yang pernah menyakitinya.

Dalam hidup, memaafkan mungkin terasa berat. Namun, ketika kita belajar melakukannya, hati akan terasa lebih lapang. Memaafkan bukan berarti melupakan, tetapi membebaskan diri dari beban kebencian.

Semoga pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu mengevaluasi sejauh mana kita meneladani sifat pemaaf Nabi Yusuf dan mengamalkan pelajaran dari ayat ini.

  • Bagaimana sikapku terhadap orang yang pernah menyakiti atau berbuat salah kepadaku?
  • Apakah aku mampu memaafkan dengan tulus, sebagaimana Nabi Yusuf memaafkan saudara-saudaranya?
  • Apakah aku mudah menyimpan dendam atau justru lapang hati?
  • Bagaimana caraku melatih diri untuk menghilangkan kebencian atau dendam terhadap orang lain?
  • Sudahkah aku menjadikan Allah sebagai tempat utama untuk mengadu saat terluka atau kecewa?
  • Apakah aku lebih sering mengeluh kepada manusia daripada menguatkan hubunganku dengan Allah?
  • Apakah aku berusaha menghibur hati orang yang bersalah kepadaku, seperti Nabi Yusuf yang tidak menghukum, tetapi memberi harapan?
  • Dalam situasi tertentu, apakah aku bisa mengutamakan kasih sayang daripada penghukuman?
  • Bagaimana caraku menanamkan keyakinan bahwa Allah selalu memuliakan orang yang bertakwa dan sabar?
  • Apakah aku sabar menghadapi ujian, sambil terus berbuat baik dan berharap hanya kepada Allah?
  • Apakah aku sudah benar-benar percaya bahwa memaafkan adalah tanda kekuatan iman, bukan kelemahan?
  • Apa langkah nyata yang bisa aku ambil untuk melatih kebesaran hati dalam memaafkan?

4. Apply to Life

Secara konkret, Buya Yahya memberikan langkah praktis menjadi pribadi pemaaf berikut.

  • Jangan menyimpan dendam terhadap orang yang pernah menyakiti kita, tetapi maafkan mereka dan doakan kebaikan bagi mereka.
  • Kesabaran dalam menghadapi ujian akan membawa keberkahan dan kesuksesan.
  • Hindari mengeluh atau berbagi masalah dengan orang yang tidak dapat membantu menyelesaikan permasalahan.
  • Jadilah pribadi yang pemaaf, bahkan kepada mereka yang pernah berbuat salah.
  • Latih hati untuk memaafkan, mulailah dari hal kecil, seperti memaafkan kesalahan kecil orang terdekat.
  • Jangan ungkit kesalahan, hindari mengingatkan orang lain akan kesalahan masa lalunya.
  • Doakan kebaikan, seperti Nabi Yusuf yang mendoakan saudara-saudaranya, biasakan untuk mendoakan orang yang pernah menyakitimu.
  • Belajar dari teladan nabi, renungkan bagaimana Nabi Yusuf ‘alaihi salaam dan Nabi Muhammad shalallaahu ‘alaihi wasalaam menunjukkan kelapangan hati dalam memaafkan.

5. Next Ayat

Sebagai lanjutan refleksi hari ini, mari membaca Surat Ibrahim Ayat 7 sebagai langkah penerimaan hati sepenuhnya.

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”

Kesimpulan

Surat Yusuf ayat 92 mengajarkan bahwa memaafkan adalah wujud nyata dari keimanan dan kebaikan hati. Memaafkan bukan hanya membebaskan orang lain, tapi juga membebaskan diri sendiri dari beban kebencian.

Yuk, terus belajar dari kisah-kisah Al-Qur’an dan jadikan nilai-nilainya sebagai panduan hidup. Sampai jumpa di Quran Journaling berikutnya!

Self Improvement Dengan Berjihad: Tadabbur Surat Al Ankabut 69

Published by: Aryanty | Date: 19 January 2025

Quran Journaling Day 8: Memperbaiki Diri dengan Berjihad

Self improvement dengan berjihad? Apa gak salah judul? Nggak, itu serius!

Ke sampingkan  judulnya, kuy kita pikirkan, pernah nggak sih, kamu merasa usaha yang kamu lakukan dalam kehidupan pribadi dan sosial seperti nggak ada hasilnya? Kayak udah berjuang mati-matian, tapi tetap aja rasanya nggak cukup.

Nah, di Qur’an surat Al-Ankabut ayat 69, Allah memberikan janji yang bikin kita pantang menyerah. Ayat ini mengajarkan bahwa setiap effort yang kita ambil untuk mendekat kepada-Nya, setiap perjuangan memperbaiki diri, setiap ikhtiar untuk kehidupan kita yang sesuai ketentuan-Nya nggak akan sia-sia. Bahkan, Allah berjanji akan memberikan the best way out atau petunjuk di jalan yang benar.

Tadabbur ayat ini bikin aku sadar, proses memperbaiki diri itu memang nggak instan, tapi kalau kita terus jalan sambil berserah, Allah pasti tunjukkan jalannya lewat berjihad. Yuk, kita bahas lebih dalam, biar kita bisa jadi the best version of ourselves!

Quote The Ayat

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَࣖ

Orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.

Understand The Context and Tafsir

The Context

Surat Al-Ankabut ayat 69 termasuk ayat Makkiyah, yaitu ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat hijrah ke Madinah. Ayat ini turun pada 2 dan 3 sebelum Hijriyah dalam konteks mendorong umat Islam di masa awal Islam untuk tetap tegar dan berjuang dalam menghadapi berbagai tantangan, ujian, dan penindasan yang mereka alami karena mempertahankan iman kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Menurut Ustadz Dzulqarnain M.S., pada saat itu belum ada perintah jihad dengan tangan atau jihad qital (jihad di medan perang). Sehingga Ustadz Dr. K. H. Mustafa Umar, Lc., M.A. menerangkan bahwa, kata جهاد pada ayat ini bermakna bersungguh-sungguh menghadapi: musuh agama Islam (para penyembah berhala di saat itu), iblis, dan hawa nafsu.

The Tafsir

Berikut beberapa ringkasan tafsir Surat Al-Ankabut Ayat 69 beserta pesan tersirat di dalamnya.

  1. Janji Allah kepada Orang yang Bersungguh-sungguh:
    • Allah menjanjikan petunjuk kepada orang-orang yang berjihad di jalan-Nya dengan ikhlas, baik melalui pengorbanan jiwa, harta, atau melawan hawa nafsu.
    • Mereka akan ditunjukkan jalan-jalan yang membawa kepada keridhaan Allah dan kebahagiaan dunia-akhirat.
  2. Makna Jihad:
    • Jihad tidak hanya berarti berperang melawan musuh, tetapi juga mencakup perjuangan mempertahankan iman, memberantas kezaliman, dan melawan hawa nafsu.
    • Menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran, dan menyebarkan ilmu juga termasuk dalam jihad.
  3. Kebaikan dan Hidayah:
    • Allah bersama orang-orang yang berbuat baik (muhsin), memberikan pertolongan, perlindungan, dan hidayah.
    • Orang yang sungguh-sungguh dalam berjuang atau belajar agama akan dimudahkan oleh Allah untuk mencapai kebenaran.
  4. Jihad dalam Ilmu:
    • Mencari ilmu syar’i merupakan bentuk jihad utama, bahkan lebih berat daripada jihad fisik.
    • Jihad dalam ilmu mencakup usaha menyampaikan kebenaran, mengajarkan agama, dan meluruskan perselisihan berdasarkan wahyu.
  5. Hikmah Kesungguhan:
    • Siapa pun yang berusaha keras menempuh jalan menuju Allah akan mendapatkan pertolongan ilahi, termasuk dalam menghadapi tantangan hidup, hawa nafsu, dan godaan setan.

Keistimewaan Ayat

Menurut Ustadz Bahrunnida Amin, Lc., ayat 69 atau penutup ini merupakan jawaban dari ayat pertama dan kedua surat Al Ankabut yang agung. Allah mengajarkan bahwa kesungguhan dan keikhlasan dalam berjuang untuk mencari keridhaan-Nya akan mendatangkan petunjuk, hidayah, dan kemenangan dalam medan ujian di dunia ini. Jaminan kelulusan ujian Allah bersama orang-orang yang senantiasa berbuat baik, menjaga ketaatan, dan berjuang di jalan-Nya, baik dengan fisik, harta, ilmu, maupun hati.

Reflection

Saat tadabbur Surat Al Ankabut ayat 69, aku jadi bertanya-tanya pada diri sendiri.

  1. Tentang Kesungguhan dalam Berjuang:
    • Apakah aku sudah benar-benar bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk mendekatkan diri kepada Allah?
    • Apa saja langkah nyata yang telah aku lakukan untuk mencari keridhaan Allah?
    • Bagaimana aku menghadapi rintangan atau godaan dalam menjalankan agama?
  2. Tentang Jihad Melawan Hawa Nafsu:
    • Bagaimana usahaku selama ini dalam melawan hawa nafsu dan memperbaiki diri?
    • Apakah aku lebih sering mengikuti keinginan hawa nafsu atau menaati perintah Allah?
    • Apa hal kecil yang bisa aku mulai lakukan hari ini untuk mengalahkan bisikan setan?
  3. Tentang Kebaikan (Ihsan):
    • Apakah setiap amal yang aku lakukan sudah disertai keikhlasan dan dilakukan dengan cara terbaik?
    • Dalam hal apa aku merasa sudah berbuat baik, dan di mana aku masih perlu meningkatkan kualitas ibadah dan akhlak?
    • Bagaimana aku dapat memperbaiki niat agar selalu berorientasi kepada keridhaan Allah?
  4. Tentang Petunjuk Allah:
    • Apakah aku merasa sudah menerima hidayah dari Allah? Jika iya, bagaimana aku menjaganya?
    • Apa yang aku lakukan ketika merasa bingung atau tersesat dalam hidup? Apakah aku kembali kepada Allah atau mencari solusi di luar petunjuk-Nya?
    • Apa yang bisa aku lakukan untuk lebih membuka hati kepada petunjuk Allah?
  5. Tentang Makna Jihad yang Luas:
    • Dalam aspek mana aku merasa kurang berkontribusi untuk agama Allah (dengan ilmu, harta, atau tenaga)?
    • Bagaimana aku dapat memperluas definisi jihad dalam hidupku sehari-hari, misalnya melalui dakwah, menuntut ilmu, atau membantu sesama?

Semoga refleksi ini dapat membantu kita mendekatkan diri kepada Allah dan menjadikan ayat tersebut sebagai panduan dalam memperbaiki urusan akhirat dan dunia. Kita juga menjadi paham bahwa makna jihad amatlah luas dan relate dengan kehidupan modern.

Apply to Life

What will I do for my life?

Berikut adalah langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan sebagai aplikasi dari Surat Al-Ankabut ayat 69, berdasarkan konteks jihad yang luas:

1. Menuntut Ilmu dengan Kesungguhan

  • Fokus pada belajar agama melalui majelis ilmu, membaca tafsir Quran, atau mengikuti kajian online. Gunakan waktu untuk mendalami Islam di tengah kesibukan studi atau pekerjaan.
  • Mengintegrasikan ilmu agama ke dalam aktivitas sehari-hari, seperti menerapkan nilai Islam di tempat kerja atau keluarga.
  • Mengajar atau berbagi ilmu yang telah didapatkan kepada generasi muda, baik di masjid, komunitas, atau keluarga.

2. Memerangi Hawa Nafsu

  • Latih diri untuk menjauhi maksiat digital seperti konsumsi konten yang tidak bermanfaat, menahan amarah, dan menjaga pandangan.
  • Lebih banyak mengarahkan energi untuk amal, seperti memperbaiki akhlak dalam interaksi sosial dan meningkatkan kontrol emosi dalam menghadapi ujian hidup.
  • Fokus pada mempersiapkan bekal akhirat dengan memperbanyak ibadah, memperkuat sabar, dan menjadi teladan bagi generasi berikutnya.

3. Berdakwah Sesuai Kapasitas

  • Dakwah melalui media sosial, berbagi pesan Islam lewat tulisan, video pendek, atau mendukung kegiatan keagamaan di lingkungan sekitar.
  • Menjadi penggerak dakwah di tempat kerja, komunitas, atau lingkungan keluarga, baik melalui ceramah ringan atau ajakan kepada kebaikan.
  • Menginisiasi program dakwah yang lebih strategis, seperti mendirikan kelompok pengajian, mendukung pembangunan masjid, atau menjadi pembimbing agama.

4. Membantu Sesama

  • Aktif dalam kegiatan sosial seperti berbagi makanan gratis, mengajar anak-anak yatim, atau membantu kegiatan masjid.
  • Mendukung pemberdayaan masyarakat, seperti membantu usaha kecil, memberikan beasiswa, atau memimpin proyek sosial berbasis komunitas.
  • Menjadi pembimbing atau mentor bagi generasi muda, serta menyumbangkan pengalaman hidup untuk maslahat umat.

5. Konsistensi dalam Ibadah

  • Disiplin melaksanakan ibadah wajib, memperbanyak sholat sunnah, membaca Quran, dan menjaga doa harian.
  • Mengembangkan kebiasaan dzikir, qiyamullail, dan memperdalam pemahaman agama untuk mendidik anak-anak atau masyarakat.
  • Menjaga kualitas ibadah sambil melibatkan keluarga dalam aktivitas keagamaan, seperti tadarus Quran atau safari dakwah bersama.

6. Berjihad di Jalan Allah dalam Kehidupan

  • Berjuang untuk menjadi pribadi yang bermanfaat di tengah tantangan dunia modern, seperti menjaga integritas di dunia kerja dan pergaulan.
  • Berjihad dengan mendidik keluarga menjadi generasi yang beriman dan bertakwa, serta memberikan contoh nyata dalam menegakkan syariat.
  • Normalisasi jihad hati, yaitu menjaga keikhlasan dalam ibadah dan amal, serta menjadi inspirasi untuk generasi setelahnya.

Langkah-langkah ini membantu menerapkan ayat ini dalam konteks kehidupan modern, sehingga menciptakan kontribusi nyata baik untuk diri sendiri maupun lingkungan. Kita juga bisa menormalisasi penggunaan kata jihad dalam kehidupan sehari-hari untuk mewakili kesungguhan dalam menggapai goals.

Next Ayat

Mari kita lanjutkan proses healing melalui quran journaling berikutnya dengan mendalami surat Yusuf ayat 92 untuk praktik memberikan maaf kepada orang lain.

Kesimpulan

Di hari ke delapan, setelah kita melakukan quran journaling  surat Al-Ankabut ayat 69, kita menjadi sadar bahwa Allah menjanjikan petunjuk kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh berjihad di jalan-Nya. Namun, jihad dalam konteks ayat ini memiliki makna luas yang tidak semata-mata terbatas pada peperangan fisik. Jihad mencakup seluruh upaya serius untuk mendekatkan diri kepada Allah, menegakkan nilai-nilai kebenaran, serta melawan hawa nafsu, bisikan setan, dan tantangan kehidupan.

Dalam kehidupan sehari-hari, jihad dapat diwujudkan melalui kesungguhan belajar ilmu agama, berjuang menghadapi tantangan pekerjaan dengan penuh integritas, menjaga akhlak dalam berinteraksi, dan memperjuangkan nilai-nilai keadilan di lingkungan sosial. Hal ini mengajarkan kita bahwa setiap perjuangan yang dilakukan dengan niat mencari ridha Allah adalah bentuk jihad yang dihargai di sisi-Nya.

Selain itu, sudah saatnya kita menormalisasi kata “jihad” dengan pemahaman yang komprehensif dan relevan. Dalam bahasa kekinian, jihad bisa berarti:

  1. Jihad belajar: Konsisten menuntut ilmu di tengah gangguan dan godaan.
  2. Jihad kerja: Berusaha memberikan yang terbaik di tempat kerja tanpa meninggalkan nilai-nilai agama.
  3. Jihad keluarga: Membina hubungan harmonis dan mendidik generasi dengan nilai Islam.
  4. Jihad sosial: Aktif terlibat dalam kegiatan kemanusiaan dan pemberdayaan masyarakat.
  5. Jihad diri sendiri: Melawan ego, hawa nafsu, dan pengaruh buruk yang menjauhkan dari kebaikan.

Dengan perspektif ini, jihad menjadi konsep yang relevan di setiap aspek kehidupan. Perjuangan untuk menjadi lebih baik, membangun komunitas, dan menjaga moralitas adalah bentuk jihad nyata yang dapat kita lakukan sehari-hari. Mari menjadikan jihad sebagai motivasi untuk terus bergerak maju, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk kebaikan bersama, demi meraih keridhaan Allah.

Referensi (Klik)