Taubat Nasuha: Cahaya di Akhirat, Keselamatan di Dunia Melalui Tadabbur Surat At Tahrim Ayat 8 & Al A’raf Ayat 23

Quran Journaling Day 12 & 13 Bersama SAHAL: Bertaubat dan Memperbaiki Diri Lewat Tadabbur Surat At Tahrim: 8 & Al A’raf: 23

Published by: Aryanty | Date: 31 January 2025

 

Siapa sih yang gak ingin hidup lebih tenang dan bahagia? Salah satu kuncinya adalah dengan terus memperbaiki diri. Nah, dalam Al Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kita panduan yang sangat berharga di surat At Tahrim ayat 8 dan Al A’raf ayat 23. Coba deh bayangkan, kita hidup dengan hati ringan karena sudah minta maaf dan memperbaiki kesalahan. Itulah salah satu manfaat taubat dan kembali ke jalan yang benar.

Di quran journaling bersama Sahal (Sahabat Al Qur’an) kali ini, kita akan semakin yakin betapa besar kasih sayang Allah yang selalu membuka pintu maaf bagi hamba-Nya yang ingin melakukan perubahan berkelanjutan. Dengannya, hati menjadi tenang, kualitas hubungan dengan orang lain pun semakin meningkat. Kita jadi semakin bersabar, lebih pemaaf, lebih baik dalam berkomunikasi dan lebih termotivasi untuk menjadi pribadi profesional yang diridhai Allah subhanahu wa ta’ala dan terhindar dari sifat munafik.

Bismillah, yuk kita mulai sama-sama!

Quote the Ayat

Menjaga Keseimbangan dalam Hidup: Belajar dari Ali Imran Ayat 147

Quran Journaling Day 11 Bersama SAHAL: Menyadari Dosa Lewat Tadabbur Surat Ali Imran Ayat 147

Published by: Aryanty | Date: 30 January 2025

Masihkah kita terlalu keras pada diri sendiri saat mengingat kesalahan di masa lalu? Ada rasa bersalah yang terus menghantui, bahkan mungkin membuat kita lebay dalam menghakimi diri sendiri atau orang lain. Padahal, menyadari dosa bukan berarti kita harus terjebak dalam penyesalan tanpa akhir. Justru, ini bisa menjadi langkah praktis untuk menyeimbangkan dunia dan akhirat, self-healing dan pengembangan diri.

Dalam Quran journaling bersama Sahal (Sahabat Al Qur’an) kali ini, kita akan merenungkan Ali Imran ayat 147. Ayat ini menggambarkan doa para pejuang Uhud yang tetap teguh, tetapi juga rendah hati memohon ampunan kepada Allah. Dari mereka, kita belajar bahwa kesadaran akan dosa bukanlah beban, melainkan jalan untuk hati yang lebih bersih, lebih kuat, dan lebih siap menghadapi hidup yang balance. Yuk, kita eksplorasi lebih dalam maknanya!

Terrjemah lafdziah Ali Imran 147

 

Quote the Ayat

وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ اِلَّآ اَنْ قَالُوْا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَاِسْرَافَنَا فِيْٓ اَمْرِنَا وَثَبِّتْ اَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

Tidak lain ucapan mereka kecuali doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami, tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”

(Ali Imran:147)

Understand the Context & Tafsir

Surat Ali Imran ayat 147 merupakan bagian dari rangkaian ayat yang berbicara tentang kesabaran dan keteguhan hati para pejuang di jalan Allah. Ayat ini turun dalam konteks Perang Uhud, sebuah pertempuran besar antara kaum Muslimin dan Quraisy Mekah yang terjadi pada tahun ke-3 Hijriyah.

Dalam Perang Uhud, kaum Muslimin awalnya memperoleh kemenangan. Namun, ketika sebagian pasukan pemanah melanggar perintah Rasulullah ﷺ dan meninggalkan pos mereka, pasukan Quraisy berhasil melakukan serangan balik. Akibatnya, banyak sahabat yang gugur, termasuk paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthalib. Kondisi ini sangat menguji keimanan kaum Muslimin.

Di tengah kondisi genting itu, para pejuang yang tetap teguh tidak hanya bertahan secara fisik, tetapi juga secara spiritual. Mereka tidak mengeluh atau berputus asa, melainkan terus berdoa kepada Allah.

Berdasarkan berbagai tafsir, K.H.Dr. Mustafa Umar, Lc., M.A. menerangkan bahwa ayat ini menggambarkan doa yang dipanjatkan oleh para pengikut setia nabi saat menghadapi peperangan. Mereka memiliki tiga permohonan utama dalam doa mereka, yakni:

  1. Memohon ampunan dosa – Mereka ingin memastikan bahwa segala ujian dan cobaan yang mereka hadapi bukan sebagai azab akibat dosa-dosa mereka, melainkan sebagai ujian yang meninggikan derajat mereka di sisi Allah.
  2. Memohon keteguhan hati – Mereka meminta kepada Allah agar tetap kokoh dalam pendirian mereka untuk berjuang di jalan-Nya, tanpa rasa takut atau ragu, sehingga mereka tidak berpaling atau mundur dari pertempuran.
  3. Memohon pertolongan Allah – Mereka menyadari kelemahan mereka dan meminta agar Allah memberikan kekuatan dan kemenangan atas musuh-musuh mereka.

Allah menjanjikan balasan bagi mereka yang beriman dan berdoa dengan penuh keyakinan, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, mereka mendapatkan kemenangan dan kejayaan, sementara di akhirat mereka memperoleh pahala yang jauh lebih besar dan lebih baik.

Pada akhir ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menekankan bahwa Dia mencintai orang-orang yang berbuat baik (al-muhsinin), yakni mereka yang melakukan amal shaleh dengan penuh keikhlasan dan kesadaran bahwa Allah selalu melihat mereka. Dengan demikian, umat Islam diajak untuk meneladani sifat-sifat para pejuang terdahulu yang penuh keimanan, keteguhan, dan semangat dalam menghadapi berbagai ujian hidup.

Reflection

Saat membaca surat Ali Imran ayat 147, aku jadi bertanya pada diriku sendiri:

  1. Apakah aku sering berlebihan dalam menyalahkan diri sendiri saat melakukan kesalahan?
  2. Apakah aku terlalu keras menilai kesalahan orang lain, seolah mereka nggak pantas dimaafkan?
  3. Saat menghadapi masalah, apakah aku lebih banyak mengeluh atau justru langsung berdoa dan mencari solusi seperti para pejuang di ayat ini?
  4. Apakah aku sering terjebak dalam overthinking tentang masa lalu, padahal yang dibutuhkan adalah istighfar dan melangkah ke depan?
  5. Dalam mengejar sesuatu, apakah aku terlalu ambisius sampai lupa kalau semua tetap bergantung pada pertolongan Allah?
  6. Ketika marah atau kecewa, apakah aku bisa mengendalikan emosiku atau justru bereaksi berlebihan yang nantinya kusesali?
  7. Sudahkah aku berdoa dengan penuh keyakinan seperti yang dicontohkan dalam ayat ini, atau selama ini doaku hanya sekadar formalitas?

Pertanyaan-pertanyaan ini bikin aku sadar, bahwa keseimbangan dalam berpikir, merasa, dan bertindak itu penting. Jangan sampai berlebihan dalam menyalahkan diri, menghakimi orang lain, atau tenggelam dalam emosi. Lebih baik, kita belajar dari ayat ini untuk tetap optimis, bersandar pada Allah, dan move on menjadi versi terbaikku dalam meneladani Nabi Muhammad shalallaahu ‘alaihi wasallam.

Apply to Life

Menurut Ustadz Dr. Aam Amirudin, M.Si.  ayat ini mengajarkan bahwa israaf (berlebih-lebihan) bisa terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari emosi, pikiran, hingga tindakan. Kita sering kali terlalu ekstrem dalam menilai kesalahan diri sendiri, menumpuk rasa bersalah yang tak berujung, atau bahkan menuntut kesempurnaan dari orang lain. Padahal, Allah subhanahu wa ta’ala mengajarkan keseimbangan hidup, seperti dicontohkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallaam berupa: introspeksi tanpa menyiksa diri, disiplin tanpa kehilangan kebahagiaan, serta tegas tanpa kehilangan kelembutan.

Makna Israaf dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Dalam Emosi dan Pikiran
Wajar kalau kita khawatir atau takut, tapi kalau sampai membuat kita berhenti berusaha, itu namanya berlebihan. Misalnya, takut gagal dalam bisnis atau pekerjaan itu normal, tapi kalau sampai nggak berani mencoba sama sekali, itu justru menghambat perkembangan diri.

2. Dalam Harta dan Gaya Hidup
Punya barang yang kita suka itu nggak salah, tapi kalau sampai menumpuk tanpa manfaat, itu termasuk mubazir. Misalnya, koleksi sepatu sesuai kebutuhan itu wajar, tapi kalau membeli hanya karena impulsif dan jarang dipakai, itu bisa termasuk israaf.

3. Dalam Ibadah
Semangat ibadah itu bagus, tapi kalau sampai mengabaikan hak tubuh, keluarga, atau pekerjaan, itu juga kurang bijak. Rasulullah SAW pun mencontohkan keseimbangan dalam ibadah, istirahat, dan interaksi sosial.

Bagaimana Menerapkannya?

  • Belajar memaafkan diri sendiri dan orang lain
    Jangan terlalu keras dalam menyikapi kesalahan. Bertobat itu perlu, tapi terus-menerus menyalahkan diri malah membuat kita stuck. Begitu juga dengan kesalahan orang lain—memaafkan bukan berarti membiarkan, tapi melepaskan beban di hati.
  • Tidak berlebihan dalam menilai sesuatu
    Baik dalam emosi, tindakan, maupun pola pikir, penting untuk tidak terjebak dalam ekstrem. Segala sesuatu yang berlebihan bisa menyesakkan hati dan pikiran.
  • Memohon keteguhan hati dalam menjalani hidup
    Hidup penuh tantangan, dan kita butuh keteguhan hati untuk tetap berjalan. Dalam setiap langkah, kita bisa belajar dari doa di Ali Imran ayat 147 ini: memohon ampunan, meminta keteguhan, dan berserah diri kepada Allah.

Dengan menjaga keseimbangan ini, hidup kita bisa lebih tenang, hati lebih lapang, dan perjalanan menuju ridha Allah terasa lebih ringan.

Next Ayat

Untuk menjaga konsistensi dalam menjalani proses self-healing ini, mari kita lanjutkan dengan tahapan memohon ampunan kepada Allah dengan menyadari dosa-dosa yang telah kita perbuat. Kita akan melaluinya dengan tadabbur Surat At Tahrim ayat 8 di quran journaling day 12!

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ يَوْمَ لَا يُخْزِى اللّٰهُ النَّبِيَّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۚ نُوْرُهُمْ يَسْعٰى بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَاغْفِرْ لَنَاۚ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanannya. Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Kesimpulan

Ali Imran ayat 147 mengajarkan kita untuk tidak berlebihan dalam emosi, pikiran, dan tindakan. Baik dalam menyikapi kesalahan, menghadapi ketakutan, maupun menjalani ibadah, dunya akhirah balance adalah kunci. Dengan memohon ampunan, keteguhan hati, dan pertolongan Allah, kita bisa menjalani hidup dengan lebih tenang, bijak, dan penuh makna.

Referensi (Klik)

Menggali Syukur, Menemukan Diri: Tadabbur Surat Ibrahim Ayat 7

Quran Journaling Day 10 Bersama SAHAL: Menerima Diri Seutuhnya Lewat Tadabbur Surat Ibrahim Ayat 7

Published by: Aryanty | Date: 24 January 2025

Kadang hidup memang penuh tantangan, ya. Apalagi kalau lagi merasa nggak cukup baik atau menghadapi perubahan besar yang bikin kita bingung. Dalam proses healing dan berkembang jadi versi diri yang lebih baik, salah satu kuncinya adalah belajar bersyukur. Tapi, bersyukur itu bukan cuma soal bilang “Alhamdulillah,” tapi juga menerima bahwa semua yang terjadi, entah itu nikmat atau ujian, adalah bagian dari rencana Allah yang selalu tepat.

Surat Ibrahim ayat 7 ini jadi pengingat penting buat kita. Lewat rasa syukur, kita belajar melihat potensi diri, berhenti membandingkan hidup kita dengan orang lain, dan mulai menghargai perjalanan hidup ini. Pokoknya pelajaran ini relevan banget buat kamu yang masih bergejolak mencari jati diri, kamu yang sering dihantui ekspektasi sosial, maupun kamu yang mulai menghadapi fase transisi hidup yang tak seproduktif dulu. Yuk, bareng-bareng kita renungi ayat ini di Quran Journaling Day 10 bersama Sahal (Sahabat AlQur’an), siapa tahu bisa jadi jalan buat kita lebih menerima diri dan menumbuhkan rasa syukur di hati.

Terjemah lafdziah surat Ibrahim ayat 7

Quote the Ayat

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ 

“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu; dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.'”

(QS Ibrahim: 7)

Understand the Context & Tafsir

Firman Allah : (وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ)ketika Rabbmu memaklumatkan merupakan perkataan Nabi Musa ‘alaihi salaam kepada Bani Israil, yaitu ingatkanlah mereka ketika Rabbmu bersumpah kepada kalian (لَئِن شَكَرۡتُمۡ) seandainya kalian bersyukur atas nikmat-nikmat-Ku dengan beribadah kepada-Ku dan mengesakan-Ku dalam ibadah, mentaati-Ku dan utusan-Ku dengan mengikuti perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan (لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ) niscaya pasti Aku akan menambahnya kenikmatan dan kebahagiaan (وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ)

dan jika kalian ingkar tidak bersyukur atas nikmat-nikmat-Ku, bermaksiat kepada-Ku dan rasul-Ku, niscaya akan Ku cabut kenikmatan itu dari kalian dan Aku menyiksa kalian dengan hilangnya kenikmatan tersebut. (إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ) Sungguh azab-Ku sangatlah pedih. Maka berhati-hatilah darinya dan takutlah kepada-Ku.Surat Ibrahim ayat 7 mengingatkan kita akan pentingnya bersyukur, berdasarkan tafsir berikut.

  • Tafsir Kemenag:
    • Allah memerintahkan manusia untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya.
    • Bersyukur dapat dilakukan melalui ucapan yang tulus dan perbuatan yang diridai Allah.
    • Orang yang dermawan dan menggunakan hartanya untuk kebaikan cenderung hidup bahagia dan diberkahi.
  • Tafsir Ibnu Katsir:
    • Allah memaklumkan janji-Nya: siapa yang bersyukur akan mendapatkan tambahan nikmat.
    • Siapa yang kufur nikmat akan dihukum dengan azab yang keras.
    • Kufur nikmat meliputi menyembunyikan atau tidak memanfaatkan nikmat dengan benar.
  • Tafsir As-Sa’di:
    • Bersyukur berarti mengakui nikmat dalam hati, memuji Allah dengan lisan, dan menggunakan nikmat untuk hal yang diridai-Nya.
    • Pengingkaran nikmat menyebabkan hilangnya nikmat tersebut dan datangnya siksa Allah.

Reflection

Buya Hamka mengatakan bahwa tanda cinta Allah kepada manusia adalah memberikan nikmat alam semesta ini (baik itu yang nampak dan tak nampak) untuk memudahkan dan menyamankan hidup manusia di dunia. Selain itu, agar segala yang ada di dunia itu menyelamatkan manusia sampai ke akhirat (surga) adalah dengan memberikan peringatannya. Maka untuk membalas cinta-Nya, sepatutnya manusia mensyukuri nikmat tersebut dengan menggunakannya di jalan Allah semasa hidup sementara di dunia (al hayatul fana) dan takut kepada Allah jika melanggar perintah-Nya sebab yakin akan hari pembalasan dan kehidupan akhirat yang kekal (al hayatul baqiyah).

Ayat ini juga mengingatkan kita bahwa bersyukur adalah cara untuk menjaga dan menambah nikmat yang telah diberikan Allah. Namun, seringkali kita lupa untuk bersyukur atas hal-hal kecil. Misalnya, kesehatan, waktu luang, dan rezeki yang cukup sering dianggap biasa hingga terlupakan. Padahal, kesyukuran itu bukan hanya dalam bentuk ucapan, tetapi juga dalam cara kita memanfaatkan nikmat tersebut.

Dengan demikian, patutlah kita bertanya kepada diri sendiri:

  • Apa saja nikmat yang sudah Allah berikan dalam hidupku, baik yang besar maupun kecil?
  • Apakah aku sudah benar-benar bersyukur atas nikmat tersebut, baik dengan lisan, hati, maupun perbuatan?
  • Dalam situasi sulit yang pernah aku alami, bagaimana rasa syukur bisa membantuku melihat sisi positifnya?
  • Adakah bagian dari hidupku yang selama ini kurang aku syukuri atau malah aku keluhkan?
  • Bagaimana cara agar aku bisa lebih konsisten bersyukur di tengah kesibukan dan tantangan sehari-hari?
  • Apakah ada potensi diri atau kesempatan yang aku abaikan karena terlalu fokus membandingkan diri dengan orang lain?
  • Bagaimana aku bisa menggunakan nikmat yang Allah berikan untuk hal-hal yang Allah ridhai?
  • Apa langkah nyata yang bisa aku lakukan hari ini untuk lebih mensyukuri dan memaksimalkan nikmat Allah?

Apply to Life

  • Lakukan Muhasabah Harian: Renungkan setiap malam, nikmat apa yang telah Allah berikan hari ini? Apakah kita telah mensyukurinya?
  • Manfaatkan Nikmat untuk Kebaikan: Gunakan waktu, ilmu, dan harta untuk hal-hal yang diridai Allah, seperti membantu orang lain atau berdakwah.
  • Tingkatkan Ibadah: Jadikan rasa syukur sebagai motivasi untuk memperbaiki kualitas ibadah.

Next Ayat

Untuk menjaga konsistensi dalam menjalani proses self-healing ini, mari kita lanjutkan dengan tahapan memohon ampunan kepada Allah dengan menyadari dosa-dosa yang telah kita perbuat. Kita akan melaluinya dengan tadabbur Surat Ali Imran ayat 147 di quran journaling day 11!

وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ اِلَّآ اَنْ قَالُوْا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَاِسْرَافَنَا فِيْٓ اَمْرِنَا وَثَبِّتْ اَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

Tidak lain ucapan mereka kecuali doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami, tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”

Kesimpulan

Dari Surat Ibrahim ayat 7 kita belajar bahwa syukur adalah kunci utama dalam menerima diri, menjalani proses self-healing, dan mengembangkan potensi diri. Dengan bersyukur, kita tidak hanya membuka pintu nikmat yang lebih besar, tetapi juga belajar melihat hidup dari perspektif yang lebih positif dan penuh makna. Ayat ini mengingatkan pentingnya menggunakan nikmat Allah untuk tujuan yang diridhai-Nya dan menjauhi sifat kufur yang hanya membawa kerugian. Semoga refleksi ini menginspirasi kita untuk selalu bersyukur, menghargai perjalanan hidup, dan terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.

Referensi (Klik)

Belajar Memaafkan dari Nabi Yusuf: Seni Melepaskan Luka untuk Hidup Lebih Tenang

Quran Journaling Day 9 Bersama SAHAL: Tadabbur Surat Yusuf Ayat 92

Published by: Aryanty | Date: 23 January 2025

Ketika luka hati terasa begitu dalam karena pengkhianatan atau kesalahan orang lain, memaafkan bisa menjadi hal yang paling sulit dilakukan. Namun, Allah mengajarkan melalui kisah Nabi Yusuf ‘alaihi salam bahwa memaafkan adalah sifat mulia yang membawa keberkahan. Yuk, kita bahas Surat Yusuf ayat 92 sambil QURAN Journaling bersama Sahal (Sahabat Al-Qur’an).

Terjemah lafdziah surat yusuf ayat 92

1. Quote the Ayat

قَالَ لَا تَثْرِيْبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللّٰهُ لَكُمْ وَهُوَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ

“Dia (Yusuf) berkata, ‘Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.'”
(QS. Yusuf: 92)

Ayat ini merupakan jawaban Nabi Yusuf kepada saudara-saudaranya yang telah mengkhianatinya. Meski mereka telah menyakitinya dengan membuangnya ke sumur, menjualnya sebagai budak, hingga menuduhnya pencuri, Nabi Yusuf justru memilih untuk memaafkan tanpa celaan.

2. Understand the Context & Tafsir

Menurut Buya Yahya Ayat ini turun saat saudara-saudara Nabi Yusuf ‘alaihi salaam meminta maaf atas segala kesalahan mereka. Sebagai seorang nabi dan manusia pilihan Allah, Yusuf menunjukkan akhlak mulia dengan memberikan maaf sepenuhnya tanpa menyimpan dendam.

  • Kemuliaan memaafkan: Dalam Tafsir As-Sa’di, Yusuf tidak hanya memaafkan, tapi juga tidak mengungkit kesalahan masa lalu saudara-saudaranya.
  • Tetap humble: Ia menyampaikan bahwa kesuksesannya adalah karunia dari Allah karena ketakwaan dan kesabarannya.
  • Doa dan harapan: Yusuf mendoakan mereka agar Allah mengampuni dosa-dosa mereka, karena Dia adalah Maha Penyayang.
  • Teladan Rasulullah SAW: Nabi Muhammad SAW meneladani sikap Yusuf saat penaklukan Mekkah, dengan berkata kepada penduduk Quraisy: “Saya akan mengatakan sebagaimana saudaraku Yusuf berkata: Tidak ada cercaan terhadap kalian pada hari ini.” (HR. Bukhari).

3. Reflection

Coba ingat, pernahkah kamu merasa sulit memaafkan seseorang yang telah menyakitimu? Ayat ini mengajarkan kita bahwa memaafkan adalah bentuk keikhlasan dan kemuliaan. Yusuf tidak hanya memberi maaf, tapi juga mendoakan mereka yang pernah menyakitinya.

Dalam hidup, memaafkan mungkin terasa berat. Namun, ketika kita belajar melakukannya, hati akan terasa lebih lapang. Memaafkan bukan berarti melupakan, tetapi membebaskan diri dari beban kebencian.

Semoga pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu mengevaluasi sejauh mana kita meneladani sifat pemaaf Nabi Yusuf dan mengamalkan pelajaran dari ayat ini.

  • Bagaimana sikapku terhadap orang yang pernah menyakiti atau berbuat salah kepadaku?
  • Apakah aku mampu memaafkan dengan tulus, sebagaimana Nabi Yusuf memaafkan saudara-saudaranya?
  • Apakah aku mudah menyimpan dendam atau justru lapang hati?
  • Bagaimana caraku melatih diri untuk menghilangkan kebencian atau dendam terhadap orang lain?
  • Sudahkah aku menjadikan Allah sebagai tempat utama untuk mengadu saat terluka atau kecewa?
  • Apakah aku lebih sering mengeluh kepada manusia daripada menguatkan hubunganku dengan Allah?
  • Apakah aku berusaha menghibur hati orang yang bersalah kepadaku, seperti Nabi Yusuf yang tidak menghukum, tetapi memberi harapan?
  • Dalam situasi tertentu, apakah aku bisa mengutamakan kasih sayang daripada penghukuman?
  • Bagaimana caraku menanamkan keyakinan bahwa Allah selalu memuliakan orang yang bertakwa dan sabar?
  • Apakah aku sabar menghadapi ujian, sambil terus berbuat baik dan berharap hanya kepada Allah?
  • Apakah aku sudah benar-benar percaya bahwa memaafkan adalah tanda kekuatan iman, bukan kelemahan?
  • Apa langkah nyata yang bisa aku ambil untuk melatih kebesaran hati dalam memaafkan?

4. Apply to Life

Secara konkret, Buya Yahya memberikan langkah praktis menjadi pribadi pemaaf berikut.

  • Jangan menyimpan dendam terhadap orang yang pernah menyakiti kita, tetapi maafkan mereka dan doakan kebaikan bagi mereka.
  • Kesabaran dalam menghadapi ujian akan membawa keberkahan dan kesuksesan.
  • Hindari mengeluh atau berbagi masalah dengan orang yang tidak dapat membantu menyelesaikan permasalahan.
  • Jadilah pribadi yang pemaaf, bahkan kepada mereka yang pernah berbuat salah.
  • Latih hati untuk memaafkan, mulailah dari hal kecil, seperti memaafkan kesalahan kecil orang terdekat.
  • Jangan ungkit kesalahan, hindari mengingatkan orang lain akan kesalahan masa lalunya.
  • Doakan kebaikan, seperti Nabi Yusuf yang mendoakan saudara-saudaranya, biasakan untuk mendoakan orang yang pernah menyakitimu.
  • Belajar dari teladan nabi, renungkan bagaimana Nabi Yusuf ‘alaihi salaam dan Nabi Muhammad shalallaahu ‘alaihi wasalaam menunjukkan kelapangan hati dalam memaafkan.

5. Next Ayat

Sebagai lanjutan refleksi hari ini, mari membaca Surat Ibrahim Ayat 7 sebagai langkah penerimaan hati sepenuhnya.

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”

Kesimpulan

Surat Yusuf ayat 92 mengajarkan bahwa memaafkan adalah wujud nyata dari keimanan dan kebaikan hati. Memaafkan bukan hanya membebaskan orang lain, tapi juga membebaskan diri sendiri dari beban kebencian.

Yuk, terus belajar dari kisah-kisah Al-Qur’an dan jadikan nilai-nilainya sebagai panduan hidup. Sampai jumpa di Quran Journaling berikutnya!

Self Improvement Dengan Berjihad: Tadabbur Surat Al Ankabut 69

Published by: Aryanty | Date: 19 January 2025

Quran Journaling Day 8: Memperbaiki Diri dengan Berjihad

Self improvement dengan berjihad? Apa gak salah judul? Nggak, itu serius!

Ke sampingkan  judulnya, kuy kita pikirkan, pernah nggak sih, kamu merasa usaha yang kamu lakukan dalam kehidupan pribadi dan sosial seperti nggak ada hasilnya? Kayak udah berjuang mati-matian, tapi tetap aja rasanya nggak cukup.

Nah, di Qur’an surat Al-Ankabut ayat 69, Allah memberikan janji yang bikin kita pantang menyerah. Ayat ini mengajarkan bahwa setiap effort yang kita ambil untuk mendekat kepada-Nya, setiap perjuangan memperbaiki diri, setiap ikhtiar untuk kehidupan kita yang sesuai ketentuan-Nya nggak akan sia-sia. Bahkan, Allah berjanji akan memberikan the best way out atau petunjuk di jalan yang benar.

Tadabbur ayat ini bikin aku sadar, proses memperbaiki diri itu memang nggak instan, tapi kalau kita terus jalan sambil berserah, Allah pasti tunjukkan jalannya lewat berjihad. Yuk, kita bahas lebih dalam, biar kita bisa jadi the best version of ourselves!

Quote The Ayat

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَࣖ

Orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.

Understand The Context and Tafsir

The Context

Surat Al-Ankabut ayat 69 termasuk ayat Makkiyah, yaitu ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat hijrah ke Madinah. Ayat ini turun pada 2 dan 3 sebelum Hijriyah dalam konteks mendorong umat Islam di masa awal Islam untuk tetap tegar dan berjuang dalam menghadapi berbagai tantangan, ujian, dan penindasan yang mereka alami karena mempertahankan iman kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Menurut Ustadz Dzulqarnain M.S., pada saat itu belum ada perintah jihad dengan tangan atau jihad qital (jihad di medan perang). Sehingga Ustadz Dr. K. H. Mustafa Umar, Lc., M.A. menerangkan bahwa, kata جهاد pada ayat ini bermakna bersungguh-sungguh menghadapi: musuh agama Islam (para penyembah berhala di saat itu), iblis, dan hawa nafsu.

The Tafsir

Berikut beberapa ringkasan tafsir Surat Al-Ankabut Ayat 69 beserta pesan tersirat di dalamnya.

  1. Janji Allah kepada Orang yang Bersungguh-sungguh:
    • Allah menjanjikan petunjuk kepada orang-orang yang berjihad di jalan-Nya dengan ikhlas, baik melalui pengorbanan jiwa, harta, atau melawan hawa nafsu.
    • Mereka akan ditunjukkan jalan-jalan yang membawa kepada keridhaan Allah dan kebahagiaan dunia-akhirat.
  2. Makna Jihad:
    • Jihad tidak hanya berarti berperang melawan musuh, tetapi juga mencakup perjuangan mempertahankan iman, memberantas kezaliman, dan melawan hawa nafsu.
    • Menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran, dan menyebarkan ilmu juga termasuk dalam jihad.
  3. Kebaikan dan Hidayah:
    • Allah bersama orang-orang yang berbuat baik (muhsin), memberikan pertolongan, perlindungan, dan hidayah.
    • Orang yang sungguh-sungguh dalam berjuang atau belajar agama akan dimudahkan oleh Allah untuk mencapai kebenaran.
  4. Jihad dalam Ilmu:
    • Mencari ilmu syar’i merupakan bentuk jihad utama, bahkan lebih berat daripada jihad fisik.
    • Jihad dalam ilmu mencakup usaha menyampaikan kebenaran, mengajarkan agama, dan meluruskan perselisihan berdasarkan wahyu.
  5. Hikmah Kesungguhan:
    • Siapa pun yang berusaha keras menempuh jalan menuju Allah akan mendapatkan pertolongan ilahi, termasuk dalam menghadapi tantangan hidup, hawa nafsu, dan godaan setan.

Keistimewaan Ayat

Menurut Ustadz Bahrunnida Amin, Lc., ayat 69 atau penutup ini merupakan jawaban dari ayat pertama dan kedua surat Al Ankabut yang agung. Allah mengajarkan bahwa kesungguhan dan keikhlasan dalam berjuang untuk mencari keridhaan-Nya akan mendatangkan petunjuk, hidayah, dan kemenangan dalam medan ujian di dunia ini. Jaminan kelulusan ujian Allah bersama orang-orang yang senantiasa berbuat baik, menjaga ketaatan, dan berjuang di jalan-Nya, baik dengan fisik, harta, ilmu, maupun hati.

Reflection

Saat tadabbur Surat Al Ankabut ayat 69, aku jadi bertanya-tanya pada diri sendiri.

  1. Tentang Kesungguhan dalam Berjuang:
    • Apakah aku sudah benar-benar bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk mendekatkan diri kepada Allah?
    • Apa saja langkah nyata yang telah aku lakukan untuk mencari keridhaan Allah?
    • Bagaimana aku menghadapi rintangan atau godaan dalam menjalankan agama?
  2. Tentang Jihad Melawan Hawa Nafsu:
    • Bagaimana usahaku selama ini dalam melawan hawa nafsu dan memperbaiki diri?
    • Apakah aku lebih sering mengikuti keinginan hawa nafsu atau menaati perintah Allah?
    • Apa hal kecil yang bisa aku mulai lakukan hari ini untuk mengalahkan bisikan setan?
  3. Tentang Kebaikan (Ihsan):
    • Apakah setiap amal yang aku lakukan sudah disertai keikhlasan dan dilakukan dengan cara terbaik?
    • Dalam hal apa aku merasa sudah berbuat baik, dan di mana aku masih perlu meningkatkan kualitas ibadah dan akhlak?
    • Bagaimana aku dapat memperbaiki niat agar selalu berorientasi kepada keridhaan Allah?
  4. Tentang Petunjuk Allah:
    • Apakah aku merasa sudah menerima hidayah dari Allah? Jika iya, bagaimana aku menjaganya?
    • Apa yang aku lakukan ketika merasa bingung atau tersesat dalam hidup? Apakah aku kembali kepada Allah atau mencari solusi di luar petunjuk-Nya?
    • Apa yang bisa aku lakukan untuk lebih membuka hati kepada petunjuk Allah?
  5. Tentang Makna Jihad yang Luas:
    • Dalam aspek mana aku merasa kurang berkontribusi untuk agama Allah (dengan ilmu, harta, atau tenaga)?
    • Bagaimana aku dapat memperluas definisi jihad dalam hidupku sehari-hari, misalnya melalui dakwah, menuntut ilmu, atau membantu sesama?

Semoga refleksi ini dapat membantu kita mendekatkan diri kepada Allah dan menjadikan ayat tersebut sebagai panduan dalam memperbaiki urusan akhirat dan dunia. Kita juga menjadi paham bahwa makna jihad amatlah luas dan relate dengan kehidupan modern.

Apply to Life

What will I do for my life?

Berikut adalah langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan sebagai aplikasi dari Surat Al-Ankabut ayat 69, berdasarkan konteks jihad yang luas:

1. Menuntut Ilmu dengan Kesungguhan

  • Fokus pada belajar agama melalui majelis ilmu, membaca tafsir Quran, atau mengikuti kajian online. Gunakan waktu untuk mendalami Islam di tengah kesibukan studi atau pekerjaan.
  • Mengintegrasikan ilmu agama ke dalam aktivitas sehari-hari, seperti menerapkan nilai Islam di tempat kerja atau keluarga.
  • Mengajar atau berbagi ilmu yang telah didapatkan kepada generasi muda, baik di masjid, komunitas, atau keluarga.

2. Memerangi Hawa Nafsu

  • Latih diri untuk menjauhi maksiat digital seperti konsumsi konten yang tidak bermanfaat, menahan amarah, dan menjaga pandangan.
  • Lebih banyak mengarahkan energi untuk amal, seperti memperbaiki akhlak dalam interaksi sosial dan meningkatkan kontrol emosi dalam menghadapi ujian hidup.
  • Fokus pada mempersiapkan bekal akhirat dengan memperbanyak ibadah, memperkuat sabar, dan menjadi teladan bagi generasi berikutnya.

3. Berdakwah Sesuai Kapasitas

  • Dakwah melalui media sosial, berbagi pesan Islam lewat tulisan, video pendek, atau mendukung kegiatan keagamaan di lingkungan sekitar.
  • Menjadi penggerak dakwah di tempat kerja, komunitas, atau lingkungan keluarga, baik melalui ceramah ringan atau ajakan kepada kebaikan.
  • Menginisiasi program dakwah yang lebih strategis, seperti mendirikan kelompok pengajian, mendukung pembangunan masjid, atau menjadi pembimbing agama.

4. Membantu Sesama

  • Aktif dalam kegiatan sosial seperti berbagi makanan gratis, mengajar anak-anak yatim, atau membantu kegiatan masjid.
  • Mendukung pemberdayaan masyarakat, seperti membantu usaha kecil, memberikan beasiswa, atau memimpin proyek sosial berbasis komunitas.
  • Menjadi pembimbing atau mentor bagi generasi muda, serta menyumbangkan pengalaman hidup untuk maslahat umat.

5. Konsistensi dalam Ibadah

  • Disiplin melaksanakan ibadah wajib, memperbanyak sholat sunnah, membaca Quran, dan menjaga doa harian.
  • Mengembangkan kebiasaan dzikir, qiyamullail, dan memperdalam pemahaman agama untuk mendidik anak-anak atau masyarakat.
  • Menjaga kualitas ibadah sambil melibatkan keluarga dalam aktivitas keagamaan, seperti tadarus Quran atau safari dakwah bersama.

6. Berjihad di Jalan Allah dalam Kehidupan

  • Berjuang untuk menjadi pribadi yang bermanfaat di tengah tantangan dunia modern, seperti menjaga integritas di dunia kerja dan pergaulan.
  • Berjihad dengan mendidik keluarga menjadi generasi yang beriman dan bertakwa, serta memberikan contoh nyata dalam menegakkan syariat.
  • Normalisasi jihad hati, yaitu menjaga keikhlasan dalam ibadah dan amal, serta menjadi inspirasi untuk generasi setelahnya.

Langkah-langkah ini membantu menerapkan ayat ini dalam konteks kehidupan modern, sehingga menciptakan kontribusi nyata baik untuk diri sendiri maupun lingkungan. Kita juga bisa menormalisasi penggunaan kata jihad dalam kehidupan sehari-hari untuk mewakili kesungguhan dalam menggapai goals.

Next Ayat

Mari kita lanjutkan proses healing melalui quran journaling berikutnya dengan mendalami surat Yusuf ayat 92 untuk praktik memberikan maaf kepada orang lain.

Kesimpulan

Di hari ke delapan, setelah kita melakukan quran journaling  surat Al-Ankabut ayat 69, kita menjadi sadar bahwa Allah menjanjikan petunjuk kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh berjihad di jalan-Nya. Namun, jihad dalam konteks ayat ini memiliki makna luas yang tidak semata-mata terbatas pada peperangan fisik. Jihad mencakup seluruh upaya serius untuk mendekatkan diri kepada Allah, menegakkan nilai-nilai kebenaran, serta melawan hawa nafsu, bisikan setan, dan tantangan kehidupan.

Dalam kehidupan sehari-hari, jihad dapat diwujudkan melalui kesungguhan belajar ilmu agama, berjuang menghadapi tantangan pekerjaan dengan penuh integritas, menjaga akhlak dalam berinteraksi, dan memperjuangkan nilai-nilai keadilan di lingkungan sosial. Hal ini mengajarkan kita bahwa setiap perjuangan yang dilakukan dengan niat mencari ridha Allah adalah bentuk jihad yang dihargai di sisi-Nya.

Selain itu, sudah saatnya kita menormalisasi kata “jihad” dengan pemahaman yang komprehensif dan relevan. Dalam bahasa kekinian, jihad bisa berarti:

  1. Jihad belajar: Konsisten menuntut ilmu di tengah gangguan dan godaan.
  2. Jihad kerja: Berusaha memberikan yang terbaik di tempat kerja tanpa meninggalkan nilai-nilai agama.
  3. Jihad keluarga: Membina hubungan harmonis dan mendidik generasi dengan nilai Islam.
  4. Jihad sosial: Aktif terlibat dalam kegiatan kemanusiaan dan pemberdayaan masyarakat.
  5. Jihad diri sendiri: Melawan ego, hawa nafsu, dan pengaruh buruk yang menjauhkan dari kebaikan.

Dengan perspektif ini, jihad menjadi konsep yang relevan di setiap aspek kehidupan. Perjuangan untuk menjadi lebih baik, membangun komunitas, dan menjaga moralitas adalah bentuk jihad nyata yang dapat kita lakukan sehari-hari. Mari menjadikan jihad sebagai motivasi untuk terus bergerak maju, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk kebaikan bersama, demi meraih keridhaan Allah.

Referensi (Klik)

Belajar dari Kesalahan: Tadabbur Surat Al-Hadid Ayat 23 untuk Self Healing dan Pengembangan Diri

Published by: Aryanty | Date: 18 January 2025

Quran Journaling Day 7: Mengambil Pelajaran dari Kesalahan

Terkadang, aku merasa berat banget kalau  ingat kesalahan yang pernah aku buat, apalagi kalau dampaknya besar ke hidup aku atau orang lain. Tapi ternyata, kalau kita mau belajar dari kesalahan itu, justru di situ ada proses healing dan pengembangan diri.

Nah, di Quran Journaling Day 7 ini, mari kita tadabbur surat Al-Hadid ayat 23. Ayat ini mengajarkan kita untuk gak terlalu sedih atas apa yang hilang, atau terlalu bangga dengan apa yang kita punya, karena semuanya adalah bagian dari rencana Allah untuk kebaikan kita. Yuk, kita refleksi bareng!

 

Quote The Ayat

لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۙ

(Yang demikian itu kami tetapkan) agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Understand The Context and Tafsir

The Context

Surat Al Hadid ayat 23 tidak memiliki sebab khusus (asbabun nuzul) yang dicatat secara spesifik dalam riwayat hadis. Namun, Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc., M.A., mengatakan bahwa ayat 23 turun sebagai lanjutan dari Surat Al Hadid ayat 20, 21, 22 dan sebelumnya. Dimana, pada ayat 19 Allah menyerukan sedekah di saat manusia lebih senang untuk berkompetisi dengan perkebunannya, perdagangannya, memperbanyak harta, juga keturunannya.

Maka mulai ayat 20 inilah Allah menekankan hakekat keadaan dunia yang mereka kumpulkan sebagai permainan, senda gurau, perhiasan untuk berbangga-bangga saja, dan kesenangan palsu. Perilaku buruk yang merupakan ciri hedonisme tersebut kelak akan merugikan manusia, layaknya tanaman hijau yang membanggakan petaninya, namun kemudian menjadi kering dan hancur tanpa bisa dipanen di akhirat.

Sementara itu, seandainya saja manusia mengikuti seruan Allah untuk berlomba-lomba dalam mendapatkan ampunan dan rahmat-Nya, niscaya manusia akan mendapatkan surga, sebagaimana tercantum pada ayat 21.

Sehingga, dikatakan pada ayat 22 bahwa, sebagaimana tercatat sebagai takdir dalam Lauh Mahfudz, dunia itu merupakan bala/ujian/fitnah bagi semua manusia. Bahkan apa yang terjadi di bumi dan masing-masing manusia merupakan musibah, baik bagi yang taat maupun durhaka kepada Allah.

Terkait penetapan takdir tersebut, Allah berfirman pada ayat 23 agar manusia tidak bersedih atas hal duniawi yang luput dari mereka, karena memang tidak ditakdirkan untuknya. Sekiranya sudah ditakdirkan, jelas mereka akan memperolehnya. Begitupun, ketika mendapatkan kenikmatan, tidak serta merta membuat mereka bahagia secara berlebihan.

The Tafsir

Surat Al-Hadid ayat 23 mengajarkan pentingnya sikap tawakal, syukur, dan sabar terhadap ketetapan Allah (takdir). Berikut poin-poin tafsir dari berbagai sumber:

1. Semua Peristiwa Sudah Ditetapkan

Allah menetapkan segala sesuatu sebelum kejadiannya, termasuk nikmat dan musibah. Ini mengajarkan kita untuk menerima takdir dengan lapang dada, baik berupa kebahagiaan maupun kesedihan. (Tafsir Kemenag, Ibnu Katsir, Al-Muyassar, As-Sa’di)

2. Sikap Terhadap Musibah dan Nikmat

Jangan terlalu bersedih terhadap apa yang luput, karena jika sudah ditakdirkan untuk terjadi, maka itu pasti akan terjadi.

Jangan pula terlalu bangga terhadap apa yang diberikan, karena nikmat itu berasal dari Allah, bukan semata hasil usaha sendiri. (Tafsir Kemenag, Ibnu Katsir, Al-Muyassar)

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Ketahuilah, apa yang luput darimu tidak akan pernah menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan pernah luput darimu.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

3. Larangan Berlebihan

Ayat ini melarang kesedihan dan kegembiraan yang berlebihan. Sebaliknya, dianjurkan untuk bersyukur saat mendapatkan nikmat dan bersabar saat menghadapi musibah. (Tafsir Kemenag, As-Sa’di)

4. Allah Tidak Menyukai Kesombongan

Orang yang sombong karena nikmat yang dimilikinya dan memamerkannya kepada orang lain adalah orang yang dibenci Allah. Kesombongan ini biasanya disertai sifat kikir, enggan berbagi nikmat di jalan Allah dan suka menyusahkan orang lain. (Tafsir Kemenag, Ibnu Katsir, Al-Muyassar, As-Sa’di)

5. Hikmah dari Takdir Allah

Takdir Allah mengajarkan manusia untuk tidak terlalu tamak terhadap dunia, melainkan sibuk bersyukur atas nikmat-Nya dan mencegah azab dengan ketaatan. (Tafsir As-Sa’di)

6. Keistimewaan Ayat Ini

Prof. Dr. Quraish Shihab menerangkan bahwa Allah menurunkan ayat 23 untuk menyadarkan manusia supaya tidak terlalu sedih jika tertimpa musibah dan sombong saat sedang “di atas angin”. Sebab bagi orang taat, musibah merupakan peringatan untuk meningkatkan derajatnya, sementara bagi orang durhaka, itu adalah momen untuk bertaubat dan menjadi muslim versi terbaiknya.

Ayat ini mengingatkan agar kita menerima takdir Allah dengan hati yang ikhlas, baik dalam kesedihan maupun kebahagiaan. Sikap terbaik adalah bersyukur atas nikmat dan bersabar atas musibah, tanpa berlebihan atau menyombongkan diri. Allah mencintai hamba yang rendah hati dan bertawakal.

Reflection

Saat tadabbur Surat Al-Hadid ayat 23, aku jadi bertanya-tanya pada diri sendiri.

  1. Tentang Takdir dan Penerimaan
    • Apakah aku sudah menerima bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan ketetapan Allah?
    • Bagaimana caraku menyikapi hal-hal yang tidak sesuai harapan?
  2. Tentang Musibah dan Kesedihan
    • Ketika sesuatu yang aku harapkan tidak terjadi, apakah aku terlalu larut dalam kesedihan?
    • Apakah aku memahami bahwa setiap musibah adalah bagian dari rencana terbaik Allah untukku?
  3. Tentang Nikmat dan Kegembiraan
    • Apakah aku merasa sombong atau terlalu berbangga diri saat mendapatkan nikmat?
    • Sudahkah aku bersyukur dengan nikmat yang Allah berikan?
    • Apakah aku menggunakan nikmat tersebut di jalan yang Allah ridhai?
  4. Tentang Keikhlasan dan Sifat Sombong
    • Apakah aku sering merasa bahwa semua pencapaian aku semata-mata hasil usahaku sendiri?
    • Apakah aku pernah membanggakan diri atas sesuatu tanpa mengingat bahwa itu adalah pemberian Allah?
  5. Tentang Sikap dan Hati
    • Bagaimana aku melatih diri untuk tidak berlebihan dalam bersedih atau bergembira?
    • Apakah aku telah memanfaatkan keadaan yang aku alami untuk mendekatkan diri kepada Allah?
  6. Tentang Hubungan dengan Orang Lain
    • Apakah aku pernah memamerkan nikmatku kepada orang lain dengan cara yang menyakitkan hati mereka?
    • Bagaimana aku bisa lebih peka terhadap perasaan orang lain dan tidak memunculkan kesan sombong?

Dengan pertanyaan-pertanyaan ini, tadabbur menjadi cara untuk mengevaluasi sikap dan meningkatkan kualitas diriku sesuai dengan pesan ayat tersebut.

Apply to Life

What will I do for my life?

Berikut adalah penerapan dari tadabbur Surat Al-Hadid ayat 23 dalam kehidupan kita sehari-hari.

1. Menerima Takdir dengan Lapang Dada

  • Belajar menerima kegagalan dalam studi, pekerjaan, atau hubungan sebagai bagian dari rencana terbaik Allah.
  • Bersikap bijak dalam menghadapi perubahan hidup seperti tantangan keluarga atau karier.
  • Menjadikan pengalaman masa lalu sebagai pelajaran, menerima keadaan saat ini dengan rasa syukur dan introspeksi.

2. Mengelola Emosi: Tidak Berlebihan dalam Sedih dan Gembira

  • Belajar tidak terlalu larut dalam kesedihan saat kehilangan kesempatan atau kegagalan, dan tidak terlalu bangga atas pencapaian awal.
  • Tetap tenang saat menghadapi tekanan hidup, seperti masalah pekerjaan atau pendidikan anak.
  • Mengontrol kegembiraan dan kesedihan, menyadari bahwa semua hal, baik itu pencapaian dan keturunan adalah ujian dari Allah.

3. Melatih Syukur atas Nikmat yang Diberikan

  • Mulai membiasakan bersyukur atas kesehatan, pendidikan, dan dukungan keluarga.
  • Mensyukuri stabilitas ekonomi dan keluarga serta berbagi rezeki dengan orang lain.
  • Meningkatkan rasa syukur dengan berbagi pengalaman hidup dan memberikan manfaat kepada generasi muda dengan bijaksana.

4. Menghindari Sifat Sombong dan Bangga Diri

  • Tidak memamerkan pencapaian di media sosial secara berlebihan.
  • Menghindari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain untuk merasa lebih baik.
  • Menjadi teladan dalam kesederhanaan dan tidak merasa lebih unggul karena pengalaman atau pencapaian.

5. Memanfaatkan Nikmat untuk Kebaikan

  • Menggunakan waktu, tenaga, dan pengetahuan untuk belajar dan berkarya sebagai generasi akhir zaman.
  • Menjadikan rezeki, waktu, dan tenaga untuk membangun keluarga yang berkah, bukan hanya mengejar karir.
  • Menggunakan pengalaman dan kelebihan yang dimiliki untuk menginspirasi dan membantu sesama selagi masih ada usia.

6. Membangun Kesadaran tentang Ujian Hidup

  • Melatih diri untuk memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar.
  • Menyadari bahwa ujian hidup adalah cara Allah menguatkan diri dan mendewasakan jiwa.
  • Memaknai ujian sebagai tanda kasih Allah yang mengingatkan untuk lebih mendekat kepada-Nya.

Penerapan ini membantu kita untuk menjalani hidup dengan sikap yang lebih positif, sabar, dan penuh syukur kepada Allah.

Next Ayat

Mari kita lanjutkan proses healing melalui quran journaling berikutnya dengan mendalami surat Al Ankabut ayat 69 untuk memperbaiki diri menjadi versi terbaik.

Kesimpulan

Hari ke tujuh ini kita dapat mengambil pelajaran melalui quran journaling surat Al Hadid ayat 23 bahwa, kehidupan ini penuh dengan pasang surut, dan kita tidak boleh terlalu larut dalam kesenangan atau kesedihan. Sikap yang bijak adalah menerima segala sesuatu dengan ikhlas sebagai takdir Allah, apa lagi segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara. Yakinlah bahwa Allah selalu bersama kita dan selalu memberikan yang terbaik bagi kita. Dengan keyakinan ini, kita akan mampu melewati segala kesulitan dan meraih kebahagiaan sejati di akhirat kelak.

Referensi (Klik)

Penerimaan Diri dengan Surat Al Baqarah 286

Published by: Aryanty | Date: 17 January 2025

Quran Journaling Day 6: Menerima Diri Seutuhnya

Gak terasa tahap menyadari dan mengakui luka sudah selesai sampai quran journaling day 5. Dari kelima hari itu, kita jadi sadar gak sih, bahwa setiap luka yang kita alami, baik yang berasal dari kesalahan orang lain maupun diri sendiri, sering kali meninggalkan jejak mendalam di hati. Kini tiba saatnya sepenuhnya memaafkan demi mental yang sehat dan bahagia.

Memaafkan bukanlah perkara mudah, tetapi penerimaan diri seutuhnya adalah langkah awal yang penting dalam proses self healing ini. Di hari ke enam, surat Al-Baqarah ayat 286 mengingatkan kita bahwa, Allah tidak membebani seseorang melampaui kesanggupannya.

Melalui ayat ini, kita diajarkan untuk menerima takdir, mengakui kelemahan, dan berserah kepada-Nya, sehingga hati menjadi lebih ringan untuk memaafkan diri sendiri dan orang lain. Tadabbur ayat ini akan membantu kita memahami bahwa setiap ujian adalah bagian dari kasih sayang Allah Ta’ala dalam menguatkan dan menyembuhkan jiwa.

Quote The Ayat

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْقَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ  وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الۡكٰفِرِيۡنَ

Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir.

Understand The Context and Tafsir

The Context

Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 286

Kisah turunnya ayat ini diceritakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah. Saat ayat sebelumnya (Al-Baqarah: 284) turun, ayat tersebut menyebutkan bahwa Allah akan menghitung segala sesuatu yang kita lakukan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi dalam hati. Hal ini membuat sebagian sahabat merasa khawatir dan berat hati.

Mereka pun mengadu kepada Rasulullah, “Kami merasa tugas ini terlalu berat untuk kami jalani.”

Namun, Rasulullah menenangkan mereka dan berkata, “Apakah kalian ingin berkata seperti Bani Israil yang berkata, ‘Kami dengar tetapi kami tidak taat’? Ucapkanlah, ‘Kami dengar dan kami taat, ampuni kami wahai Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.’

Setelah itu, Allah mengabulkan doa mereka dan menurunkan ayat terakhir dari Surat Al-Baqarah ini (ayat 286), yang menjadi pelipur bagi para sahabat. Ayat ini mengajarkan bahwa Allah tidak membebani hamba-Nya melampaui batas kemampuan mereka dan selalu memberikan pengampunan bagi yang memohon.

The Tafsir

Berikut ringkasan Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 286 dari berbagai sumber.

  • Agama itu Mudah
    Allah tidak memberikan beban kepada manusia di luar kesanggupannya. Apa yang kita lakukan, baik atau buruk, akan mendapatkan balasan sesuai amal tersebut. Segala kebaikan yang diniatkan, meski belum dilakukan, juga dicatat sebagai pahala.
  • Doa sebagai Bentuk Kasih Sayang Allah
    Ayat ini mengajarkan kita doa untuk meminta ampunan dan memohon agar tidak dibebani seperti umat sebelumnya yang diberi tugas berat. Allah juga mengajarkan kita untuk memohon keringanan, ampunan, dan rahmat agar lebih mudah menjalani perintah-Nya.
  • Keringanan dalam Ibadah
    Allah memberikan keringanan bagi umat-Nya, seperti dalam hal beribadah saat sakit atau bepergian. Bahkan, dosa karena lupa atau tidak sengaja dimaafkan oleh Allah, seperti lupa membaca basmalah atau melakukan hal yang tidak disengaja.
  • Pahala dari Kebaikan dan Siksa dari Kejahatan
    Kebaikan yang kita lakukan, sekecil apa pun, pasti dihargai oleh Allah. Sebaliknya, keburukan yang dilakukan akan mendapat balasan kecuali jika Allah mengampuni. Islam mendorong kita untuk memperbanyak amal baik yang sesuai dengan fitrah manusia.
  • Fitrah Manusia Cenderung pada Kebaikan
    Manusia diciptakan dalam keadaan suci dan lebih mudah melakukan kebaikan daripada keburukan. Namun, jika berbuat buruk, biasanya ada rasa bersalah, takut, atau khawatir diketahui orang lain, yang akhirnya mendorongnya untuk berhenti.
  • Doa Memperkuat Amal
    Doa yang diajarkan dalam ayat ini adalah wujud ketulusan hati kita untuk meminta pertolongan Allah. Doa bukan sekadar kata-kata, tapi harus diiringi usaha dan tindakan nyata dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
  • Pertolongan Allah untuk Kaum Mukminin
    Doa yang diajarkan di akhir ayat meminta Allah untuk menolong kita menghadapi orang-orang yang menentang keimanan. Pertolongan ini bukan hanya dalam kemenangan dunia, tetapi juga kemenangan di akhirat.
  • Keistimewaan Ayat Ini
    Menurut Dr., Dr. (Hc.) Ustadz Adi Hidayat, Lc., M.A., membaca Al Fatihah dan dua ayat terakhir Surat Al-Baqarah (285 dan 286) di awal doa dapat menggugurkan dosa, mengabulkan doa, baik untuk memperbaiki urusan dunia maupun akhirat, dengan catatan cara dan doanya benar, tidak diselimuti maksiat. Selain itu, jika membacanya sebelum tidur disebutkan cukup sebagai perlindungan, menambah ketenangan dan kekhusyuan dalam beribadah.

Ayat ini menunjukkan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalaam, memberikan kelonggaran, dan mengajarkan kita untuk tetap berpegang teguh pada Al Qur’an.

Reflection

Saat membaca tafsirnya, hati ini tergerak untuk bertanya:

  • Apakah aku telah benar-benar berserah diri kepada Allah?
  • Sudahkah aku meyakini bahwa setiap ujian yang Allah tetapkan tidak melampaui batas kemampuanku?
  • Bagaimana aku menyikapi ujian dalam hidup ini?
  • Apakah aku melihatnya sebagai bentuk kasih sayang Allah untuk mendekatkan saya kepada-Nya, atau justru aku mengeluh dan merasa putus asa?
  • Apakah aku sudah memohon ampunan dan rahmat Allah dengan sungguh-sungguh?
  • Dalam ayat ini, Allah mengajarkan doa untuk meminta ampunan, tidak membebani dengan hal yang memberatkan, dan memohon pertolongan. Sudahkah aku rutin memanjatkan doa ini dengan sepenuh hati?
  • Apakah aku memaafkan diri sendiri dan orang lain sebagaimana Allah Maha Pengampun?
  • Jika Allah yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna memaafkan hamba-Nya, apakah aku masih menyimpan dendam atau terus menyalahkan diri sendiri atas masa lalu?
  • Apakah aku yakin bahwa setiap kesulitan membawa kemudahan?
  • Apakah keyakinan aku terhadap janji Allah ini cukup kuat untuk membuat saya terus berjuang dalam menghadapi hidup?

Apply to Life

What will I do for my life?
  • Berserah Diri Sepenuhnya kepada Allah
Saat menghadapi tekanan kerja, studi, atau bisnis, aku  yakin bahwa segala kesulitan yang saya alami tidak akan melebihi kemampuanku.
Aku berhenti menyalahkan diri sendiri ketika gagal dan fokus pada usaha terbaik sambil berdoa agar Allah memberikan jalan keluar terbaik.
  • Menyikapi Ujian dengan Sabar dan Yakin
Ketika menghadapi konflik keluarga atau pertemanan, aku berusaha sabar dan yakin bahwa masalah ini adalah ujian untuk mendewasakanku.
Dalam situasi sulit seperti kehilangan pekerjaan, aku tetap percaya bahwa Allah memiliki rencana yang lebih baik untukku.
  • Memohon Ampunan dan Rahmat Allah

Aku rutin memperbaiki hubungan dengan Allah dengan memperbanyak istighfar setiap hari, terutama setelah shalat.

Ketika merasa bersalah karena kesalahan masa lalu, aku segera bertobat dan meminta ampun tanpa menunda, sambil memperbaiki hubungan dengan orang yang mungkin aku sakiti.

  • Memaafkan Diri Sendiri dan Orang Lain

Ketika merasa kecewa dengan orang lain atau diri sendiri, aku mengambil waktu untuk refleksi, memahami bahwa manusia adalah makhluk yang tidak sempurna.

Aku memilih untuk melepaskan rasa dendam kepada orang yang pernah menyakitiku, karena memaafkan adalah cara terbaik untuk menemukan kedamaian hati.

  • Yakin Setiap Kesulitan Membawa Kemudahan

Saat menghadapi tekanan finansial, aku tetap berusaha dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan memberi rezeki dari arah yang tak disangka-sangka.

Ketika menghadapi masalah kesehatan atau tekanan mental, aku tetap berdoa dan mencari pertolongan profesional sebagai ikhtiar sambil yakin Allah mempermudah kesembuhan.

Insyaallah, aplikasi ayat ini membantu kita menjalani kehidupan dengan lebih tenang, optimis, dan penuh kesadaran akan kasih sayang Allah dalam setiap aspek kehidupan.

Next Ayat

Untuk melanjutkan proses healing melalui quran journaling ini, selanjutnya kita akan mendalami surat Al Hadid ayat 23 untuk belajar mengambil pelajaran dari kesalahan.

Kesimpulan

Hari keenam (pertama di chapter 2) ini adalah tentang penerimaan diri melalui quran journaling surat Al Baqarah ayat 286. Aplikasi ajaran ayat ini akan membantu kita menjalani hidup dengan lebih optimis, sabar, dan penuh kesadaran akan rahmat Allah.

Referensi (Klik)

Harapan Itu Ada: Mengakui Luka Sebagai Awal Self-Healing Melalui Tadabbur Qur’an Surat Az Zumar Ayat 53

Quran Journaling Day 5 Bersama SAHAL

Published by: Aryanty | Date: 15 January 2025

Hidup tidak selalu berjalan mulus, dan ada kalanya kita merasa gagal atau bahkan terlalu terluka karena kesalahan masa lalu. Dalam proses self-healing, langkah awal yang penting adalah menyadari dan mengakui luka kita. Tapi, bagaimana jika rasa bersalah terlalu besar hingga kita merasa tidak layak untuk berharap? Ayat berikut dari Al-Qur’an hadir dengan pesan yang luar biasa indah.

1. Quote the Ayat

قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

“Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'” (QS. Az-Zumar: 53)

2. Understand the Context & Tafsir

Ayat ini adalah panggilan kasih dari Allah kepada semua hamba-Nya yang merasa telah tenggelam dalam dosa. Dalam tafsir, dijelaskan bahwa banyak orang merasa putus asa karena dosa-dosa mereka, seolah-olah jalan kembali kepada Allah telah tertutup. Namun, Allah mengingatkan kita bahwa rahmat-Nya tidak berbatas, dan pintu ampunan-Nya selalu terbuka bagi siapa saja yang mau kembali.

Allah bahkan menyebut orang-orang yang banyak melakukan dosa sebagai “hamba-Ku,” menunjukkan betapa lembut dan penuh kasih-Nya Allah. Pesan ini adalah pengingat bahwa seburuk apapun masa lalu kita, harapan untuk memperbaiki diri dan mendapatkan ampunan Allah selalu ada.

Sebagaimana Dr. Mokhammad Yahya, Ph.D. menyampaikan pada kuliah Tadabbur QS Az-Zumar ayat 53 bahwa, ayat ini menyampaikan pesan mendalam tentang kasih sayang Allah yang tidak terbatas bagi hamba-Nya, bahkan yang telah melakukan dosa besar (irtikabu kabaair) sekalipun.

Ayat ini diturunkan terkait keputusasaan Wahsyi, pembunuh Hamzah radhiallahu ‘anhu, yang merasa tidak layak masuk Islam karena telah melakukan tiga dosa besar: membunuh, berzina, dan syirik. Wahsyi merasa dosa-dosanya terlalu besar untuk diampuni, tetapi Allah justru memanggil para pendosa dengan panggilan penuh kasih, “Wahai hamba-hamba-Ku.” Tak hanya itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun memaafkannya dengan syarat jangan memperlihatkan wajahnya lagi di hadapan Beliau agar tidak mengingatkan kembali akan kehilangan pamannya, Hamzah radhiallahuanhu.

Pesan utama dari ayat ini adalah bahwa Allah Malikul Mulk, sebagai Raja segala raja, menunjukkan kelembutan dan penghormatan luar biasa kepada hamba-Nya. Allah tidak memanggil manusia dengan label dosa mereka, seperti “si tukang riba”, “si pelaku bully”, “si doyan ghibah”, atau “si pendosa,” melainkan dengan panggilan mesra, “wahai hamba-Ku.” Hal ini menunjukkan betapa Allah tetap mengakui dan merangkul hamba-Nya, meskipun mereka telah tidak menghormati-Nya (respect) sebab melanggar batas-batas-Nya (aturan syari’at).

Ayat ini juga menjadi peringatan bagi mereka yang meremehkan dosa dengan mengatakan, “Tidak apa-apa, nanti saja bertaubat.” Sikap seperti itu adalah godaan setan, yang awalnya memberikan harapan palsu untuk terus berdosa, tetapi kemudian menanamkan keputusasaan. Padahal Allah dengan rahmat-Nya yang luas memberikan solusi sederhana: “Kalau kamu salah, ya minta maaf.” Allah tidak hanya menawarkan ampunan tetapi juga rahmat-Nya berupa surga bagi hamba yang benar-benar bertaubat, namanya juga manusia, yang suka lupa dan khilaf.

Kesempatan besar yang Allah berikan ini seharusnya membuat hati kita meleleh. Bayangkan, manusia seringkali sulit memaafkan kesalahan, bahkan orang tua pun mungkin memutuskan hubungan dengan anaknya yang berbuat salah. Namun, Allah, Al-Ghafur dan Ar-Rahim, selalu membuka pintu maaf dan menyayangi hamba-Nya tanpa henti. Karena itu, kita diajarkan untuk berharap yang besar dari Allah—bukan sekadar ampunan, tetapi juga surga Firdaus, surga tertinggi yang Allah sediakan bagi hamba-hamba-Nya yang kembali kepada-Nya.

3. Reflection

Jika kamu merasa terlalu sering gagal, terjatuh, atau bahkan tidak layak berharap, ingatlah ayat ini. Allah memanggilmu untuk tidak menyerah dan memulai kembali. Mengakui luka bukan berarti kita lemah, tapi justru menjadi awal untuk menemukan kekuatan sejati.

Terkadang, rasa bersalah menjadi tembok besar yang menghalangi langkah kita. Namun, QS Az-Zumar: 53 ini adalah pelajaran bahwa Allah tidak pernah lelah untuk menerima hamba-Nya yang ingin kembali. Perlu kita ingat, “to err is human, to forgive is angelic.

Jadi, apakah kita mau terus mengingat kesalahan diri sendiri dan kejahatan orang lain kepada kita? Atau kita mau menjadi manusia berhati malaikat yang mudah memaafkan orang lain, apalagi diri sendiri? Be nice to yourself.

4. Apply to Life

Bagaimana kita bisa menerapkan pelajaran dari ayat ini dalam hidup sehari-hari? Berikut beberapa tahapannya.

  • Akui luka dan kesalahan: Tuliskan apa yang selama ini membuatmu merasa gagal dan tidak layak mendapatkan kebaikan Allah. Mengakui luka adalah langkah pertama untuk menyembuhkannya.
  • Berdoa dengan sepenuh hati: Curahkan semua perasaanmu kepada Allah. Mintalah ampunan-Nya dan percayalah bahwa Dia Maha Pengampun. Ridho lah atas segala ketetapan-Nya dan minta solusi seperti teladan Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallaam dengan mengucapkan, “rhoditu billaahi robba, wa bil islaami diina, wa bi muhammadin nabiya wa rosuula.”
  • Buat langkah nyata untuk berubah: Mulailah dengan hal kecil, seperti meningkatkan ibadah harian, berbuat baik pada orang lain, atau belajar memaafkan diri sendiri dan orang lain.
  • Berbaik sangka kepada Allah: Percayalah bahwa Allah tidak hanya mengampuni, tetapi juga memberikan jalan keluar yang terbaik untuk setiap masalahmu.
  • Konsisten dalam perbaikan diri: Bangun kebiasaan baik sedikit demi sedikit. Setiap perubahan kecil adalah kemenangan besar.

5. Next Ayat

Untuk melanjutkan perjalanan ini, kita akan menjelajahi QS Al-Baqarah: 286. Ayat tersebut akan menjadi jembatan untuk belajar langkah konkret memaafkan diri sendiri dan orang lain. Karena, dalam self-healing, memaafkan adalah salah satu tahapan penting untuk melangkah ke depan.

Penutup

Proses self-healing memang tidak instan, tapi Allah selalu hadir untuk membimbing kita. QS Az-Zumar: 53 adalah pengingat penuh cinta bahwa seberapa besar luka dan dosa kita, rahmat Allah selalu lebih besar. Jangan pernah berputus asa untuk berubah, karena harapan itu selalu ada.

Sampai jumpa di Quran Journaling selanjutnya dengan QS Al-Baqarah: 286!

Referensi (Klik)

https://quranhadits.com/quran/39-az-zumar/az-zumar-ayat-53/

https://quran.nu.or.id/az-zumar/53

https://tafsirweb.com/8715-surat-az-zumar-ayat-53.html

Youtube Kajian Tafsir QS Az Zumar:53

https://tafsiralquran.co.id/jangan-pernah-putus-asa-tafsir-az-zumar-53

 

Mengelola Kesedihan Sebagai Perjalanan Self-Healing Bersama Surat Ali Imran Ayat 139

Quran Journaling Day 4 Bersama SAHAL

Published by: Aryanty | Date: 15 January 2025

Saat rasa sedih melanda, rasanya berat sekali untuk bangkit, ya? Seperti ada beban tak terlihat yang terus menekan. Namun, tahukah kamu bahwa Allah telah memberikan pelajaran yang luar biasa dalam Al-Qur’an untuk membantu kita mengelola kesedihan? Yuk, kita bahas Surat Ali Imran ayat 139 sambil QURAN Journaling bersama Sahal (Sahabat Al Qur’an).

1. Quote the Ayat

وَلَا تَهِنُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

“Janganlah kamu merasa lemah dan jangan (pula) bersedih hati, padahal kamu paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang mukmin.”

Ayat ini turun sebagai penghiburan kepada para sahabat Nabi yang mengalami kekalahan dalam Perang Uhud. Meski momen tersebut penuh luka, Allah mengingatkan mereka bahwa sebagai orang beriman, mereka tetap memiliki derajat yang tinggi. Pesan ini juga berlaku untuk kita.

Allah memerintahkan kita untuk tidak lemah atau larut dalam kesedihan. Ayat ini mengingatkan bahwa kesedihan adalah bagian dari ujian, tapi jangan sampai membuat kita kehilangan arah.

Ketika hati terasa sesak oleh kesedihan, ayat ini seperti pelukan hangat yang berkata, “Kamu kuat. Jangan biarkan kesedihan membuatmu tenggelam”

 

2. Understand the Context & Tafsir

Dalam kitab Tafsir dijelaskan bahwa, ayat ini memberikan semangat kepada umat Islam setelah kekalahan di Perang Uhud pada 15 Syawal 3 Hijriyah, padahal sebelumnya memenangkan Perang Badar pada 17 Ramadhan 2 Hijriyah. Namun, kelemahan dan kesedihan bukanlah akhir dari segalanya. Allah mengajarkan bahwa kita tetap mulia di sisi-Nya jika menjaga keimanan.

Ustadz Zainul Arifin, Lc. menjelaskan dari ayat ini Allah menyisipkan hikmah bahwa:

  • Segala nikmat dan musibah di dunia ini fana, maka sudah sunatullah seseorang akan merasakan suka dan duka silih berganti.
  • Allah memfilter mana hamba yang beriman dan mana yang munafik dengan fitnah (ujian), sebagaimana “memisahkan emas dari tanah”. Orang mukmin akan bersabar menerima takdir, sementara orang munafik mengutuk musibah yang berarti tidak menerima takdir dari Allah.

Dengan demikian, kesedihan itu wajar, tapi jika dibiarkan, ia justru melemahkan tubuh dan jiwa. Tafsir As-Sa’di menekankan bahwa kesedihan yang berkepanjangan hanya akan memperparah keadaan, sementara harapan kepada Allah adalah obat yang memulihkan.

3. Reflection

Coba ingat saat kamu menghadapi masalah berat. Bukankah kesedihan itu kadang membuat kita lupa pada potensi dan kekuatan yang Allah berikan? Ayat ini mengajak kita untuk kembali berdiri, mengingat bahwa sebagai seorang mukmin, kita tidak sendirian. Ada Allah yang selalu mendukung.

Dalam perjalanan self-healing, kesedihan bukan untuk diabaikan, melainkan dikelola. Jadikan ayat ini pengingat bahwa kamu berharga di mata Allah, terlepas dari apapun ujian yang kamu alami dan seburuk apapun pandangan manusia kepadamu.

4. Apply to Life

  • Ketika kesedihan datang, beri waktu untuk menangis, tapi jangan lama-lama. Tuliskan apa yang kamu rasakan dalam jurnal.
  • Bacalah doa dan dzikir penguat hati, seperti hasbunallah wa ni’mal wakil atau dzikir anti-sakit dan masalah.
  • Mulai buat daftar langkah kecil untuk bangkit. Misalnya, menelepon teman dekat atau melakukan hal-hal kecil yang membuatmu bahagia.
  • Selalu ingat bahwa Allah memberi ujian ini untuk menjadikanmu lebih kuat.

5. Next Ayat

Perjalanan self-healing ini tidak berhenti di sini. Yuk, lanjutkan dengan membaca Surat Az-Zumar ayat 53:

“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah…”

Maka…

Mengelola kesedihan adalah bagian dari proses self-healing. Surat Ali Imran ayat 139 memberikan pesan bahwa kamu tidak lemah, kamu tidak sendiri, dan kamu selalu memiliki harapan selama imanmu terjaga.

Jangan lupa, setiap ikhtiar kecil yang kamu ambil adalah bentuk ketaatan dan keyakinan kepada Allah. Yuk, terus bangkit dan jadikan Qur’an sebagai sahabat dalam setiap perjalanan hidupmu.

Mari bersiap melanjutkan refleksi kita ke Surat Az-Zumar ayat 53. Sampai jumpa di Quran Journaling berikutnya!

Quran Journaling Day 3 Bersama Sahal

Tadabbur Published by: Aryanty | Date: 14 January 2025

Mengembangkan Potensi Diri dan Healing Lewat Quran Journaling Day 3: Tadabbur Surat Ar-Rum Ayat 54

Bismillah, yuk kita bahas satu ayat yang sarat makna dari surat Ar-Rum ayat 54. Ayat ini bukan hanya mengingatkan tentang perjalanan hidup manusia, tapi juga bisa jadi inspirasi buat kita untuk mengenal potensi diri, sekaligus jadi healing therapy lewat Quran journaling.

Quote the Ayat

 اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْرُ

Allah berfirman:

“Allah adalah Zat yang menciptakanmu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan(-mu) kuat setelah keadaan lemah. Lalu, Dia menjadikan(-mu) lemah (kembali) setelah keadaan kuat dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.”

(QS. Ar-Rum: 54)

Terjemahan lafdziah QS Ar Rum 54

Understand the Context

Menurut Ustadz Dr. Mustafa Umar, Lc., M.A. ayat ini menggambarkan perjalanan hidup manusia dari bayi yang lemah, menjadi dewasa yang kuat, hingga kembali lemah di masa tua. Proses ini tidak terjadi tanpa hikmah; Allah menciptakan setiap fase kehidupan untuk:

  • Mengajarkan ketergantungan pada-Nya.
  • Memanfaatkan kekuatan untuk berkontribusi.
  • Menerima kelemahan sebagai bentuk tawadhu’ (rendah hati).

Reflection

1. Menemukan Makna dalam Setiap Fase Hidup

  • Lemah di awal: Bayi tak berdaya yang membutuhkan kasih sayang orang lain.
  • Kuat setelah lemah: Masa muda hingga dewasa, saat potensi fisik dan intelektual berada di puncaknya.
  • Kembali lemah setelah kuat: Masa tua yang mengingatkan bahwa kekuatan adalah titipan sementara.

Setiap fase itu penuh hikmah. Allah mengajarkan bahwa:

  • Lemahnya manusia di awal dan akhir adalah tanda bahwa kita butuh bergantung pada Allah.
  • Semasa muda orang tua merawat dan mendidik kita, maka saat mereka lemah di usia senja, giliran kita berbakti kepada orang tua. Apapun gaya parenting orang tua kita dahulu, maklumi. Semoga kita bisa menjadi orang tua yang lebih baik dan memutus rantai pola asuh alakadarnya dengan ilmu yang Allah ridhoi.
  • Kekuatan di masa muda adalah kesempatan untuk berkontribusi kepada umat.

2. Masa Muda: Fase Emas untuk Berkarya

Ulama menjelaskan bahwa masa kuat dalam ayat ini merujuk pada masa muda, usia 15-40 tahun. Contoh:

  • Nabi Ibrahim: Berani menegakkan kebenaran di usia muda dengan berkonfrontasi lewat argumen bernas melawan pemimpin dzalim dan pelaku kemusyrikan.
  • Nabi Yusuf: Menjaga kehormatan dan memimpin meski masih muda, padahal kurang toxic apa 11 orang kakaknya yang membuangnya ke sumur ketika kecil. Kalau kita bandingkan dengan beliau ‘alaihi salaam, sungguh besar mental health issue yang dihadapinya daripada kita.
  • Muhammad Al-Fatih: Menaklukkan Konstantinopel di usia 21 tahun.

Di usia itu, kita sedang apa? Apa kita mau menyia-nyiakan masa emas yang tersisa ini?

Apply to Life

Quran Journaling untuk Refleksi dan Healing

Ya, quran journaling menjadi salah satu cara untuk mengaplikasikan ayat ini. Sebab, itu dapat membantu kita mengisi waktu hidup kita mentadabburi setiap ayat melalui langkah berikut.

  1. Tulis ayatnya: Catat ayat qur’an di jurnalmu.
  2. Renungkan: Apa yang ayat ini ajarkan tentang hidup?
  3. Kenali potensi: Apa kekuatan yang Allah karuniakan di fase hidupmu sekarang?
  4. Buat rencana: Tulis langkah nyata untuk memaksimalkan potensimu.
  5. Doa: Mohon bimbingan Allah agar diberi keberkahan di setiap langkah.

Next Ayat: QS Ali Imran: 139

Sebagai penguat, setelah ini, kita akan merenungkan ayat berikut.

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”

(QS Ali Imran: 139)

Dua ayat ini insyaallah saling melengkapi:

  • QS Ar-Rum: 54: Mengingatkan kita tentang fase kehidupan yang Allah tentukan.
  • QS Ali Imran: 139: Memotivasi kita untuk tetap optimis dan berusaha.

Penutup

Jangan tunggu tua untuk menyadari betapa berharganya waktu. Gunakan masa muda untuk belajar, berkarya, dan mendekatkan diri kepada Allah. Jadikan Quran journaling sebagai sarana mengenal diri, healing, dan mencatat perjalanan hidup yang bermakna.

Semoga Allah terus membimbing kita semua agar berlembut hati dan senantiasa mudah mengisi waktu dengan beramal shalih. Aamiin.

Referensi (klik)