Belajar dari Kesalahan: Tadabbur Surat Al-Hadid Ayat 23 untuk Self Healing dan Pengembangan Diri

Published by: Aryanty | Date: 18 January 2025

Quran Journaling Day 7: Mengambil Pelajaran dari Kesalahan

Terkadang, aku merasa berat banget kalau  ingat kesalahan yang pernah aku buat, apalagi kalau dampaknya besar ke hidup aku atau orang lain. Tapi ternyata, kalau kita mau belajar dari kesalahan itu, justru di situ ada proses healing dan pengembangan diri.

Nah, di Quran Journaling Day 7 ini, mari kita tadabbur surat Al-Hadid ayat 23. Ayat ini mengajarkan kita untuk gak terlalu sedih atas apa yang hilang, atau terlalu bangga dengan apa yang kita punya, karena semuanya adalah bagian dari rencana Allah untuk kebaikan kita. Yuk, kita refleksi bareng!

 

Quote The Ayat

لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۙ

(Yang demikian itu kami tetapkan) agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Understand The Context and Tafsir

The Context

Surat Al Hadid ayat 23 tidak memiliki sebab khusus (asbabun nuzul) yang dicatat secara spesifik dalam riwayat hadis. Namun, Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc., M.A., mengatakan bahwa ayat 23 turun sebagai lanjutan dari Surat Al Hadid ayat 20, 21, 22 dan sebelumnya. Dimana, pada ayat 19 Allah menyerukan sedekah di saat manusia lebih senang untuk berkompetisi dengan perkebunannya, perdagangannya, memperbanyak harta, juga keturunannya.

Maka mulai ayat 20 inilah Allah menekankan hakekat keadaan dunia yang mereka kumpulkan sebagai permainan, senda gurau, perhiasan untuk berbangga-bangga saja, dan kesenangan palsu. Perilaku buruk yang merupakan ciri hedonisme tersebut kelak akan merugikan manusia, layaknya tanaman hijau yang membanggakan petaninya, namun kemudian menjadi kering dan hancur tanpa bisa dipanen di akhirat.

Sementara itu, seandainya saja manusia mengikuti seruan Allah untuk berlomba-lomba dalam mendapatkan ampunan dan rahmat-Nya, niscaya manusia akan mendapatkan surga, sebagaimana tercantum pada ayat 21.

Sehingga, dikatakan pada ayat 22 bahwa, sebagaimana tercatat sebagai takdir dalam Lauh Mahfudz, dunia itu merupakan bala/ujian/fitnah bagi semua manusia. Bahkan apa yang terjadi di bumi dan masing-masing manusia merupakan musibah, baik bagi yang taat maupun durhaka kepada Allah.

Terkait penetapan takdir tersebut, Allah berfirman pada ayat 23 agar manusia tidak bersedih atas hal duniawi yang luput dari mereka, karena memang tidak ditakdirkan untuknya. Sekiranya sudah ditakdirkan, jelas mereka akan memperolehnya. Begitupun, ketika mendapatkan kenikmatan, tidak serta merta membuat mereka bahagia secara berlebihan.

The Tafsir

Surat Al-Hadid ayat 23 mengajarkan pentingnya sikap tawakal, syukur, dan sabar terhadap ketetapan Allah (takdir). Berikut poin-poin tafsir dari berbagai sumber:

1. Semua Peristiwa Sudah Ditetapkan

Allah menetapkan segala sesuatu sebelum kejadiannya, termasuk nikmat dan musibah. Ini mengajarkan kita untuk menerima takdir dengan lapang dada, baik berupa kebahagiaan maupun kesedihan. (Tafsir Kemenag, Ibnu Katsir, Al-Muyassar, As-Sa’di)

2. Sikap Terhadap Musibah dan Nikmat

Jangan terlalu bersedih terhadap apa yang luput, karena jika sudah ditakdirkan untuk terjadi, maka itu pasti akan terjadi.

Jangan pula terlalu bangga terhadap apa yang diberikan, karena nikmat itu berasal dari Allah, bukan semata hasil usaha sendiri. (Tafsir Kemenag, Ibnu Katsir, Al-Muyassar)

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Ketahuilah, apa yang luput darimu tidak akan pernah menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan pernah luput darimu.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

3. Larangan Berlebihan

Ayat ini melarang kesedihan dan kegembiraan yang berlebihan. Sebaliknya, dianjurkan untuk bersyukur saat mendapatkan nikmat dan bersabar saat menghadapi musibah. (Tafsir Kemenag, As-Sa’di)

4. Allah Tidak Menyukai Kesombongan

Orang yang sombong karena nikmat yang dimilikinya dan memamerkannya kepada orang lain adalah orang yang dibenci Allah. Kesombongan ini biasanya disertai sifat kikir, enggan berbagi nikmat di jalan Allah dan suka menyusahkan orang lain. (Tafsir Kemenag, Ibnu Katsir, Al-Muyassar, As-Sa’di)

5. Hikmah dari Takdir Allah

Takdir Allah mengajarkan manusia untuk tidak terlalu tamak terhadap dunia, melainkan sibuk bersyukur atas nikmat-Nya dan mencegah azab dengan ketaatan. (Tafsir As-Sa’di)

6. Keistimewaan Ayat Ini

Prof. Dr. Quraish Shihab menerangkan bahwa Allah menurunkan ayat 23 untuk menyadarkan manusia supaya tidak terlalu sedih jika tertimpa musibah dan sombong saat sedang “di atas angin”. Sebab bagi orang taat, musibah merupakan peringatan untuk meningkatkan derajatnya, sementara bagi orang durhaka, itu adalah momen untuk bertaubat dan menjadi muslim versi terbaiknya.

Ayat ini mengingatkan agar kita menerima takdir Allah dengan hati yang ikhlas, baik dalam kesedihan maupun kebahagiaan. Sikap terbaik adalah bersyukur atas nikmat dan bersabar atas musibah, tanpa berlebihan atau menyombongkan diri. Allah mencintai hamba yang rendah hati dan bertawakal.

Reflection

Saat tadabbur Surat Al-Hadid ayat 23, aku jadi bertanya-tanya pada diri sendiri.

  1. Tentang Takdir dan Penerimaan
    • Apakah aku sudah menerima bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan ketetapan Allah?
    • Bagaimana caraku menyikapi hal-hal yang tidak sesuai harapan?
  2. Tentang Musibah dan Kesedihan
    • Ketika sesuatu yang aku harapkan tidak terjadi, apakah aku terlalu larut dalam kesedihan?
    • Apakah aku memahami bahwa setiap musibah adalah bagian dari rencana terbaik Allah untukku?
  3. Tentang Nikmat dan Kegembiraan
    • Apakah aku merasa sombong atau terlalu berbangga diri saat mendapatkan nikmat?
    • Sudahkah aku bersyukur dengan nikmat yang Allah berikan?
    • Apakah aku menggunakan nikmat tersebut di jalan yang Allah ridhai?
  4. Tentang Keikhlasan dan Sifat Sombong
    • Apakah aku sering merasa bahwa semua pencapaian aku semata-mata hasil usahaku sendiri?
    • Apakah aku pernah membanggakan diri atas sesuatu tanpa mengingat bahwa itu adalah pemberian Allah?
  5. Tentang Sikap dan Hati
    • Bagaimana aku melatih diri untuk tidak berlebihan dalam bersedih atau bergembira?
    • Apakah aku telah memanfaatkan keadaan yang aku alami untuk mendekatkan diri kepada Allah?
  6. Tentang Hubungan dengan Orang Lain
    • Apakah aku pernah memamerkan nikmatku kepada orang lain dengan cara yang menyakitkan hati mereka?
    • Bagaimana aku bisa lebih peka terhadap perasaan orang lain dan tidak memunculkan kesan sombong?

Dengan pertanyaan-pertanyaan ini, tadabbur menjadi cara untuk mengevaluasi sikap dan meningkatkan kualitas diriku sesuai dengan pesan ayat tersebut.

Apply to Life

What will I do for my life?

Berikut adalah penerapan dari tadabbur Surat Al-Hadid ayat 23 dalam kehidupan kita sehari-hari.

1. Menerima Takdir dengan Lapang Dada

  • Belajar menerima kegagalan dalam studi, pekerjaan, atau hubungan sebagai bagian dari rencana terbaik Allah.
  • Bersikap bijak dalam menghadapi perubahan hidup seperti tantangan keluarga atau karier.
  • Menjadikan pengalaman masa lalu sebagai pelajaran, menerima keadaan saat ini dengan rasa syukur dan introspeksi.

2. Mengelola Emosi: Tidak Berlebihan dalam Sedih dan Gembira

  • Belajar tidak terlalu larut dalam kesedihan saat kehilangan kesempatan atau kegagalan, dan tidak terlalu bangga atas pencapaian awal.
  • Tetap tenang saat menghadapi tekanan hidup, seperti masalah pekerjaan atau pendidikan anak.
  • Mengontrol kegembiraan dan kesedihan, menyadari bahwa semua hal, baik itu pencapaian dan keturunan adalah ujian dari Allah.

3. Melatih Syukur atas Nikmat yang Diberikan

  • Mulai membiasakan bersyukur atas kesehatan, pendidikan, dan dukungan keluarga.
  • Mensyukuri stabilitas ekonomi dan keluarga serta berbagi rezeki dengan orang lain.
  • Meningkatkan rasa syukur dengan berbagi pengalaman hidup dan memberikan manfaat kepada generasi muda dengan bijaksana.

4. Menghindari Sifat Sombong dan Bangga Diri

  • Tidak memamerkan pencapaian di media sosial secara berlebihan.
  • Menghindari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain untuk merasa lebih baik.
  • Menjadi teladan dalam kesederhanaan dan tidak merasa lebih unggul karena pengalaman atau pencapaian.

5. Memanfaatkan Nikmat untuk Kebaikan

  • Menggunakan waktu, tenaga, dan pengetahuan untuk belajar dan berkarya sebagai generasi akhir zaman.
  • Menjadikan rezeki, waktu, dan tenaga untuk membangun keluarga yang berkah, bukan hanya mengejar karir.
  • Menggunakan pengalaman dan kelebihan yang dimiliki untuk menginspirasi dan membantu sesama selagi masih ada usia.

6. Membangun Kesadaran tentang Ujian Hidup

  • Melatih diri untuk memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar.
  • Menyadari bahwa ujian hidup adalah cara Allah menguatkan diri dan mendewasakan jiwa.
  • Memaknai ujian sebagai tanda kasih Allah yang mengingatkan untuk lebih mendekat kepada-Nya.

Penerapan ini membantu kita untuk menjalani hidup dengan sikap yang lebih positif, sabar, dan penuh syukur kepada Allah.

Next Ayat

Mari kita lanjutkan proses healing melalui quran journaling berikutnya dengan mendalami surat Al Ankabut ayat 69 untuk memperbaiki diri menjadi versi terbaik.

Kesimpulan

Hari ke tujuh ini kita dapat mengambil pelajaran melalui quran journaling surat Al Hadid ayat 23 bahwa, kehidupan ini penuh dengan pasang surut, dan kita tidak boleh terlalu larut dalam kesenangan atau kesedihan. Sikap yang bijak adalah menerima segala sesuatu dengan ikhlas sebagai takdir Allah, apa lagi segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara. Yakinlah bahwa Allah selalu bersama kita dan selalu memberikan yang terbaik bagi kita. Dengan keyakinan ini, kita akan mampu melewati segala kesulitan dan meraih kebahagiaan sejati di akhirat kelak.

Referensi (Klik)

Leave a Reply